Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menegaskan, penyidik Polri akan mengungkap kebakaran Kejagung merupakan kesengajaan atau kealpaan berdasar Pasal 187 atau 188 KUHP.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penyidik Polri masih belum bisa menarik kesimpulan apakah nyala api terbuka yang menjadi sumber kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung pada 22 Agustus 2020 muncul karena faktor kesengajaan atau kelalaian. Polri masih perlu waktu untuk mengusut apa yang terjadi di lantai enam gedung tersebut.
Berbagai pihak mendorong Polri melakukan penyidikan secara transparan sehingga bisa membongkar pelaku dan motif dari peristiwa itu. Pengungkapan kasus ini akan memengaruhi marwah penegakan hukum di Indonesia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, di Jakarta, Jumat (18/9/2020), mengatakan, tim gabungan yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Ferdy Sambo sudah melakukan gelar perkara untuk meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.
”Tentu gelar perkara ini mengambil langkah perencanaan terkait tindak lanjut setelah (kasus kebakaran) dinaikkan ke penyidikan,” katanya.
Pada Kamis, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertemu tim Kejaksaan Agung. Setelah pertemuan, ia menyampaikan, dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), Pusat Laboratorium Forensik Polri menyimpulkan, sumber api kebakaran gedung utama Kejagung bukan karena hubungan pendek arus listrik, melainkan nyala api terbuka. Penyidik menyimpulkan terjadi dugaan peristiwa pidana.
Belum bisa menentukan
Awi Setiyono menyatakan, penyidik akan mengungkap perbuatan ini merupakan kesengajaan atau kealpaan sesuai dengan Pasal 187 atau Pasal 188 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
”Tugas penyidik mengungkap peristiwa pidana itu. Kami mencari dan mengumpulkan bukti-bukti. Membuat terang suatu tindak pidana itu dan terakhir mencari siapa pelakunya. Makanya, disampaikan ada dua kemungkinan pasalnya termasuk terkait kesengajaan dan kealpaan,” kata Awi.
Ia menjelaskan, Pasal 187 dan Pasal 188 KUHP jadi patokan. Jika nanti bisa diungkap sampai ke pelakunya, maka juga akan diungkap bagaimana cara api menjalar dan menyala. Saat ditanya mengenai motif dari kesengajaan dan kelalaian itu, Awi menegaskan bahwa Polri tidak bisa mengandai-andai.
Polri, kata Awi, sedang merencanakan proses penyidikan selanjutnya, termasuk pemanggilan saksi-saksi yang potensial. Polri akan mendalami kejadian yang ada di lantai enam, yaitu ruang rapat bagian kepegawaian. Sebab, asal api berasal dari lantai enam dan tak ada hubungan pendek arus listrik. Hal tersebut telah didukung saksi-saksi dan barang bukti.
Adapun kebakaran yang berlangsung pada 22 Agustus malam hingga 23 Agustus dini hari menghanguskan gedung utama Kejagung yang terdiri atas enam lantai. Area yang terbakar ialah lantai lima dan enam yang merupakan kantor Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan. Api juga melahap lantai tiga dan empat, kantor Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.
Usut tuntas
Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsyi, mengatakan, penuntasan kasus ini menjadi tantangan berat bagi Polri karena harus mampu mengungkap fakta yang terjadi dan membongkar motif kebakaran gedung Kejagung.
”Perkara ini bukan main-main karena banyak terselip rumor skandal penegakan hukum di balik kebakaran gedung kejaksaan tersebut. Selain itu, ini terkait marwah penegakan hukum di Indonesia. Jangan sampai ada yang berkesimpulan kejadian ini adalah upaya mengubur skandal besar penegakan hukum,” kata Aboebakar dalam keterangannya.
Komisi III, kata Aboebakar, mendukung kepolisian untuk mengungkap siapa pelakunya, motifnya apa, dan mendalami kemungkinan auktor intelektualis di balik peristiwa itu.
Di sisi lain, Ketua DPR Puan Maharani juga meminta publik untuk memberi kesempatan dan waktu kepada polisi untuk menyelidiki dan mendalami hasil temuan tim Laboratorium Forensik Polri yang mengindikasikan adanya dugaan kesengajaan dalam kebakaran gedung Kejaksaan Agung RI.
”Berikan kesempatan kepada polisi untuk melakukan penyelidikan dan hal ini telah dilakukan,” kata Puan.
Sementara itu, kebakaran di gedung Kejaksaan Agung, menurut Kepala Program Studi S-2 Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, Manlian Ronald A Simanjuntak, menunjukkan belum optimalnya kepatuhan terhadap tiga jenis sistem proteksi gedung. Tiga sistem tersebut adalah sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan sistem manajemen keselamatan kebakaran.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengatakan, selain keamanan gedung, keamanan internal dalam gedung strategis patut diperhatikan. Salah satunya adalah bagaimana mengawasi orang asing masuk dan keluar dari gedung milik pemerintah. (RINI KUSTIASIH/ELSA EMIRIA LEBA)