Menjaga Denyut Seni di Masa Pandemi
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat program Budayasaya sebagai dukungan pemerintah kepada seniman, pegiat seni, dan pekerja budaya kreatif agar aktivitas seni tetap bergerak.
Panggung Antida Sound Garden di Jalan Waribang, Kota Denpasar, Bali, bertabur cahaya, Minggu (30/8/2020) malam. Dari seberang panggung yang semarak, Anak Agung Anom Wijaya Darsana, pemilik Antida Music Productions yang akrab disapa Anom, berulang kali mengusap rambutnya. Badan Anom tidak berhenti bergoyang. Yeah....
Di panggung, duo Reza Achman dan Rizal Abdulhadi dari Rhythm Rebels mengentak malam dengan penampilan mereka yang ekspresif kala memainkan musik yang energik. Dengan energi yang tidak kalah dari permainan Rhythm Rebels, I Nyoman Suwida bersama belasan pemusik tradisional Komunitas Genggong 8 menyahuti dengan memainkan instrumen gamelan Bali yang didominasi permainan harpa mulut, genggong.
Kolaborasi musik etnik kontemporer dari duo Rhythm Rebels, Reza dan Rizal, bersama musik tradisional genggong oleh Suwadi dan Komunitas Genggong 8 (dibaca ”kutus”, yakni penyebutan delapan dalam bahasa Bali) pada Minggu menjelang pukul 21.00 Wita menjadi pemuncak pergelaran yang ditayangkan secara langsung dari Antida Sound Garden melalui kanal Youtube pada akun Budayasaya.
Baca juga : Ayu Laksmi di Teras Bentara Budaya Bali
Secara keseluruhan, penampilan dari Komunitas Genggong 8 ataupun Rhythm Rebels dan penampilan kolaborasi kedua grup itu berlangsung sekitar satu jam dan ditayangkan secara langsung mulai pukul 20.00 Wita.
Pergelaran musik instrumental yang disertai beberapa tarian dari Komunitas Genggong 8, Minggu malam itu, disaksikan sedikit penonton yang ada di halaman studio Antida Music Productions, Denpasar. Selain Anom dan beberapa kru Antida Sound Garden, segelintir penonton lain adalah teman atau keluarga Rhythm Rebels serta seorang wartawan. Namun, jumlah view tayangan malam itu dinyatakan mencapai 4,4K atau 4.400 penonton.
Pergelaran seni yang digarap Antida Music Productions pada Minggu malam merupakan bagian dari program Budayasaya, yakni pementasan karya seni budaya secara daring dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Program Budayasaya adalah sebentuk dukungan pemerintah kepada seniman, pegiat seni, dan pekerja budaya kreatif di Tanah Air agar aktivitas seni tetap berdenyut hidup di tengah situasi pandemi penyakit akibat virus korona baru (Covid-19) dan berlanjut di masa adaptasi pandemi Covid-19.
”Saya berterima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memberikan kesempatan bagi Komunitas Genggong 8,” kata Suwida, pegiat kesenian genggong dari Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Di tengah pentas, Suwida tidak lupa menyapa para seniman, khususnya pelestari alat musik harpa mulut di Indonesia.
Ditemui sebelum pentas, Suwadi bertutur, dirinya bersama seniman baik di Komunitas Genggong 8 maupun seniman tradisi sudah rindu untuk berkumpul dan bermain di panggung. Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia dan khususnya di Bali, menurut Suwadi, mereka sangat jarang dan sulit mendapat kesempatan untuk pentas bersama-sama.
”Selama sekian bulan kami tidak beraktivitas manggung,” kata Suwida. ”Saya mengisi waktu dengan mengajar memainkan genggong dan suling gambuh di rumah. Yang penting, kami tetap berkesenian meskipun hanya di rumah,” ujarnya.
Daya seni
Ketika pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, termasuk di Bali, mulai pertengahan Maret 2020, masyarakat dianjurkan membatasi aktivitas di luar rumah dan mengurangi interaksi dengan keramaian. Begitu pun para seniman di Bali.
Seniman multitalenta asal Bali, Ayu Laksmi, pun taat mengikuti anjuran itu dengan berdiam di rumah. ”Situasi pandemi itu ternyata membuat saya dapat kembali ke diri, termasuk untuk kembali bermusik,” kata Ayu Laksmi dalam perbincangan di rumah produksi Pregina Studio, Sanur, Kota Denpasar, Kamis (27/8/2020) malam. ”Klentang klenting main penting (alat musik berdawai),” ujat Ayu Laksmi ketika menghadiri dialog serangkaian acara penayangan perdana video bertajuk Bali Live on Nature episode pusaka (heritage) yang digarap Pregina Art and Showbiz Bali.
Ayu Laksmi bertutur tentang kegiatannya selama berada di rumah saat pandemi Covid-19. ”Saya menjadi senang menjahit. Mungkin ada asam deoksiribonukleat (DNA) dari ibu saya karena ibu saya bisa menjahit,” ujar Ayu Laksmi saat berbincang bersama pemilik rumah produksi Pregina Art and Showbiz Bali, I Gusti Agung Bagus Mantra; akademisi sekaligus pemerhati film dan musik di Bali, I Made Adnyana; dan Pemimpin Redaksi Kanalbali.id Rofiqi Hasan serta wartawan Kompas di bale bengong saka pat (balai bertiang empat) studio Pregina.
