Petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta menggagalkan ekspor 2,7 juta benih bening lobster yang akan dikirim ke Ho Chi Minh City, Vietnam. Kasus tersebut kini tengah ditangani aparat penegak hukum.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggagalan pengiriman benih bening lobster ke Vietnam oleh kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta kini memasuki ranah hukum. Sebanyak 12 perusahaan eksportir dan 2 pengusaha pengurusan jasa kepabeanan tengah menjalani pemeriksaan polisi.
Sebelumnya, kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta menggagalkan pengiriman benih lobster yang akan diekspor ke Ho Chi Minh City, Vietnam, Selasa (15/9/2020). Pengiriman benih lobster diduga dilakukan dengan memanipulasi dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) oleh eksportir dan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK).
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, hasil pemeriksaan 19 dokumen PEB ditemukan selisih lebih jumlah barang yang akan diekspor dalam jumlah signifikan. Eksportir dalam dokumen PEB memberitahukan total jumlah ekspor benih lobster 1,5 juta ekor. Setelah diperiksa, benih lobster yang akan diekspor 2,7 ekor.
”Perbedaan data dengan kenyataan di lapangan sangat signifikan. Untuk itu, Bea Cukai melakukan investigasi serta berkoordinasi dengan kepolisian dan Balai Karantina Hewan dan Ikan Bandara Soekarno- Hatta,” kata Heru dalam telekonferensi pers, Selasa (22/9/2020).
Bea Cukai telah melimpahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap 12 perusahaan eksportir dan 2 PPJK telah dibuat. Selanjutnya, status perusahaan eksportir dan PPJK akan ditentukan oleh hasil pemeriksaan kepolisian dan investasi lanjutan Bea Cukai.
Di sisi lain, selisih benih lobster yang dianggap ilegal sudah dilepasliarkan. Status barang dinilai sangat sensitif sehingga perlu tindakan cepat. Pelepasan benih lobster juga telah melalui persetujuan pengadilan negeri. ”Bea Cukai kini terus berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan kepolisian,” kata Heru.
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2020.
Sebelumnya, ekspor benih lobster dilakukan PT TAM dan PT ASI pada 12 Juli 2020 lalu. PT TAM mengekspor benih lobster sebanyak 60.000 ekor dan PT ASL sekitar 37.500 ekor yang dikemas dalam 7 koli.
Ekspor benih lobster pertama kali itu menuai pro dan kontra. Pengiriman benih lobster sudah berlangsung satu bulan sejak pemerintah menerbitkan kebijakan ekspor benih bening lobster. Persyaratan eksportir untuk mendapatkan kuota ekspor benih bening lobster, antara lain, sudah memanen hasil budidaya lobster berkelanjutan dan melepasliarkan 2 persen hasil panen.
Menanggapi kasus penyelundupan benih lobster, Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga, dalam siaran pers, mengatakan, pengawasan lalu lintas ekspor impor harus diperketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang sekaligus mengantisipasi potensi kebocoran penerimaan negara.
”Bea Cukai harus mengencangkan ikat pinggang untuk menekan pelanggaran. Di sisi lain, upaya pemberantasan juga tidak akan bisa maksimal tanpa peran aktif masyarakat,” kata Eriko.