Banjir bandang termasuk bencana hidrometeorologi yang dapat diantisipasi. Maka, seharusnya pemerintah daerah sudah bersiap terhadap kemungkinan terjadinya bencana tersebut di tengah hujan deras.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kita tidak hanya berduka ketika banjir bandang terjadi di Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/9/2020), tetapi prihatin pula. Bencana masih berulang.
Banjir bandang termasuk salah satu bencana hidrometeorologi yang dapat diantisipasi berbasis prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Oleh karena itu, seharusnya pemerintah daerah, dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota, sudah mengantisipasi segala kemungkinan dampak hujan lebat ini.
Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang dipengaruhi faktor cuaca. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mayoritas bencana di Indonesia merupakan dampak aktivitas hidrometeorologi.
Tahun 2019, misalnya, terjadi 3.731 bencana hidrometeorologi, terutama puting beliung, banjir, dan tanah longsor. Sementara bencana geologi hanya 37 kasus dalam bentuk gempa bumi dan letusan gunung api. Dampaknya, 478 korban meninggal, 109 orang hilang, dan 6,1 juta jiwa terpaksa mengungsi. Belum lagi puluhan ribu rumah dan fasilitas publik yang rusak, seperti sekolah serta pusat kesehatan dan keagamaan.
Sutopo Purwo Nugroho, saat itu Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB (2016), pernah mengingatkan, 63,7 juta rakyat Indonesia berisiko menghadapi bahaya banjir dan lebih dari 40 juta jiwa menghadapi bahaya longsor. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan mengingat frekuensi dan intensitas bencana di Indonesia terus meningkat 15 tahun terakhir.
Selama ini, perubahan iklim dan cuaca ekstrem dituding sebagai penyebabnya, padahal faktor utamanya adalah kerusakan lingkungan yang masif dan buruknya tata kelola. Kita tahu, pembangunan, terutama di Jawa, telah melampaui daya dukung ekologinya. Alih fungsi lahan membuat suatu area kehilangan pengendali banjir alami. Pertanyaannya kemudian, adakah upaya yang dilakukan? Sudah memadaikah upaya para penanggung jawab daerah dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya?
Kita tahu jawabannya, dengan masih terjadinya bencana banjir bandang, Senin petang. Menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan agar kondisi lingkungan segera dipulihkan. Dalam jangka pendek, pemerintah daerah perlu menggunakan peta daerah rawan bencana sebagai pedoman antisipasi, terutama di daerah yang sudah ditengarai rawan longsor. Apalagi hujan akan terus turun hari-hari ini.
Dalam jangka panjang, peta yang sama harus menjadi basis rencana tata ruang dan wilayah yang ditaati semua pihak, menjadi bagian penanggulangan bencana secara menyeluruh, sekaligus membangun habitat yang sehat dan aman.
Dengan penyelenggaraan pilkada sudah di depan mata, pemerintah daerah seharusnya tahu, penanggulangan bencana bisa menjadi kunci keberlanjutan pemerintahannya.
Pemerintah daerah juga perlu membangun sistem peringatan dini dan protokol penanggulangan jika bencana tak dapat dihindari. Protokol ini menjadi penting dalam situasi pandemi Covid-19 agar semua upaya tidak sia-sia.