Dalam kondisi pembatasan di masa pandemi Covid-19 itu, Ayu Laksmi tidak mengendurkan kegiatan kreatifnya meskipun hanya berada di rumah. Ayu Laksmi berkreasi dan juga mengisi acara dialog langsung secara daring, termasuk dengan Bentara Budaya Bali dalam program Teras Bentara edisi ”Cerita Semesta” pada Rabu (20/5/2020).
Ayu Laksmi mengungkapkan, menyanyi, bermusik, atau beraktivitas seni lainnya itu diyakini berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. ”Hormon endorfin naik, oksitosin juga bagus. Kemarin, ketika masih berdiam diri di rumah, leher sempat pegal. Dikasih menyanyi lagi, hilang tuh sakitnya,” ujarnya.
Bagus Mantra mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan pengaruh luar biasa dan membawa perubahan dalam kehidupan, termasuk pula terhadap aktivitas berkesenian ataupun industri hiburan. Acara pergelaran musik atau konser yang biasa meramaikan Bali pun mandek akibat terdampak pandemi Covid-19.
Pregina Art and Showbiz (Pregina Enterprise) sebagai penyelenggara konser Bali Blues Festival, misalnya, membatalkan penyelenggaraan konser blues yang semestinya digelar tahun ini. Sejumlah pergelaran seni budaya lain, termasuk Pesta Kesenian Bali Ke-42, juga dibatalkan karena situasi pandemi Covid-19.
Baca juga : Jurus Bali Menjaga Napas Seni di Masa Pandemi
Bagus Mantra menyatakan, dirinya melalui Pregina Art and Showbiz beradaptasi dengan perubahan dan situasi kekinian itu, termasuk dengan membuat program konser disertai dialog bertajuk Bali Live on Nature. Pergelaran Bali Live on Nature dijadwalkan empat episode. Episode perdana berupa konser di Pemuteran, kawasan wisata desa pesisir di Bali utara, yakni di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
Pada episode pertama yang ditayangkan pertengahan Agustus 2020, konser melibatkan sejumlah seniman musisi dan penyanyi, di antaranya Bali Blues Brothers berkolaborasi dengan Gus Teja, Agung Ocha, dan Gus Agung Gautama. Menariknya, pergelaran itu juga diisi bincang-bincang mengenai pariwisata di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Program konser yang digarap secara live tapping itu mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif karena bertaut dengan upaya pemulihan pariwisata Indonesia, termasuk Bali.
Adapun Bali Live on Nature episode kedua bertema pusaka menampilkan Ayu Laksmi dan Svara Semesta. Perekamannya dilaksanakan pada Kamis (20/8/2020) di kawasan Pura Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Serupa episode pertama di kawasan Pemuteran, episode kedua di Pura Taman Ayun, Mengwi, juga diisi bincang-bincang antara Bagus Mantra, Ayu Laksmi, dan Anak Agung Gde Agung, yakni tokoh Puri Ageng Mengwi yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Program Bali Live on Nature episode pusaka menayangkan penampilan Ayu Laksmi bersama Svara Semesta membawakan dua lagu dari dua album Svara Semesta, yakni ”Hyang” dan ”Maha Asa”, serta satu sesi perbincangan antara Bagus Mantra, Ayu Laksmi, dan Anak Agung Gde Agung. Ayu Laksmi mengungkapkan, proses perekaman di Pura Taman Ayun, Mengwi, berjalan dalam satu kali pengambilan, yakni menjelang sandikaon atau senja kala.
Mendukung
Langkah memanfaatkan teknologi informatika dalam menjaga spirit seni itu juga dilaksanakan Pemerintah Provinsi Bali. Dinas Kebudayaan Bali, misalnya, membuat program pementasan secara dalam jaringan yang melibatkan lebih dari 200 kelompok seni atau sanggar dari seluruh Bali sejak pertengahan Juni 2020. Terkait program pergelaran virtual yang digelar Dinas Kebudayaan Bali itu, Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Wayan Kun Adnyana menyebutkan, pementasan virtual bertujuan menjaga elan atau daya hidup kreatif seniman Bali di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga : Kreativitas Merespons Masa Adaptasi Pandemi
Lembaga kebudayaan Kompas Gramedia, Bentara Budaya, menghadirkan Teras Bentara, yakni program seni budaya secara daring sebagai ruang publik berinteraksi dengan seniman selama masa pandemi Covid-19. Begitu pula kalangan seniman di Bali, Navicula, misalnya, mengadakan pergelaran konser langsung secara daring melalui laman Youtube milik Navicula, yakni Corona Concert, pada pertengahan Maret dan April lalu.
Menurut Anom Antida, pekerja seni harus kreatif mencari celah agar seni dan industri hiburan dapat bertahan baik di masa pandemi Covid-19 maupun adaptasi kehidupan baru era pandemi Covid-19. Dukungan pemerintah turut menyemangati kalangan seniman dan pekerja kreatif menjaga daya hidup seni budaya itu. ”Support dari kementerian melalui program-program seni budaya itu juga membantu menggerakkan usaha kreatif,” kata Anom seusai pergelaran program Budayasaya, Minggu malam.