Perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia masih terbatas. Kapasitas dan daya tarik ditingkatkan untuk memperluas pangsa pasar.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pangsa pasar lembaga keuangan syariah yang masih terbatas di tengah pertumbuhan aset membuat industri ini masih perlu meningkatkan kapasitas produk dan layanan. Pertumbuhan permintaan terhadap produk keuangan syariah akan mengoptimalkan kapasitas.
Saat membuka Forum Riset Ekonomi Keuangan Syariah (FREKS) XVIII, Senin (21/9/2020), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, penguatan kapasitas lembaga keuangan syariah perlu terus digenjot meskipun aset keuangan syariah mencatatkan pertumbuhan positif.
”Jumlah industri keuangan syariah banyak dengan produk bervariasi, tetapi belum memiliki lembaga keuangan syariah yang besar. Di industri perbankan, misalnya, belum ada bank syariah yang masuk kelompok BUKU IV,” kata Wimboh.
Bank BUKU IV memiliki modal inti di atas Rp 30 triliun.
Total aset keuangan syariah di Indonesia per Juli 2020 tumbuh 20,61 persen dibandingkan dengan Juli 2019, menjadi Rp 1.639,08 triliun. Nilai tersebut meliputi aset pada perbankan syariah Rp 542,83 triliun dengan pangsa pasar 6,11 persen, industri keuangan non-bank (IKNB) Rp 110,29 triliun dengan pangsa 4,39 persen, dan pasar modal Rp 985,96 triliun dengan pangsa 17,8 persen.
Pertumbuhan aset ditopang jumlah lembaga jasa keuangan syariah yang terus bertambah. Hingga Juni 2020, OJK mencatat ada 14 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, dan 162 BPR syariah.
Sementara di industri keuangan non-bank terdapat 215 lembaga jasa keuangan syariah yang di antaranya termasuk perusahaan asuransi, pembiayaan, penjaminan, dan lembaga keuangan mikro syariah.
Wimboh menilai, total aset tersebut bisa menjadi modal bagi industri syariah untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sayangnya, saat ini industri keuangan syariah seolah-olah hanya memikirkan cara untuk bertahan alih-alih memikirkan langkah pengembangan daya saing produk dan layanan.
Sayangnya, saat ini industri keuangan syariah seolah hanya memikirkan cara untuk bertahan hidup alih-alih memikirkan langkah pengembangan daya saing produk dan layanan. (Wimboh Santoso)
”OJK berupaya meningkatkan skala ekonomi industri keuangan syariah melalui peningkatan nominal modal minimum maupun akselerasi konsolidasi dengan membangun permintaan terhadap produk keuangan syariah,” kata Wimboh.
Meskipun Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, tingkat literasi keuangan syariah hanya 8,11 persen dengan tingkat inklusi keuangan syariah 9,1 persen. Program peningkatan literasi dan perluasan akses keuangan syariah perlu semakin intensif melalui sosialisasi dan edukasi yang masif.
”Dengan begitu, diharapkan masyarakat akan lebih mengenal dan punya keinginan menggunakan produk dan layanan keuangan syariah,” kata Wimboh
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti profitabilitas lembaga keuangan syariah yang dinilai masih sangat terbatas dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional. Padahal, ekonomi syariah punya kelebihan berupa daya tarik nilai-nilai keislaman yang melekat pada setiap produk dan layanannya.
”Institusi keuangan syariah menerapkan prinsip keislaman yang artinya tidak ada korupsi, tidak ada manipulasi, dan itu adalah wajah Islam yang merupakan suatu daya tarik dan daya saing yang luar biasa,” jelas Sri Mulyani.
Ia mengajak seluruh akademisi untuk terus membangun dan meneliti seluruh aspek industri keuangan syariah dari semua elemen, baik data mikro mengenai tata kelola, efektivitas, efisiensi, maupun kemampuan untuk berkembang. Melalui riset, pemerintah bisa mendapatkan rekomendasi langkah yang tepat untuk mendorong peningkatan serta penguatan industri keuangan dan ekonomi syariah.
”Pemerintah juga membutuhkan rekomendasi yang berbasis pada data dan fakta untuk kemudian diramu menjadi kebijakan yang dapat mendorong terciptanya institusi keuangan syariah yang inovatif, kompetitif, inklusif, produktif, dan kreatif,” ujar Sri Mulyani.
Rantai pasok
Salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mendorong ekosistem pembiayaan syariah, menurut dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung, Yuliani Dwi Lestari, adalah pengembangan rantai pasok halal. Pengembangan ini bermanfaat serta memberikan nilai tambah bagi produk serta layanan syariah.
Merujuk hasil penelitiannya, rantai pasok halal akan meningkatkan ketertarikan dari konsumen produk halal untuk membeli produk atau menggunakan layanan yang ditawarkan. Rantai pasok terdiri atas sejumlah hal, di antaranya layanan penyimpanan, transportasi, dan distribusi.
”Prinsip utamanya adalah mengeliminasi proses kontaminasi saat penyimpanan dan pengiriman serta kesalahan penanganan sehingga menjamin kehalalan dari hulu hingga hilir,” katanya.
Rantai pasok halal akan meningkatkan ketertarikan dari konsumen produk halal untuk membeli produk atau menggunakan layanan yang ditawarkan.
Rantai pasok halal akan meningkatkan ketertarikan konsumen guna membeli produk dan layanan halal sehingga secara perlahan juga akan meningkatkan pangsa pasar pembiayaan berbasis syariah. Upaya ini akan semakin optimal apabila sinergi antara lembaga keuangan syariah, pelaku industri halal, organisasi kemasyarakatan berbasis agama, dan asosiasi lainnya terjalin dengan baik.