Program SDM tidak boleh dikendurkan meski ada pandemi karena solusi vital pandemi, selain vaksin, adalah kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Selama vaksin virus korona baru penyebab Covid-19 belum tersedia, yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan diri dari serangan virus itu adalah laku 3M dan 3T.
Laku 3M itu adalah menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak, yang diimbangi dengan 3T (testing, tracing, dan treatment). Setelah beberapa bulan disosialisasikan, menurut harian ini tingkat kepatuhan warga untuk memakai masker kurang dari 70 persen. Kita masih melihat petugas menilang pelanggar penggunaan masker, sebagian diperlakukan santun, bahkan diberi masker, sebagian ada yang dihukum push-up, dan yang lain dikenai denda.
Dari soal penggunaan masker ini, kita bisa melihat betapa aneka ragam kondisi kapasitas sosial kita yang mewujud pada perilaku masyarakat. Ibaratnya, dari masker ini kita melihat spektrum lebar. Di satu sisi tidak paham atau masa bodoh dan di ekstrem lain disiplin, tak jarang disertai dengan gaya, seperti maskernya dibuat dengan desain, bermutu tapis tinggi, dan nyaman digunakan karena ada ruang sirkulasi udara. Kita bisa membahas panjang lebar kriteria masker yang aman dan layak pakai untuk menghindari Covid-19.
Jika angka optimistis 70 persen dapat kita pegang, tentu ini sudah baik untuk mengekang penyebaran virus. Namun, kita melihat hari demi hari sejauh ini kasus positif masih cenderung naik, secara nasional di kisaran hampir 4.000 per hari meski pelbagai usaha sudah dilakukan, wajar kalau kita berpikir masih ada yang salah dalam upaya kita.
Sebelumnya, kita memprihatinkan sumber daya manusia (SDM) di negeri ini, yang tampaknya masih sulit diberi tahu bahwa memakai masker adalah satu cara ampuh untuk memutus penularan Covid-19. Terkait ini, pikiran melayang pada masih rendahnya tingkat pendidikan rata-rata rakyat Indonesia. Selain itu, juga ada faktor meremehkan terhadap bahaya penyakit dan di luar ada pembawaan tidak patuh pada aturan birokrasi. Lebih memprihatinkan, tentu belum tibanya kesadaran bahwa memakai masker adalah wujud untuk saling menjaga diri sendiri dan orang lain di tengah pandemi.
Dalam kondisi seperti ini, kita ingin mengingatkan kembali program utama pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo, yaitu pembangunan SDM. Pandemi dan ketakpatuhan warga menggunakan masker memperlihatkan, kesadaran rakyat Indonesia belum sampai pada level yang diharapkan. Angel tuturane, ujaran bahasa Jawa, berarti ’sukar diberi tahu’.
Program SDM tidak boleh dikendurkan meski ada pandemi karena solusi vital pandemi, selain vaksin, adalah kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. Yang terakhir ini masih sulit kita harapkan ketika keterdidikan masyarakat masih rendah. ”Keterdidikan” tidak sekadar tinggi pendidikan atau lama seseorang menghabiskan waktu di bangku sekolah, tetapi lebih dari itu, adalah akal budi dan perilaku di tengah masyarakat.
Meminjam kolom Yudi Latif di harian ini, beberapa minggu lalu, kita menggarisbawahi, keterdidikan bangsa ini masih harus ditingkatkan. Kita tidak ragu mengatakan, terseok-seoknya kita mengatasi pandemi, antara lain, karena keterdidikan masyarakat belum memadai. Semoga ini bisa segera disadari.