MAKI: Kasus Joko Tjandra Terstruktur, Sistemik, dan Masif
›
MAKI: Kasus Joko Tjandra...
Iklan
MAKI: Kasus Joko Tjandra Terstruktur, Sistemik, dan Masif
KPK belum juga mengambil alih kasus Joko Soegiarto Tjandra dalam kasus dugaan suap terhadap jaksa Pinangki, oknum Polri serta Kejaksaan. MAKI pun menyerahkan kasus yang dinilai bersifat terstruktur, sistemik, dan masif.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI telah menyerahkan materi perkara yang melibatkan Joko Soegiarto Tjandra bersama Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking, yang bersifat terstruktur, sistemik, dan masif setebal 200 halaman kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika KPK tidak segera menanganinya, MAKI berencana melakukan gugatan praperadilan terhadap KPK.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dalam keterangan tertulis, Senin (21/9/2020), mengatakan, pihaknya telah menyerahkan materi tentang dugaan permufakatan jahat antara Pinangki dan Anita dalam membantu pengurusa fatwa dari Mahkamah Agung. Fatwa tersebut diperlukan untuk membantu pembebasan Joko S Tjandra dari pidana penjara dua tahun atas perkara cessie Bank Bali.
Boyamin mengatakan, pihaknya telah menyerahkan dokumen terdiri 200 halaman kepada KPK. Pihaknya juga menyampaikan penjelasan kepada KPK disertai tambahan dokumen lain dan analisis yang relevan pada hari Jumat lalu. Salah satu yang disampaikan adalah adanya sebutan ”Bapakku” dan ”Bapakmu”, serta ”King maker”.
Kami tetap meminta KPK untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan baru atas bahan materi ”Bapakku” dan ”Bapakmu” dan ”King maker” karena telah terstruktur, sistemik, dan masif atas perkara rencana pembebasan JST.
”Kami tetap meminta KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan baru atas bahan materi ’Bapakku’ dan ’Bapakmu’, dan ’King maker’ karena telah terstruktur, sistemik, dan masif atas perkara rencana pembebasan JST,” kata Boyamin.
Sebelumnya, MAKI juga telah melaporkan beberapa nama yang diduga terlibat dalam pengurusan Fatwa MA kepada KPK. Beberapa nama tersebut, antara lain, T, DK, BR, HA, dan SHD, serta PG.
Menurut Boyamin, bahan tersebut mestinya dapat digunakan KPK untuk melakukan supervisi dalam gelar perkara bersama Kejaksaan dan Kepolisian. Namun, jika KPK tidak menindaklanjuti materi dan informasi tersebut, MAKI berencana melakukan gugatan praperadilan kepada KPK.
Mekanisme gugatan praperadilan tersebut, lanjut Boyamin, dilakukan sebagai sarana untuk membuka isi dokumen tersebut. Dengan demikian, publik dapat mengetahuinya secara sah di hadapan hakim.
Praperadilan Napoleon Bonaparte
Secara terpisah, kuasa hukum Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, Putri Maya Rumanti, mengatakan, hari ini dijadwalkan sidang praperadilan dengan pemohon Irjen Napopeon Bonaparte di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemohon menggugat Pemerintah Republik Indonesia cq Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas penetapannya sebagai tersangka.
Kami sudah di PN Jakarta Selatan menunggu jadwal sidang. Pak Napoleon Bonaparte juga hadir.
”Kami sudah di PN Jakarta Selatan menunggu jadwal sidang. Pak Napoleon Bonaparte juga hadir,” kata Putri. Permohonan praperadilan Napoleon didaftarkan pada 2 September lalu dengan nomor perkara 115/Pid.Pra/2020/PN JKT.SEL.
Napoleon merupakan salah satu tersangka perkara dugaan korupsi untuk penghapusan daftar pencarian orang (DPO) atas nama Joko S Tjandra. Adapun tersangka lainnya adalah Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo, Joko S Tjandra, dan Tommy Sumardi.
Terkait dengan kasus penggunaan surat jalan palsu, penyidik Bareskrim telah mengirimkan kembali berkas perkaranya ke jaksa penuntut umum (JPU) pada Kamis (17/9) lalu. Pada kasus itu, penyidik menetapkan Joko S Tjandra, Anita Kolopaking, dan Prasetijo Utomo sebagai tersangka. Adapun untuk berkas perkara penghapusan DPO atas nama Joko S Tjandra, penyidik Bareskrim berencana mengirimkannya kembali ke JPU hari ini.