Ganggu Politik AS, Facebook Hapus Akun-akun Palsu China
›
Ganggu Politik AS, Facebook...
Iklan
Ganggu Politik AS, Facebook Hapus Akun-akun Palsu China
Facebook menghapus jaringan kecil akun dan laman palsu dari China. Jaringan akun-akun itu ditengarai mengganggu aktivitas politik di Amerika Serikat menjelang pilpres.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Manajemen perusahaan raksasa media sosial, Facebook, menyatakan telah menghapus jaringan kecil akun dan laman palsu yang berasal dari China. Jaringan akun-akun palsu itu ditengarai mengganggu aktivitas politik di Amerika Serikat menjelang pemilihan presiden dan juga beberapa negara lain.
Dalam keterangannya pada Selasa (22/9/2020), pihak Facebook menyatakan aktivitas-aktivitas yang berfokus pada AS hanyalah bagian dari keseluruhan aktivitas akun-akun itu. Akun-akun itu hampir tidak memiliki pengikut. Dari hasil penelusuran Facebook, fokus utama konten-konten unggahan mereka adalah pengguna Facebook di Asia Tenggara, termasuk Filipina.
Facebook mengatakan, penyelidikannya menemukan hubungan dengan individu di Provinsi Fujian di China. Facebook mengungkapkan telah menghapus 155 akun, 11 laman, 9 grup, dan 6 akun Instagram. Mereka dinyatakan telah melanggar kebijakan Facebook terhadap campur tangan asing dalam skema penipuan.
Di AS, akun-akun tersebut mengunggah materi-materi tentang calon presiden (capres) Pete Buttigieg, Joe Biden, dan Presiden Donald Trump. Isi unggahan itu beragam, mulai dari yang bernada dukungan hingga tentangan atas para kandidat. Facebook tidak menghubungkan jaringan tersebut secara langsung dengan Pemerintah China.
Dikatakan bahwa orang-orang di belakang jaringan itu sengaja mencoba menyembunyikan identitas dan lokasi mereka melalui jaringan pribadi virtual dan metode lain.
Kekhawatiran tentang upaya asing untuk ikut campur dalam pilpres di AS digarisbawahi oleh Biro Federal Investigasi (FBI) pada Selasa. Badan keamanan siber Departemen Keamanan Dalam Negeri AS juga mengingatkan, pihak asing dan penjahat dunia maya kemungkinan besar akan mencoba menyebarkan disinformasi mengenai hasil pemilu.
Modus yang digunakan termasuk dengan membuat situs web palsu atau konten media sosial yang bertujuan mendiskreditkan proses tersebut. Badan-badan tersebut mencatat bahwa bahkan jika pihak asing berhasil merusak situs web terkait pemilu, data yang mendasarinya tidak bisa dipercaya.
Pejabat intelijen AS pada bulan lalu telah memperingatkan tentang upaya mengganggu atau meretas yang tengah dilakukan atau potensial berlangsung. Disebutkan bahwa gangguan itu bisa datang dari China, Rusia, dan Iran.
Pejabat intelijen AS pada bulan lalu telah memperingatkan tentang upaya mengganggu atau meretas yang tengah dilakukan atau potensial berlangsung. Disebutkan bahwa gangguan itu bisa datang dari China, Rusia, dan Iran. Mereka diduga bakal ikut campur dalam pilpres yang akan digelar awal November.
Dalam sebuah paparan publik pada Agustus lalu, kepala pejabat kontraintelijen negara, William Evanina, mengatakan para pejabat telah memutuskan bahwa Beijing menganggap Trump tidak dapat diprediksi terkait kebijakan-kebijakannya. Beijing, maka dari itu, ingin melihat Trump kalah dari Biden.
Lewat pernyataannya, Evanina mengatakan bahwa China telah memperluas operasi pengaruhnya menjelang pilpres. Tujuannya adalah untuk ”membentuk lingkungan kebijakan di AS”. Beijing juga disebutkan telah mempertimbangkan pro dan kontra untuk mengambil tindakan yang lebih agresif.
Penilaian intelijen lebih spesifik ditujukan pada analisis tentang kemungkinan campur tangan Rusia. Disebutkan bahwa Moskwa menggunakan berbagai tindakan untuk merendahkan Biden. Pihak-pihak yang terkait Kremlin mendukung pencalonan Trump di media sosial dan televisi Rusia.
Pertanyaan tentang negara mana yang menjadi ancaman terbesar bagi keamanan pilpres AS telah muncul sebelumnya dan menjadi polemik politik.
Trump dan beberapa pejabat senior pemerintahan telah berulang kali menegaskan bahwa China bersikap lebih agresif. Sikap Trump itu dalam beberapa hal dilihat tidak sejalan dengan penilaian intelijen AS pada Agustus. Ini terlihat seusai Direktur FBI Chris Wray menguraikan ancaman campur tangan Rusia pada sidang kongres minggu lalu. Ia juga memperingatkan tentang bahaya yang sedang berlangsung. Trump justru memarahinya di Twitter. Trump pun menyebut China sebagai ancaman yang jauh lebih besar daripada Rusia.
Facebook mengatakan jaringan akun-akun itu dan kontennya berfokus terutama di Asia Tenggara. Unggahan akun-akun itu ditampilkan dalam bahasa China, Filipina, dan Inggris. Isinya beragam, terutama tentang berita-berita global dan peristiwa terkini.
Konten yang diunggah termasuk kepentingan Beijing di Laut China Selatan. Juga ada tentang Hong Kong serta dukungan untuk Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan potensi putrinya dalam pemilihan presiden 2022 di negara itu. Ditampilkan juga kritik terhadap Rappler, sebuah organisasi berita independen di Filipina.
Facebook juga menghapus jaringan akun lain yang berasal dari Filipina. Akun-akun ini diunggah dalam bahasa Filipina dan Inggris. Isinya tentang berita dan peristiwa lokal, termasuk politik dalam negeri, kegiatan militer melawan terorisme, dan rancangan undang-undang anti-terorisme yang tertunda. Pihak manajemen Facebook juga menyebutkan akun-akun itu mengunggah konten-konten berisi kritik terhadap komunisme, aktivis pemuda, dan kelompok oposisi di Filipina. (AP/REUTERS)