Tadej Pogacar terus merawat motivasinya untuk menjuarai Tour de France meskipun tertinggal 57 detik dari sesama pebalap Slovenia, Primoz Roglic. Pikiran positif itulah yang mengantar Pogacar meraih mimpi besarnya.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
HAUTE-SAONE, SABTU — Tadej Pogacar melepaskan sengatan yang membunuh mimpi Primoz Roglic untuk menjuarai Tour de France musim 2020 pada individual time trial di etape ke-20, Sabtu (19/9/2020). Pebalap Slovenia berusia 21 tahun itu akan resmi menjadi juara Le Tour edisi ke-107 cukup dengan finis pada etape terakhir, Minggu (21/9/2020). Etape ke-21 dari Mantes-La-Jolie hingga Paris Champs-Elysees sejauh 122 kilometer akan menjadi akhir yang sempurna bagi Pogacar yang akan genap berusia 22 tahun pada etape pamungkas itu.
Di Paris, pebalap tim UEA Emirates itu akan resmi menjadi juara termuda Tour de France dalam 110 tahun. Selain akan meraih maillot jaune alias jersey kuning, Pogacar juga dipastikan menjadi raja tanjakan (jerseys polkadot), serta pebalap muda terbaik (jersei putih). Ini pencapaian mengagumkan bagi Pogacar yang menjalani debutnya di Tour de France, di mana dia juga memenangi tiga etape, 9, 15, dan 20.
Pogacar menolak menyerah meskipun tertinggal 57 detik dari pebalap andalan Jumbo-Visma, Primoz Roglic, yang sesama Slovenia, hingga etape ke-19. Dia tegas mengatakan, persaingan belum berakhir karena masih ada satu peluang untuk membalik keadaan, yaitu dalam individual time trial (ITT) etape ke-20. Ini etape yang mengadu kekuatan masing-masing pebalap, tanpa bantuan anggota tim lainnya. Meskipun jarak tempuh hanya 36,2 kilometer, akhir balapan menanjak dengan gradien dari 8,5 persen di awal tanjakan pada 5,9 kilometer menjelang finis menjadi 9 persen, 11 persen, hingga melonjak 20 persen menuju garis akhir di La Planche des Belles Filles.
Pogacar yang start lebih dahulu dari Roglic ”tancap gas” sejak awal dan terus memangkas selisih waktu, hingga hanya selisih 32 detik saat Roglic menyisakan 12,8 kilometer menjelang finis. Selisih terus menipis menjadi 29 detik (saat Roglic 11,9 km menjelang finis), 25 detik (9,9 km), 23 detik (9,2 km), 20 detik (4,8 km), 14 detik (4,7 km), 10 detik (4,5 km), 9 detik (4,5 km), 6 detik (4,4 km), 4 detik (4,3 km), dan 1 detik (4,3 km).
Pogacar menyamai waktu Roglic saat pebalap Jumbo-Visma berada pada 4,1 kilometer menjelang finis. Roglic sempat mempertahankan posisinya dengan keunggulan 6 detik pada 3,9 kilometer menjelang finis. Namun, Pogacar yang mengayuh sepedanya dengan konsisten pada tanjakan akhir mulai membalik keadaan. Dia unggul 6 detik saat Roglic mulai mengayuh sepedanya dengan berdiri pada tanjakan 3,8 kilometer menuju finis. Pogacar terus melebarkan selisih waktu, hingga 25 detik saat Roglic menyisakan 2,6 kilometer. Segmen tanjakan menunjukkan perbedaan mencolok, di mana Roglic kehilangan tenaga, sedangkan Pogacar mampu menjaga tempo kayuhan.
Pogacar finis dengan waktu 55 menit 55 detik. Dia kemudian menyaksikan perjuangan Roglic melalui layar televisi di area finis dengan tegang. Pogacar kemudian menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan saat Roglic finis dengan waktu 57 menit 51 detik, atau terpaut 1 menit 56 detik dari waktunya. Roglic yang finis di posisi lima kehilangan jersi kuning karena tertinggal 59 detik dari Pogacar yang menjadi pemuncak baru klasemen umum pebalap.
Selisih 59 detik hanya bisa dibalik Roglic jika Pogacar gagal finis pada etape ke-21 yang datar. Pada etape menuju Paris itu, para pebalap biasanya akan finis dalam peloton. Pogacar akan menjalani etape itu dengan aman dalam lindungan rekan-rekan setimnya. Pogacar yang membuat etape ke-20 menjadi ITT paling seru dan menegangkan, mengingatkan momen mengejutkan pada Le Tour 1989 saat Greg LeMond balik mengungguli Laurent Fignon 8 detik pada time trial di hari terakhir.
”Saya tidak tahu, saya pikir saya bermimpi. Saya tidak tahu harus berkata apa. Ini tidak masuk akal,” ujar Pogacar kepada televisi resmi Le Tour.
Wawancara terpotong saat Roglic datang dan memeluk Pogacar saat memberi selamat. Ini momen sportivitas meskipun Roglic kecewa karena harus kehilangan maillot jaune yang dia kuasai selama 13 hari.
”Saya tidak tahu apa yang harus dikatakan. Saya tidak tahu kapan saya akan mempercayai ini, tetapi saya sangat bangga dengan tim. Mereka melakukan usaha yang sangat besar. Cara meraih jersey kuning pada hari terakhir seperti mimpi. Ini luar biasa. Saya tahu setiap sudut tanjakan, saya tahu setiap lubang di jalan. Terima kasih kepada seluruh tim saya,” tutur Pogacar.
”Saya tidak mendengar apa pun di radio dalam 5 kilometer akhir karena (teriakan) para penonton sangat keras. Jadi, saya terus tancap gas,” ujar Pogacar.
”Mimpi saya hanya bisa tampil di Tour de France dan sekarang saya memenanginya. Ini sulit dipercaya,” ujar Pogacar.
Nestapa Roglic
Saat mimpi Pogacar menjadi kenyataan, mimpi Roglic justru padam. Dia finis dengan sangat kelelahan. Dia merebahkan sepeda kemudian duduk di aspal sambil terengah-engah. Juara Vuelta a Espana 2019 itu terlihat rapuh dan sedih karena tahu mimpi besarnya menjuarai Tour de France telah melayang.
”Saya tidak cukup menekan. Seperti itulah, saya semakin kehilangan tenaga yang saya perlukan. Saya mengerahkan segalanya hingga akhir. Kita lihat (bagaimana saya menghadapi ini). Saya bisa senang dengan hasilnya dan balapan yang kami tunjukkan di sini. Mari kita ambil hal-hal yang positif,” kata Roglic.
”Ini menyakitkan melihat Primoz menderita seperti itu,” ujar rekan setim Roglic, Wout van Aert, dikutip Cyclingnews.
”Saya melihat Primoz yang berbeda dari biasanya di atas sepeda. Anda melihat dia kehilangan irama. Kehilangan ini (jersey kuning) pada hari terakhir sangat berat,” kata Van Aert yang mengaku tidak melihat tanda-tanda etape ITT itu akan berubah secara dramatis.
”Kami tampil sekuat tenaga setiap hari. Kami memberikan segalanya dan melakukan semuanya sesempurna mungkin. Bisa dikatakan, kami sedang bersiap merayakan (juara). Jadi, ini sangat sulit untuk melepaskan (jersey kuning) pada menit-menit akhir,” tutur Van Aert dikutip VeloNews.