Benny Prawira Siauw, Cahaya untuk Isu Kesehatan Mental
Di Indonesia, isu kesehatan mental dan bunuh diri sering dikaitkan dengan keimanan seseorang. Akibatnya, masalah sebenarnya tidak terungkap.
Bagi sebagian orang, membicarakan kesehatan mental masih dianggap tabu dan diliputi stigma. Dampaknya bisa membuat orang yang mengalami gangguan mental semakin takut mencari bantuan dan berujung ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Melihat fenomena ini, Benny Prawira Siauw (31) mendirikan Into the Light Indonesia untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat mengenai kesehatan jiwa dan mencegah bunuh diri.
Benny merupakan suicidolog dan penggiat kesehatan jiwa remaja. Sejak 2013, ia menginisiasi Into the Light Indonesia Suicide Prevention Community for Advocacy, Research, and Education atau Into the Light Indonesia.
Ketika menempuh pendidikan S-1 psikologi di Universitas Bunda Mulia, Benny sering menjadi tempat curhat teman-temannya. ”Ada beberapa orang yang mengatakan malas hidup dan ingin mati saja. Saya kemudian mencari tahu mengenai isu kesehatan mental dan kasus-kasus bunuh diri di Indonesia,” ujarnya, Jumat (11/9/2020).
Setelah melakukan riset sederhana, pria yang menempuh pendidikan magister psikologi sosial kesehatan di Unika Atma Jaya ini menemukan fakta bahwa sumber-sumber literasi kesehatan mental di Indonesia masih sangat sedikit, kurang populer, dan ditulis dengan pendekatan ilmiah yang sulit dipahami masyarakat umum. Diskusi mengenai kesehatan mental dan bunuh diri juga masih terbatas dilakukan oleh tenaga professional dan menjelang hari-hari penting.
Pada 2012, Benny terlibat dalam kepanitiaan untuk seminar Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober. Seminar itu mendapatkan respons positif dari para peserta. Benny kemudian mendapatkan ide membuat komunitas untuk membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai isu-isu kesehatan mental.
Komunitas yang didirikannya ini rutin membuat riset serta memberikan edukasi dan advokasi mengenai kesehatan jiwa. Beberapa topik yang dibahas adalah mengenali tanda bahaya bunuh diri dan cara mengatasi sebagai orang terdekat. Ia juga mendampingi individu di populasi rentan dan penyintas kehilangan bunuh diri, yakni orang-orang yang ditinggal bunuh diri orang terdekatnya.
Benny mendorong masyarakat menghindari perilaku memberi label negatif, merundung, menghakimi, atau menilai negatif korban bunuh diri. Hal ini penting untuk melindungi keluarga dan kerabat dari dampak yang lebih mendalam serta memberi ruang kepada keluarga agar dapat berduka secara wajar.
Jarang sekali ada orang yang mau mengakui dirinya sedang tidak baik-baik saja. Ada ekspektasi sosial yang harus dipenuhi sehingga kita tidak mau mengakui kondisi mental sebenarnya.
Benny mengatakan, pembicaraan mengenai kesehatan mental di Indoensia masih dianggap tabu dan sering disepelekan. ”Contohnya kalau ada orang yang mengeluhkan sesuatu, orang lain merespons dengan meminta ’jangan mengeluh’,” ucap Benny. ”Ketika seseorang bertanya apa kabar, kita selalu menjawab ’kabar baik’. Jarang sekali ada orang yang mau mengakui dirinya sedang tidak baik-baik saja. Ada ekspektasi sosial yang harus dipenuhi sehingga kita tidak mau mengakui kondisi mental sebenarnya,” ujar Benny.
Ketika semua orang menormalisasi pembicaraan mengenai depresi dan kecemasan, menurut Benny, ini akan menyulitkan orang-orang tertentu yang membutuhkan pertolongan. Selain itu, tidak semua orang mempunyai kemewahan mengakses layanan kesehatan mental profesional.
Dengan komunitas Into the Light, Benny membawa isu kesehatan mental menjadi topik inklusif yang bisa diakses semua orang. Topik ini tidak lagi dikuasai oleh kelompok masyarakat tertentu, seperti yang mempunyai uang dan bisa mengakses treatment.
Dengan beragamnya kelompok masyarakat di Indonesia, disertai masih minimnya tenaga ahli yang bisa mendampingi pasien, menurut Benny, kesehatan mental seharusnya memang menjadi tanggung jawab bersama. Apalagi, kasus bunuh diri bisa menimpa siapa saja, mulai dari selebritas, musisi, pekerja profesional, orang dewasa, hingga pelajar dan remaja.
Survei Kementerian Kesehatan 2015 menunjukkan, sebanyak 5,14 persen siswa SMP-SMA berpikir ingin bunuh diri, sebanyak 5,54 persen siswa berencana bunuh diri, dan 2,39 persen siswa pernah melakukan percobaan bunuh diri. Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan bunuh diri. ”Pada remaja, misalnya, kecenderungan bunuh diri bisa disebabkan masalah dukungan keluarga, ekonomi, dan perasaan kesepian,” katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, penting membangun sistem dukungan sosial, membangun komunitas positif dan harapan kolektif untuk menjalani hidup lebih baik lagi. Tugas ini bukan milik tenaga professional atau pemerintah semata, melainkan juga tanggung jawab bersama.
