Reaktivasi Jalur KA Cianjur-Cipatat untuk Picu Konektivitas Bandung-Jakarta
›
Reaktivasi Jalur KA...
Iklan
Reaktivasi Jalur KA Cianjur-Cipatat untuk Picu Konektivitas Bandung-Jakarta
Reaktivasi jalur sepanjang 30 kilometer ini diharapkan mampu meningkatkan keterhubungan Cianjur dengan daerah sekitar. Apalagi, Cianjur berada di antara dua kota besar, yaitu DKI Jakarta dan Bandung.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/CORNELIUS HELMY
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jalur kereta api Cianjur-Ciranjang-Cipatat resmi dibuka, Senin (21/9/2020). Reaktivasi jalur sepanjang 30 kilometer ini diharapkan bisa semakin meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi Bandung-Jakarta.
Diresmikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, jalur ini akan dilalui KA Siliwangi, yang sebelumnya melayani perjalanan Sukabumi-Ciranjang. Rangkaian KA Siliwangi terdiri dari enam kereta dengan kapasitas maksimal 636 penumpang. Namun, dalam penerapan protokol kesehatan, rangkaian ini hanya bisa memberangkatkan maksimal 445 penumpang.
KA Siliwangi akan melalui enam perjalanan dalam sehari. Total ada sembilan stasiun yang dilintasi. Stasiun itu adalah Sukabumi, Gandasoli, Cireungas, Lampegan, Cibeber, Cianjur, Ciranjang, Cipeuyeum, dan Cipatat.
Salah satu ikon di kawasan itu adalah Stasiun dan Terowongan Lampegan yang dibangun tahun 1879-1882. Hingga kini, keberadaannya vital dalam jaringan rel Bogor-Sukabumi-Bandung yang selesai dibangun pada 1884.
Jalur ini menjadi saksi kejayaan perkebunan di Priangan. Mulai dari Parakan Muncang hingga empat perkebunan teh besar di Cianjur, Gunung Kancana, Harjasari, Gunung Rosa, dan Gunung Manik. Empat perkebunan itu pernah memasok teh bagi perusahaan air minum kemasan nasional hingga ekspor ke Maroko.
Asal nama Lampegan sendiri diperkirakan berasal dari teriakan masinis ”Lampen aan..!” yang artinya kurang lebih ”nyalakan lampu”. Meski sempat lumpuh dihajar longsor, nasib Lampegan masih lebih baik ketimbang terowongan vital lainnya di Jawa Barat yang teramputasi, seperti Juliana, Hendrik, Wilhelmina, dan Philip.
Beragam jenis lokomotif berbahan bakar uap hingga kereta diesel pernah merasakan dinginnya Terowongan Lampegan. Hingga tahun 1982, lokomotif uap itu setia mengantar warga tiap pagi ke sekolah di Kota Cianjur. Masyarakat setempat memanggilnya ”Si Kuong” karena peluitnya berbunyi ”Kuong...kuong...!”
Dalam peresmian jalur yang dilaksanakan di Stasiun Cipeuyeum, Haruwangi, Cianjur, Budi Karya berharap jalur ini mampu semakin menjalin konektivitas Jakarta-Bandung. Dia yakin, apabila hal itu terwujud, masyarakat Cianjur bakal menerima manfaatnya.
”Peresmian ini memiliki arti besar. Konektivitas ini memastikan bahwa kami menganggap Cianjur sebagai bagian dari konstelasi yang besar,” ujar Budi Karya, dalam peresmian yang disiarkan melalui konferensi daring.
Direktur Jenderal Perkeretaapian di Kemenhub Zulfikri menjelaskan, jalur ini menjadi bagian dari reaktivasi jalur kereta api Cianjur-Padalarang yang dibagi menjadi tiga segmen. Segmen pertama, Cianjur-Ciranjang, telah dilalui KA Siliwangi sejak tahun 2019. Segmen kedua (Ciranjang-Cipatat) mulai dilalui hari ini. Rel di segmen ini telah ditingkatkan dari R33 dan bantalan besi menjadi R54 dan bantalan beton. Selain itu, dilakukan normalisasi beberapa badan jalan.
Untuk segmen ketiga (Cipatat-Padalarang), Zulfikri masih melakukan studi menentukan jalur yang bisa dibangun karena kondisi alam yang berbukit. Segmen sepanjang 13,8 kilometer ini menurut rencana baru dibangun pada 2022.
”Kami masih mencari trase-trase yang kira-kira efisien untuk dibangun di waktu mendatang karena kondisi geografis yang sulit,” ujarnya.
Jalur ini menjadi bagian dari reaktivasi jalur kereta api Cianjur-Padalarang yang dibagi menjadi tiga segmen.
Kompas pernah menjajal jalur Cianjur-Bandung jelang berakhirnya jalur itu di tahun 2009. Lokomotif khusus berkode BB 30425 buatan Krupp, Jerman, produksi tahun 1960-an merayap di jalur berat segmen tiga, dengan kemiringan hingga 3,6 persen atau 36 per mil di Rajamandala-Tagog Apu. Menegangkan. Rata-rata kemiringan jalur kereta api Indonesia 3 persen atau 30 per mil.
Akan tetapi, penumpang dimanjakan Karst Rajamandala hingga hamparan sawah serta pemandangan Sungai Citarum dan Sungai Cisokan. Jalur ini diyakini memudahkan akses wisatawan menuju Gunung Padang, situs megalitik tertua di Asia Tenggara, sekaligus memecah kemacetan di Padalarang-Rajamandala.
Lokomotif terakhir di jalur juga punya panggilan unik dari warga penggunannya. ”Argo Peuyeum”, begitu lokomotif itu biasa disebut. Selain karena melintasi daerah Cipeuyeum, kereta lebih sering membawa peyeum atau singkong fermentasi yang biasanya dijual di Bandung.
Menurut Zulkifri, reaktivasi jalur yang akan dilalui KA Siliwangi ini mampu meningkatkan perekonomian warga sekitar karena menambah aksesibilitas dan pergerakan warga di koridor Sukabumi hingga Padalarang. Hal ini dilihat dari waktu tempuh yang berkurang hingga 30 menit jika dibandingkan dengan menggunakan mobil. Waktu normal dari Sukabumi-Cipatat melalui jalan raya sekitar 3 jam.
”Mobilitas orang dan barang menjadi lebih efektif dan efisien. Jalur Cianjur-Ciranjang ini juga diminati karena peningkatan penjualan tiket KA Siliwangi ini meningkat hingga 50 persen semenjak dibukanya jalur tersebut,” tuturnya.
Mobilitas orang dan barang menjadi lebih efektif dan efisien. Jalur Cianjur-Ciranjang ini juga diminati karena peningkatan penjualan tiket KA Siliwangi ini meningkat hingga 50 persen semenjak dibukanya jalur tersebut.
Anggota Komisi V DPR, Neng Eem Marhamah, yang turut hadir dalam peresmian menyatakan apresiasi terhadap pembukaan jalur tersebut. Dia berujar, meski diapit dua kota besar DKI Jakarta dan Bandung, Cianjur masih seolah-olah terisolir. Hal tersebut terjadi karena kemacetan yang kerap terjadi di jalur lintas menuju Cianjur.
”Hampir semua waktu terbuang di jalan kalau mau ke Cianjur. Pabrik-pabrik dan lalu lintas kendaraan besar menambah kemacetan. Adanya jalur kereta api ini sangat bermanfaat bagi warga karena mobilitas yang tinggi akan meningkatkan perekonomian,” ujarnya.