Pemerintah diminta segera menetapkan standar harga, waktu, dan kualitas tes usap Covid-19. Ini diperlukan untuk memberi kepastian dan rasa adil bagi masyarakat yang kini mulai melakukan swapemeriksaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesadaran warga menjalani pemeriksaan Covid-19, baik dengan tes usap secara mandiri maupun difasilitasi pemerintah, semakin tinggi. Namun, pemeriksaan itu terhambat belum adanya standardisasi harga dan mutu tes. Padahal, pemeriksaan spesimen secara masif itu penting guna memutus rantai penularan.
Untuk itu, pemerintah segera menerbitkan aturan terkait standardisasi pemeriksaan Covid-19 dengan tes usap. Aturan ini terutama terkait standardisasi harga dan mutu tes.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto, aturan standardisasi tes usap dengan metode PCR (reaksi rantai polimerase) segera ditetapkan. Surat keputusan standardisasi tes usap itu direncanakan terbit Senin (21/9/2020). ”Sementara (mengenai hal yang diatur) tak boleh mendahului. Tunggu saja,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (19/9/2020).
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Kurniasih Mufidayati, menilai kesadaran warga memeriksakan diri secara mandiri terkait Covid-19 dengan tes usap semakin tinggi. Karena itu, kepastian harga yang adil dan sesuai kemampuan warga perlu dipertimbangkan.
Aturan standardisasi harga pemeriksaan dengan tes usap dinilai penting untuk mencegah adanya pihak mencari keuntungan dari pemeriksaan itu. Di sisi lain, pemerintah memperluas akses pemeriksaan bagi warga yang punya kontak erat dengan kasus positif Covid-19.
”Kualitas dan standardisasi tes PCR penting agar proses 3T (tracing, testing, dan treatment) berjalan optimal guna mendukung pencegahan penularan Covid-19. Selain peningkatan dalam jumlah testing (pemeriksaan), pemerintah juga harus memastikan pengumuman hasil tes lebih cepat agar tracing (penelusuran kontak erat) dan treatment (perawatan) segera dilakukan,” kata Kurniasih.
Sejumlah daerah memperluas pemeriksaan spesimen terkait Covid-19. Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, misalnya, menggunakan strategi jemput bola. Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sebagaimana diberitakan Kompas.id, Sabtu (19/9/2020), hal itu disebabkan ada pasien rawat jalan enggan melakukan tes usap di puskesmas.
Kepentingan publik
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menuturkan, tes usap saat ini menjadi kepentingan publik, terutama dalam menghadapi pandemi Covid-19. Dengan begitu, adanya standardisasi menjadi keniscayaan untuk menjamin keamanan dan keselamatan masyarakat.
Terkait dengan harga yang berbeda, ia menambahkan, itu dapat menimbulkan kebingungan dan keraguan pada masyarakat. Dengan harga yang lebih murah apakah kualitas yang ditawarkan akan lebih rendah. Bahkan, pemerintah pun tidak secara terbuka menyampaikan jenis dan kualitas produk tes usap yang tersedia saat ini.
”Idealnya, standardisasi harga, kualitas, serta waktu pemeriksaan harus diatur dan disampaikan secara terbuka oleh pemerintah kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat semakin dibingungkan dengan kondisi pandemi yang tidak menentu saat ini,” tutur Ede.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan, Minggu (20/9/2020), dari 19.973 orang yang diperiksa, jumlah kasus harian bertambah 3.989 orang. Itu berarti positivity rate atau tingkat kepositifan 14,2 persen atau jauh lebih tinggi daripada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 5 persen.
Dengan demikian, jumlah kumulatif kasus Covid-19 sebanyak 244.676 orang. Adapun jumlah pasien sembuh bertambah 2.977 orang sehingga total 177.327 orang. Adapun angka kematian 105 orang sehingga total 9.553 pasien meninggal.
Provinsi dengan penambahan kasus Covid-19 tertinggi, kemarin, di antaranya DKI Jakarta (1.138 kasus), Jawa Barat (427 kasus), Jawa Timur (336 orang), Jawa Tengah (303 kasus), Riau (298 orang), Banten (179 orang), dan Sulawesi Selatan (174 orang). (IQBAL BASYARI/EVY RACHMAWATI)