Di Indonesia, isu kesehatan mental dan bunuh diri sering dikaitkan dengan keimanan seseorang. Padahal, kata Benny, orang-orang yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri bukan tanda kurang iman atau kurang tekun dalam beragama. ”Mereka tahu, kok, kalau akan dipermalukan masyarakat karena itu dianggap tidak benar secara moral.”
Daripada mempertanyakan keimanan seseorang atau berdebat mengenai surga dan neraka, lebih baik bertanya kepada diri sendiri apakah sudah mengulurkan tangan ketika melihat seseorang yang hidup terpuruk.
Daripada mempertanyakan keimanan seseorang atau berdebat mengenai surga dan neraka, Benny mengajak setiap orang untuk bertanya kepada diri sendiri apakah sudah mengulurkan tangan ketika melihat seseorang yang hidup terpuruk. ”Ketika ada seseorang yang mencari bantuan profesional untuk mengatasi gangguan mental, bukan berarti itu tanda kurang iman. Itu merupakan bentuk rasa syukur dengan kehidupan sehingga orang tersebut ingin memperbaiki kualitas hidupnya,” tutur pria yang suka olahraga dan menulis puisi ini.
Bantuan psikolog
Sebelum mendirikan komunitas Into the Light, Benny pernah merasakan bolak-balik menemui psikolog untuk mengatasi gangguan kecemasan. ”Aku pernah menangis selama berminggu-minggu tanpa alasan yang jelas. Setelah aku dialog pada diri sendiri, aku sadar mungkin ini tanda bahwa ada sesuatu pada diriku yang tidak aku dengarkan, sekaligus jadi tanda aku memerlukan bantuan profesional,” ujar Benny seperti disampaikan di Youtube Menjadi Manusia.
Bantuan profesional serta dukungan dari teman-teman membuat Benny bertahan. Kalau dulu ia sering merasa berjalan seorang sendiri, kini ia bangkit untuk memberikan kekuatan bagi orang-orang yang membutuhkan. ”Kita harus sadar bahwa setiap orang hidup dari titik berbeda, berasal dari latar belakang berbeda, dan mempunyai sumber daya berbeda untuk jalani proses kehidupan. Paling penting adalah menemukan jati diri, membangun jalan hidup sendiri, serta berkembang sesuai proses dan waktu masing-masing,” ujarnya.
Bagi Benny, kebahagiaan terbesarnya selama tujuh tahun aktif adalah ketika orang-orang sudah mulai membicarakan kesehatan mental di ruang personal ataupun di publik. Tokoh-tokoh masyarakat juga sudah berani menyatakan diri bahwa mereka mengakses layanan kesehatan mental. Dengan lebih banyak masyarakat berpartisipasi untuk mencegah bunuh diri, masyarakat bisa menolong orang-orang keluar dari kegelapan dan keputusasaan serta menemukan cahaya harapan untuk kehidupan yang lebih baik.
Benny mengatakan, ada tanda-tanda bunuh diri yang bisa dikenali oleh orang lain. Tanda itu mulai dari secara tidak langsung, seperti tiba-tiba mengucapkan maaf dan selamat tinggal, berharap tidur dan tidak bisa bangun lagi, atau berharap pergi untuk selama-lamanya. Ada pula tanda yang disampaikan secara langsung, termasuk mengucapkan ingin bunuh diri, meninggalkan surat wasiat, dan mencari metode-metode untuk mengakhiri hidup.
Benny mengajak masyarakat peka dengan keadaan orang-orang di sekelilingnya, baik itu orangtua, kakak, adik, maupun teman-teman. ”Kalau kita lihat ada teman yang menulis status Facebook dengan kalimat-kalimat sedih, kita bisa bertanya kabar mereka dan menawarkan untuk mendengar cerita mereka. Kita tidak boleh memaksa, kita cukup menawarkan diri untuk hadir di sana. Kalau misalnya orang itu menolak, kita bisa memberi tahu mereka, kita siap mendengar cerita kapan pun dibutuhkan,” tutur Benny.
Menunjukkan empati terhadap setiap emosi yang disampaikan seseorang, seperti marah, sedih, atau kecewa, juga sangat penting. Dengan empati yang disampaikan secara tepat, seseorang tidak akan merasa dirinya sendiri. Dengan cara ini, harapannya akan ada perubahan perilaku sehingga seseorang tidak merasa putus asa. ”Nanti kalau seseorang sudah lebih baik dan ada kesempatan untuk bercerita, dia pasti akan merasa sangat lega sekali,” katanya.
Bagi penyintas kehilangan bunuh diri, seperti keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan, perjuangan yang dihadapi juga luar biasa. Penyintas kehilangan bunuh diri sering terjebak dalam duka akibat ditinggalkan, disertai perasaan bersalah dan malu menanggung stigma masyarakat. Kelompok penyintas ini menjadi kelompok rentan yang apabila tidak didampingi dan dibantu mengelola luka dan kesedihan berpotensi menjadi korban bunuh diri selanjutnya.
”Saya berharap bisa lebih banyak masyarakat yang memahami isu kesehatan mental. Impian saya, lebih banyak orang berpartisipasi mencegah bunuh diri,” katanya menutup pembicaraan.
Benny Prawira Siauw
Lahir: Jakarta, 1 Februari 1989
Profesi: Ilmuwan psikologi, suicidolog, penggiat kesehatan jiwa global
Penghargaan:
- Sosok pilihan dalam Opini90
- Sosok inspirasi Kick Andy Metro TV