Pembangunan Infrastruktur Dilanjutkan demi Ungkit Ekonomi
›
Pembangunan Infrastruktur...
Iklan
Pembangunan Infrastruktur Dilanjutkan demi Ungkit Ekonomi
Pemerintah bakal tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur di tengah pandemi Covid-19. Kelanjutan pembangunan infrastruktur diharapkan menyokong arus logistik sekaligus mengungkit pemulihan ekonomi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan melanjutkan pembangunan infrastruktur di tengah pandemi Covid-19. Keberlanjutan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat menjadi salah satu pengungkit pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, salah satu infrastruktur penting pendukung pemulihan ekonomi nasional adalah jalan dan jembatan. Keduanya membantu kelancaran distribusi logistik. Selama periode 2015-2019, kementerian membangun 3.867 kilometer (km) jalan nasional, 1.500 km jalan tol, dan 58,346 kg jembatan.
”(Pembangunan) ini sebagai upaya meningkatkan konektivitas, memperkuat daya saing infrastruktur, dan mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional,” ujar Basuki melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (19/9/2020).
Ada beberapa aspek yang harus senantiasa diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap pembangunan infrastruktur. Aspek itu antara lain survei, investigasi, desain, pembebasan tanah, konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan infrastruktur yang harus diterima oleh masyarakat.
Selain itu, kata Basuki, pembangunan infrastruktur juga harus menguntungkan secara ekonomi dan ramah lingkungan. Penggunaan produk dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur pun dapat mendukung pengembangan inovasi dan teknologi.
”Contohnya, saya paksa pembelian ekskavator dari Pindad. Setiap tahun Kementerian PUPR membeli. Sekarang, produknya mulai bertransformasi, sudah ada ekskavator kecil dan ekskavator amfibi,” ujar Basuki.
Beberapa proyek infrastruktur pun dibangun dengan melibatkan masyarakat, yakni sebagai bagian dari Program Padat Karya Tunai. Program tersebut bertujuan mempertahankan daya beli masyarakat dan mengurangi angka pengangguran di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Jenis programnya antara lain Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) dan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW).
Anggaran padat karya juga digunakan untuk program penataan kota tanpa kumuh (KOTAKU) serta tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS 3R). Berikutnya adalah program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) serta sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas).
Infrastruktur perhubungan
Di sektor perhubungan, pagu anggaran Kementerian Perhubungan tahun 2021 ditetapkan Rp 45,6 triliun atau meningkat Rp 4,31 triliun dari anggaran tahun 2020. Sebanyak Rp 33,95 triliun dari anggaran tahun 2021 tersebut dialokasikan untuk program infrastruktur konektivitas.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, peningkatan anggaran pada tahun 2021 diperuntukkan bagi pengembangan bandara hub perintis kargo dan dukungan ibu kota negara. Selain itu, untuk pemenuhan dukungan terhadap proyek utama dan kawasan strategis pariwisata nasional.
Terkait pengembangan sistem transportasi, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang, Minggu (20/9/2020), menyampaikan, saat ini sejumlah kota di Indonesia tertarik dengan angkutan massal perkotaan dengan sistem bus rapid transit (BRT).
Selain Jakarta yang telah menata angkutan umum massal dengan konsep BRT, sejumlah kota di Indonesia saat ini mengklaim memiliki jaringan BRT. Ada TransPakuan Bogor, Batik Solo Trans, TransSemarang, TransJogja, Trans Metro Bandung, dan Trans Musi Palembang.
Demikian pula Trans Padang, Trans Mamminasata Makassar, Trans Bandar Lampung, Trans Sarbagita Denpasar, BRTS Medan, dan Suroboyo Bus. ”Masih banyak kota lain mengajukan proposal ke Direktorat Perhubungan Darat, untuk perizinan sistem BRT, untuk memperoleh subsidi,” kata Deddy.
Namun, menurut Deddy, konsep BRT di daerah-daerah berbeda dengan sistem BRT di DKI Jakarta. BRT di Jakarta berjalan di lajur khusus, tidak tercampur kendaraan lain, sehingga waktu perjalanan terukur dan terjadwal.