Pandemi Tuntut Tenaga Kerja Beradaptasi pada Keahlian Baru
›
Pandemi Tuntut Tenaga Kerja...
Iklan
Pandemi Tuntut Tenaga Kerja Beradaptasi pada Keahlian Baru
Para pencari kerja dituntut dapat beradaptasi pada keahlian-keahlian baru yang dibutuhkan perusahaan. Pasalnya, pandemi mendorong banyak pemberi kerja melakukan transformasi atau diversifikasi bisnis.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pencari kerja dituntut dapat beradaptasi pada keahlian-keahlian baru yang dibutuhkan perusahaan. Pasalnya, pandemi mendorong banyak pemberi kerja melakukan transformasi atau diversifikasi bisnis.
Ratri sudah lima bulan menjadi penganggur. Perempuan berusia 26 tahun itu sebelumnya bekerja sebagai pegawai administrasi di agen perjalanan. Sejak Mei 2020, ia terkena pemutusan hubungan kerja karena merosotnya industri pariwisata.
Saat dihubungi pada Senin (21/9/2020), Ratri mengaku masih terus memantau lowongan kerja baru, sembari menunggu panggilan kerja dari perusahaan yang ia coba daftarkan. Di sela-sela pencarian tersebut, ia mencoba mempelajari keahlian kreator konten digital.
”Saya merasa perlu belajar keahlian itu karena pekerjaan di bidang administrasi sudah lama digantikan teknologi. Pandemi semakin memaksa saya untuk punya keahlian digital supaya bisa segera mendapat pekerjaan yang sedang banyak dicari sekarang,” tuturnya.
Kesadaran serupa dimiliki Kelvin (22) yang belum memiliki pekerjaan tetap setelah setahun lulus kuliah sebagai sarjana ekonomi. Di tengah situasi pandemi yang tidak menentu, ia pun mencoba menggali ilmu baru untuk menyesuaikan permintaan.
”Kemarin-kemarin saya sempat hajar pekerjaan apa saja. Tetapi, belakangan ini saya coba mendalami ilmu pemasaran, dari buku dan kelas online. Saya merasa perlu pelajari ilmu itu secara khusus karena banyak lowongan juga di sana,” katanya.
CEO TopKarir Indonesia Bayu Janitra Wiroatmodjo mengatakan, perekrutan yang dilakukan klien perusahaan di portal mereka kini banyak mencari tenaga kerja dengan keahlian baru. Keahlian itu, antara lain, terkait keahlian digital untuk memenuhi kebutuhan transformasi bisnis.
”Beberapa bulan belakangan ini banyak permintaan ke arah teknologi, seperti data analyst, data science, atau data engineer,” katanya dalam diskusi virtual beberapa hari lalu.
Tren tersebut terlihat sejak Mei hingga Juni 2020. Kebutuhan itu terjadi karena banyak perusahaan mencoba strategi bisnis baru untuk merespons pandemi. Meski banyak lowongan menuntut keahlian spesifik, TopKarir juga mencatat banyak perusahaan yang siap membantu pengembangan karier angkatan kerja.
Anne Patricia Sutanto, Vice CEO PT Pan Brothers Tbk, mengatakan, perusahaan penyedia pakaian itu tetap melakukan perekrutan selama pandemi. Perekrutan itu dibutuhkan seiring kebutuhan baru bisnis yang juga mengerjakan pembuatan alat pelindung diri dan masker.
”Pada proses pembuatan alat pelindung diri dan masker, ada pekerjaan tambahan yang membutuhkan sumber daya manusia lebih dengan keahlian berbeda-beda. Oleh karena itu, calon karyawan baru yang kami cari pun harapannya bisa mengembangkan dirinya dan beradaptasi dengan cepat,” tuturnya.
Anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, M Aditya Warman, berpendapat, pengembangan keahlian menjadi krusial dilakukan saat ini. Bahkan, sebelum ada pandemi, keahlian angkatan kerja di Indonesia telah tertinggal dengan perkembangan bisnis yang selalu mengikuti kemajuan pesat teknologi.
”Talenta kita ternyata kalah cepat dengan pengembangan bisnisnya. Perubahan teknologi bahkan lebih cepat dari produktivitas bisnis sehingga ada gap,” kata Aditya yang merujuk pada survei lembaga akuntan global, Deloitte, pada 2019.
Untuk mengisi gap atau jarak tersebut, menurut dia, perusahaan tidak harus mengadakan pelatihan khusus. Keahlian baru bisa diajarkan melalui proses bekerja secara natural dan langsung dengan menyediakan mentor bagi karyawan baru. Strategi itu juga bisa dilakukan untuk memutar jabatan karyawan lama.
Meski demikian, tambah Aditya, saat ini proses tersebut belum banyak dijalankan perusahaan dan karyawan lama. Akibatnya, banyak perusahaan memilih mengurangi karyawan selama pandemi.
”Saat ini kita harus menghadapi 6,5 juta penganggur yang akan ambil BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, ada 20 juta lebih orang akan dirumahkan. Ini terjadi karena semua masih dalam mode bertahan hidup,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per Agustus 2020, sebanyak 3,5 juta pekerja telah terdampak pandemi. Sebanyak 1,13 juta pekerja dirumahkan, sementara yang terkena pemutusan hubungan kerja mencapai 383.645 orang.