Protokol Kesehatan di Kawasan Industri Gagal Tekan Kasus Covid-19
›
Protokol Kesehatan di Kawasan ...
Iklan
Protokol Kesehatan di Kawasan Industri Gagal Tekan Kasus Covid-19
Meski protokol kesehatan diterapkan secara ketat, kawasan industri tetap rentan jadi kluster Covid-19. Ini karena mayoritas kasus bermula dari penularan di luar perusahan.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan di kawasan industri secara ketat ternyata tidak ampuh mengendalikan kasus Covid-19 di kawasan industri. Salah satunya karena aktivitas karyawan lebih banyak di luar lingkungan perusahaan. Intervensi pemerintah daerah untuk memastikan seluruh masyarakat mematuhi protokol kesehatan menjadi kunci mengendalikan kasus Covid-19 di kawasan industri.
Dari data Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Kabupaten Bekasi, kasus Covid-19 dari perusahaan mesin pencetak di kawasan industri EJIP, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, hingga Selasa (22/9/2020) mencapai 398 kasus. Angka ini masih berpotensi bertambah karena, dari 4.000 karyawan yang menjalani tes usap tenggorokan (swab), belum semua spesimen selesai diperiksa.
Secara keseluruhan, jumlah karyawan yang terinfeksi Covid-19 di kawasan industri Bekasi mencapai 869 kasus dari 46 perusahaan. Akumulasi kasus Covid-19 di Kabupaten Bekasi hingga Selasa mencapai 2.000 kasus. Rinciannya, 1.722 kasus sembuh, 48 kasus meninggal, dan 230 kasus masih dirawat atau isolasi mandiri.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J Supit mengatakan, Kadin baru saja menggelar pertemuan virtual dengan Kadin daerah di seluruh Indonesia. Dari diskusi itu, Kadin daerah diminta mendorong para pelaku usaha agar meningkatkan aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3), termasuk penanganan masalah Covid-19.
”Di kawasan industri, pemahaman terhadap protokol kesehatan sudah cukup baik. Di dalam pabrik meskipun sudah ada (protokol kesehatan), tetapi mesti selalu diingatkan agar penerapannya betul-betul tegas,” kata Antonius, dihubungi dari Jakarta, Selasa sore.
Ketegasan penerapan protokol kesehatan seharusnya seimbang saat karyawan sudah berada di luar perusahaan. Namun, perusahaan dinilai tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol karyawannya sejauh itu.
”Di sini peranan pemerintah daerah yang harus betul-betul (serius dengan) menurunkan aparat agar mendidik mulai dari saat menunggu di transportasi publik hingga sampai ke rumah. Pengawasannya harus ketat,” ujar Antonius.
Intervensi pemerintah daerah sangat dibutuhkan agar, dalam lingkungan pergaulan masyarakat, para karyawan selalu mengenakan masker, menjaga jarak, dan berusaha menghindari kerumunan. Di Malaysia, misalnya, pemerintah menerapkan kebijakan movement restriction atau pembatasan pergerakan. Di negara itu, dalam satu rumah hanya satu orang, terutama kepala keluarga, yang boleh keluar dengan jarak tempuh maksimal 10 kilometer. Kebijakan movement restriction di Malaysia dinilai berjalan efektif. Hal ini pun berdampak baik pada kegiatan operasional perusahaan karena potensi karyawan tertular Covid-19 di lingkungan kerja minim.
Meski demikian, pembatasan pergerakan orang di Malaysia tak harus diberlakukan di Indonesia karena sebagian warga masih perlu keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jadi, pemerintah daerah diminta untuk memastikan warga patuh dan bertindak tegas pada pelanggar protokol kesehatan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bekasi Sutomo menambahkan, pengendalian kasus Covid-19 di kawasan industri ada pada kesadaran karyawan. Ini karena memperketat protokol kesehatan hingga edukasi di lingkungan perusahaan tidak sepenuhnya dilaksanakan karyawan saat di luar perusahaan.
