Liga Inggris mencatat sejarah baru berupa sajian 44 gol dalam 10 laga pada pekan kedua. Situasi yang berbeda akibat pandemi turut mengubah cara tim bermain menjadi lebih terbuka.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
WOLVERHAMPTON, SELASA — Penyerang Manchester City, Gabriel Jesus, tidak hanya mengunci kemenangan, 3-1, atas Wolverhampton Wanderers dengan golnya pada menit-menit akhir, Selasa (22/9/2020) dini hari WIB. Gol tersebut juga turut menjadi bagian dari sejarah baru di Liga Inggris ketika 44 gol tercipta dalam 10 laga pekan kedua sejak Sabtu (19/9/2020).
Liga Inggris untuk pertama kalinya memproduksi gol lebih banyak daripada 43 gol dari 10 laga pekan ke-24 musim 2010-2011. Perolehan gol terbanyak dalam satu pekan di Liga Inggris terjadi pada musim 1992-1993, yaitu 53 gol. Namun, pada waktu itu jumlah tim yang bertanding adalah 22 klub. Liga Inggris diikuti 20 klub sejak musim 1995-1996.
Hujan gol pekan kedua ini diawali kemenangan Everton 5-2 atas tim promosi West Bromwich Albion, Sabtu. Dari kesepuluh laga pekan kedua ini, tidak ada laga yang berakhir imbang, dengan tiga tim sama sekali tidak mencetak gol, yaitu Newcastle United, Chelsea, dan Sheffield United.
Total dalam dua pekan pertama Liga Inggris musim ini tercipta 67 gol meski empat tim, yaitu City, Manchester United, Aston Villa, dan Burnley, baru menjalani satu laga. Leicester City untuk sementara memiliki jumlah selisih gol terbesar karena mencetak tujuh gol dan baru kebobolan dua gol.
Di dasar klasemen ada West Bromwich yang kebobolan delapan gol dan baru mencetak dua gol. Secara keseluruhan, tiga tim promosi seperti West Bromwich, Leeds United, dan Fulham merupakan tim yang paling banyak kebobolan. Leeds dan Fulham kemasukan masing-masing sebanyak tujuh gol.
Agar bisa bermain dengan baik, kami harus bisa bertahan dengan baik pula.
Ketiga tim promosi tersebut masih perlu menaikkan level pertahanan agar bisa bersaing dengan tim lain di Liga Primer. Namun, tim yang musim lalu sudah berada di Liga Primer dan tampil ganas mendadak lupa cara bertahan, seperti Wolverhampton alias Wolves.
Musim lalu, Wolves dua kali mengalahkan City. Namun, kekuatan mereka luntur di Stadion Molineux, Selasa. Wolves yang musim lalu menembus babak perempat final Liga Europa tidak lagi bisa mengatasi permainan posesif City yang dimotori gelandang Kevin De Bruyne. Gelandang asal Belgia itu mencetak gol pertama dari titik penalti dan merancang terjadinya dua gol lainnya.
”Agar bisa bermain dengan baik, kami harus bisa bertahan dengan baik pula,” kata Manajer Wolves Nuno Espirito Santo, dikutip laman klub. Ia pun memuji kecerdikan City mengalirkan bola dan membangun serangan dengan sangat efektif.
Padahal, City berada dalam kondisi kurang baik. Beberapa pemain pilar cedera, seperti Sergio Aguero, Bernardo Silva, Joao Cancelo, Oleksandr Zinchenko, dan Eric Garcia. Adapun Ilkay Guendogan absen karena positif Covid-19.
Manajer City Pep Guardiola lega karena ia masih memiliki pemain yang bisa tampil konsisten seperti De Bruyne, atau Phil Foden yang mencetak gol kedua pada laga itu. ”Foden tampil luar biasa dan dia membantu tim menguasai bola lebih lama,” ujar Guardiola.
Faktor pandemi
Hujan gol pada pekan kedua tidak lepas dari pengaruh pandemi Covid-19 yang menyebabkan persiapan tim tidak maksimal menjalani musim baru. Beberapa manajer mengeluhkan kondisi pemain yang tidak bugar yang mebuat tim sulit bertahan dengan baik.
”Musim lalu baru berakhir pada pertengahan Agustus, dan kami tidak bisa menyiapkan diri agar kembali tajam,” kata Manajer MU Ole Gunnar Solskjaer. Itulah alasan yang ia gunakan ketika MU dikalahkan Crystal Palace, 1-3, akhir pekan lalu.
Kekalahan itu terjadi karena lini belakang MU, terutama bek Victor Lindelof, kerap melakukan kesalahan. Situasi serupa dialami Chelsea ketika dikalahkan Liverpool, 0-2. Kiper Chelsea, Kepa Arrizabalaga, melakukan blunder yang membuat Sadio Mane bisa mencetak dua gol.
Persiapan yang terbatas juga membuat para pemain sulit untuk mengikuti instruksi pelatih. Hal itu terjadi pada Southampton yang dilibas Tottenham Hotspur, 2-5.
”Pemain belum bisa menekan dan kami tampil sangat naif,” kata Manajer Southampton Ralph Hasenhuttl, dikutip The Telegraph.
Ketidaksiapan itu menjadi santapan bagi duet penyerang Spurs, Harry Kane dan Son Heung-min, yang kembali menebar ancaman. Son mencetak empat gol dari empat asis Kane, yang kemudian mencetak gol kelima. Lini serang Spurs diprediksi akan lebih ganas ketika Gareth Bale sudah bisa bermain.
Gol dalam jumlah banyak diprediksi akan terus terjadi karena tim-tim lain, misalnya Everton, sudah memiliki penyerang tajam seperti James Rodriguez. Liga Inggris pun tetap menjadi hiburan yang atraktif di kala pandemi. (AP/AFP/REUTERS)