Pemerintah diingatkan menimbang risiko meneruskan Pilkada 2020 di tengah regulasi yang belum adaptif terhadap pandemi Covid-19. Sejumlah komisioner KPU RI dan KPU di daerah sudah ada yang terpapar Covid-19.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran Covid-19 di kalangan penyelenggara pemilu, serta tingginya kasus positif Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia menjadi pengingat bagi pemerintah untuk mempertimbangkan serius risiko melanjutkan Pilkada 2020. Pilkada di tengah pandemi memerlukan regulasi adaptif, kesiapan teknis, serta kedisiplinan penyelenggara, peserta, dan calon pemilih.
Menyusul Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman yang dinyatakan positif Covid-19 sehari sebelumnya, Sabtu (19/9/2020), anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengumumkan dirinya positif Covid-19. Pramono kini melakukan isolasi mandiri.
Sebelumnya, Pramono bersama Arief berkegiatan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 14-15 September 2020. Setelah itu, bersama anggota KPU RI yang lain, mereka menghadiri simulasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pilkada 2020 di Depok, Jawa Barat.
Adapun Ketua KPU Sulawesi Selatan Faisal Amir yang berinteraksi dengan Arief dan Pramono juga dinyatakan positif Covid-19. ”Ketua KPU dirawat di RS Wahidin setelah pemeriksaan swab dan dinyatakan positif. Saat ini kami berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan swab bagi seluruh komisioner dan staf KPU Sulsel,” kata anggota KPU Sulsel, Asram Jaya.
Di KPU Tangerang Selatan, Banten, seorang anggota KPU dan staf positif Covid-19. Mereka menjalani tes usap sebelum pendaftaran pasangan calon peserta pilkada, tetapi baru menerima hasil positif Covid-19 pada 16 September. Karena itu, seluruh anggota dan staf KPU Tangsel akan menjalani tes usap (Kompas.com, 19/9).
Sebelum itu, sejumlah anggota KPU kabupaten dan kota di beberapa daerah juga ada yang dilaporkan positif Covid-19. Awal September, anggota KPU RI Evi Novida Ginting juga dinyatakan positif Covid-19. Namun, hasil uji usap terakhir, ia sudah negatif Covid-19.
Berdasar data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, hingga Sabtu siang terdapat 4.168 kasus baru Covid-19. Angka harian itu menjadi yang tertinggi sejauh ini. Kini, total kasus Covid-19 di Indonesia 240.687 orang. Dari jumlah itu, 9.448 orang meninggal dan 174.350 orang sembuh.
Selain penyelenggara pemilu, sejumlah tokoh publik juga positif Covid-19. Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris, kemarin diumumkan KPK positif Covid-19. Selain itu, Rektor IPB University Prof Arif Satria juga menyampaikan bahwa ia positif Covid-19 berdasar hasil uji usap.
Risiko makin tinggi
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Heroik M Pratama mengingatkan, risiko menyelenggarakan Pilkada 2020 semakin tinggi. Menurut dia, anggota KPU RI yang positif Covid-19 telah mengedepankan protokol kesehatan, tetapi tetap terpapar Covid-19.
Di sisi lain, ada pemangku kepentingan Pilkada 2020 yang mengabaikan protokol kesehatan. Hal ini, misalnya, terlihat saat pendaftaran peserta pilkada pada 4-6 September. Pasangan bakal calon juga terlihat mengumpulkan massa dan menggelar arak-arakan.
”Baiknya ditunda tahapan yang berlangsung. Lalu evaluasi menyeluruh dan siapkan desain regulasi yang adaptif untuk penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi. Apalagi, kasus positif makin tinggi,” katanya.
Heroik minta pemerintah dan DPR menimbang serius risiko melanjutkan pilkada. Dia mengingatkan, risiko pengumpulan massa akan kembali terjadi pada 23 September dengan penetapan paslon peserta pilkada dan 26 September, dimulainya masa kampanye.
Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu Nur Hidayat Sardini mengatakan adanya 315 bakal calon yang abai terhadap protokol kesehatan Covid-19 saat pendaftaran calon peserta pilkada. Ini menunjukkan masalah internal di kalangan elite, selain publik yang masih abai.
”Sama sekali tidak ada jaminan kalau tak akan ada kluster (penularan) baru,” katanya.
Penerbitan perppu
Anggota KPU Viryan mengatakan, saat pendaftaran di kantor KPU, semua berjalan tertib. Namun, tak ada yang mengatur kerumunan massa di luar. Viryan mengatakan, KPU sudah berusaha beradaptasi dengan regulasi teknis, tetapi terbatas dengan UU Pilkada yang dibentuk di masa ”normal”.
Dihubungi terpisah, anggota KPU RI, Pramono Ubaid, mengatakan, dalam rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, mengemuka usul untuk membentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Agar pengaturan tahapan-tahapan pilkada lebih sesuai dengan protokol pencegahan Covid-19, KPU mengajukan beberapa usulan.
Usulan itu ialah menambah metode pemungutan suara, selain melalui tempat pemungutan suara (TPS), juga dapat melalui kotak suara keliling. Selain itu, waktu pemungutan suara diperpanjang dari pukul 07.00-13.00 WIB menjadi pukul 07.00-15.00 WIB.
Selain itu, rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat dilakukan secara manual atau elektronik; pengaturan kampanye dalam bentuk lain (rapat umum, kegiatan kebudayaan, olahraga, perlombaan, konser musik) sebagaimana diatur di UU Pilkada hanya boleh secara daring; serta penerapan sanksi pidana bagi pelanggar protokol pencegahan Covid-19.
”KPU mengapresiasi keinginan pemerintah mengeluarkan perppu agar pelaksanaan Pilkada 2020 lebih menjamin keselamatan semua pihak, baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih,” katanya.
Terkait pembahasan perppu, anggota Bawaslu M Afifuddin mengatakan, Bawaslu belum mengajukan usulan secara khusus. Namun, pihaknya menyambut baik jika ada pengaturan sanksi pelanggaran protokol kesehatan di perppu, sebab aturan yang ada saat ini belum mengatur dengan tegas.
Butuh waktu
Anggota KPU 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, mengatakan, lima usulan KPU untuk diakomodasi di perppu sebagai upaya membuat pilkada yang lebih sesuai dengan kondisi pandemi. Namun, untuk mengaplikasikan lima hal itu diperlukan kesiapan dan waktu. Jika benar usulan itu diakomodasi di perppu, perlu sosialisasi perppu dan penyiapan teknis di lapangan secara detail.
Penyiapan secara seksama butuh waktu 3-4 bulan sehingga mematok pemungutan suara harus dilakukan pada 9 Desember dinilai terburu-buru.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengaku prihatin dengan kabar penyelenggara pemilu terpapar Covid-19. Namun, dia menilai harus dilacak penyebabnya apakah terkait tahapan pilkada ataukah tidak.
Doli menegaskan, sampai saat ini, jadwal pilkada tidak berubah, yakni 9 Desember 2020. Belum ada opsi untuk menunda pilkada. Rapat kerja, hari Senin besok, akan membahas pengetatan protokol kesehatan Covid-19, dan pembahasan rumusan sanksi yang diminta DPR dalam raker sebelumnya. Rencana pembentukan perppu terkait pemberian sanksi juga akan ditanyakan ke pemerintah. (EDN/REN/GAL)