Pengelola Hotel Harus Bisa Terapkan Protokol Kesehatan
›
Pengelola Hotel Harus Bisa...
Iklan
Pengelola Hotel Harus Bisa Terapkan Protokol Kesehatan
Ahli kesehatan menyarankan agar pengelola hotel dapat memenuhi protokol kesehatan sebagai tempat isolasi orang tanpa gejala.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah hotel akan menjadi tempat isolasi orang tanpa gejala dan gejala ringan. Ini salah satu upaya di tengah terbatasnya tempat isolasi dan tidak efektifnya isolasi di rumah.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat tingkat keterisian Tower 5 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, mencapai 91,84 persen. Sejak Jumat (11/9/2020) hingga Minggu (20/9/2020) pukul 06.00, ada 1.442 orang tanpa gejala yang mengisi flat untuk isolasi mandiri dengan kapasitas 1.570 tempat tidur. Menurut rencana, pekan depan Tower 4 sebagai flat isolasi mandiri akan berfungsi. Tower 4 akan menampung 1.546 orang tanpa gejala.
Situasi ini mendorong Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan perhotelan untuk menambah ruang isolasi di luar Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran. Ruang isolasi di hotel setara bintang 3 ini mencakup makan dan minum serta cuci untuk orang tanpa gejala, gejala ringan, dan tenaga kesehatan.
Dalam siaran persnya, anggaran isolasi mandiri di hotel mencapai Rp 100 miliar untuk sekitar 14.000 orang tanpa gejala dan gejala ringan mulai September hingga Desember. Setidaknya ada 3.700 kamar dari 27 hotel di DKI Jakarta yang akan menjadi tempat isolasi. Setiap orang akan menjalani isolasi selama 14 hari.
Ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengatakan, hotel cocok sebagai tempat isolasi karena warga sulit disiplin saat isolasi di rumah. Kecocokan ini tidak lepas dari konsekuensi seperti sistem kontrak hotel, penyesuaian protokol keamanan dan kesehatan, serta stigma.
”Lebih baik isolasi di hotel ketimbang di rumah karena sulit mengontrol diri. Masih lakukan kontak dengan keluarga dan terima tamu,” ujar Hasbullah.
Menurut dia, petugas hotel tidak hanya mendapatkan pelatihan. Mereka harus menjalani tes usap untuk tahu status kesehatan, punya alat pelindung diri seperti tenaga kesehatan saat bekerja, dan tinggal di hotel dengan lantai terpisah.
Ruangan hotel didisinfeksi secara berkala minimal dua kali sehari. Sebab, pegangan pintu maupun titik-titik yang berpotensi banyak sentuhan sangat berisiko akibat menempelnya droplet setelah batuk atau bersin. ”Sebaiknya punya alat penyaring udara yang bisa menyaring partikel dan membuka jendela setiap pagi supaya kena cahaya matahari. Sinar ultraviolet dari matahari membantu membunuh kuman di ruangan,” tuturnya.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban menambahkan, hindari potensi kerumunan saat isolasi dengan cara makan nasi kotak di kamar masing-masing. Sediakan tempat cuci tangan dan antiseptik di akses keluar dan masuk serta rutin sterilisasi setelah aktivitas.
”Kasus positif naik terus. Isolasi salah satu upaya penanggulangan. Tetap yang paling penting tes secara masif,” ucap Zubairi.
Menurut Zubairi, jumlah tes harian saat ini masih kurang banyak. Tes harus lebih masif di atas 50.000. Sebab, tes masif sangat penting untuk memutus mata rantai penularan. ”Semakin banyak ketemu kasus positif semakin bagus. Lakukan penelusuran dan isolasi sehingga bisa mengendalikan laju penularan,” ujarnya.