”Saya justru mengapresiasi perusahaan yang mampu menemukan banyak kasus karena melakukan pemeriksaan Covid-19. Sebagian perusahaan sudah mencoba semaksimal mungkin, tetapi karyawan hanya delapan jam di pabrik,” ucapnya.
Perusahaan sudah menerapkan dengan ketat kebijakan pembagian jam kerja dan pembatasan jumlah karyawan hingga 50 persen dari total karyawan. Ada perusahaan yang membuat aplikasi pantau pekerja untuk mengawasi pergerakan karyawan saat di luar perusahaan.
”Saya tidak yakin penularan ada di dalam pabrik. Sebab, di dalam pabrik, mereka semua diwajibkan taat protokol kesehatan. Namun, ketika karyawan pulang ke rumah, kami tidak tahu apa yang mereka lakukan,” ucapnya.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Bekasi Alamsyah mengatakan, penularan Covid-19 di kawasan industri Bekasi sebagian besar berasal dari luar atau imported case. Kasus di perusahaan paling banyak ditularkan oleh orang tanpa gejala (OTG). ”Kebanyakan (kasus) awalnya imported case dari OTG. Kemudian terjadi transmisi lokal di perusahaan,” kata Alamsyah.
Adapun untuk menekan kasus Covid-19 di daerah itu, termasuk di kawasan industri, Pemerintah Kabupaten Bekasi memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala mikro. Kebijakan ini masih menunggu terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Bekasi tentang PSBM.
Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi Rusdi Haryadi mengatakan, dari kajian Komisi IV, ledakan kasus Covid-19 di Kabupaten Bekasi terjadi akibat tidak ada ketegasan pemerintah kabupaten dalam menegakkan aturan, terutama kepatuhan pada protokol kesehatan. Padahal, dalam setiap keputusan perpanjangan kebijakan PSBB, selalu tercantum sanksi-sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
”Akan tetapi, di lapangan penegakannya memble sehingga ledakan kasus Covid-19 ini terjadi. Kasus di kluster industri ini ada kaitan dengan tidak tegasnya pemerintah menegakkan aturan PSBB,” kata anggota DPRD Fraksi PKS itu.
Kawasan industri, kata Rusdi, cukup disiplin dalam penerapan protokol kesehatan dan penyesuaian jadwal kerja bagi karyawan. Jadi, ledakan kasus dari kluster industri diduga berasal dari lingkungan masyarakat.
”Penegakan PSBB itu lemah di lingkungan. Apalagi dengan adaptasi kebiasaan baru ini masyarakat kita menganggap biasa saja,” katanya. Rusdi pun meminta agar kebijakan PSBM atau apa pun bentuknya harus ada ketegasan dalam penegakan hukum.
Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono. Menurut dia, kesehatan karyawan, termasuk keluarga para karyawan, merupakan tanggung jawab perusahaan. Manajemen perusahan berkewajiban mengedukasi karyawannya, termasuk edukasi terkait kesadaran dalam mematuhi protokol kesehatan.
”Di luar pabrik atau dalam pabrik, mereka tetap karyawan perusahaan. Perusahaan punya tanggung jawab memantau karyawan, mulai dari pabrik, kembali ke rumah, bahkan saat beraktivitas di lingkungan masyarakat. Jadi, perusahaan harus terus megedukasi karyawannya agar selalu taat protokol kesehatan di mana pun dia berada,” tuturnya.
Covid-19 yang muncul di lingkungan perusahaan dengan jumlah karyawan terinfeksi mencapai ratusan kasus menunjukkan kalau protokol kesehatan dalam lingkungan perusahaan tidak berjalan baik. Jika semua karyawan taat protokol kesehatan, risiko terjadi transmisi penularan Covid-19 dalam pabrik pun sebenarnya minim. ”Sebagian mungkin tertular dari luar, tetapi tidak mungkin ratusan karyawan itu tertular di luar perusahaan,” katanya.