Koalisi Organisasi Pendidikan Lontarkan Kritik Keras untuk RUU Cipta Kerja
›
Koalisi Organisasi Pendidikan ...
Iklan
Koalisi Organisasi Pendidikan Lontarkan Kritik Keras untuk RUU Cipta Kerja
Koalisi Organisasi Pendidikan mengkritisi masuknya kluster pendidikan dan kebudayaan ke dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Organisasi Pendidikan menolak masuknya kluster pendidikan dan kebudayaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka mendesak kluster tersebut dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.
Demikian satu dari tiga rekomendasi Koalisi Organisasi Pendidikan terkait RUU Cipta Kerja yang kini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR. Dua rekomendasi lain adalah kebijakan pendidikan nasional mesti berlandaskan filosofi kebudayaan, kemudian praktik komersialisasi dan liberalisasi pendidikan harus dijauhkan.
Koalisi Organisasi Pendidikan terdiri dari Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU)-Pengurus Besar NU, Nusantara Utama Cita (NU Circle), Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS), dan Majelis Wali Amanat Universitas Djuanda Bogor.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Busyro Muqoddas, Selasa (22/9/2020), di Jakarta, mengatakan, kluster pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja mempunyai substansi destruktif. Namun, pembahasannya terus dilanjutkan.
Pemerintah berkali-kali menyebut RUU Cipta Kerja akan disahkan akhir September atau awal Oktober 2020. Busyro khawatir, pembahasan RUU ini tidak mendengarkan aspirasi publik. ”Kami harap Presiden Joko Widodo yang sudah dipilih rakyat dua kali beserta jajaran elite partai politiknya tidak memaksakan kehendak politik. Presiden harus mendengarkan aspirasi rakyat,” ujar Busyro.
Catatan kritis
Sekretaris Jenderal Lembaga Pendidikan Ma’arif NU-PBNU Harianto Ogie menyebutkan, ada 11 catatan kritis koalisi terhadap kluster pendidikan dan kebudayaan di RUU Cipta Kerja. Sebagai contoh, Pasal 32 Ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Namun, kluster pendidikan dan kebudayaan di RUU Cipta Kerja bertentangan dengan pasal itu.
Harianto juga menyebutkan, dalam RUU Cipta Kerja, peran penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dihilangkan. Tata kelola perguruan tinggi swasta tidak diwajibkan lagi mempunyai badan penyelenggara sehingga bisa langsung oleh pimpinan.
Artinya, penyelenggaraan perguruan tinggi swasta menjadi seperti mengelola perseroan terbatas.
”Artinya, penyelenggaraan perguruan tinggi swasta menjadi seperti mengelola perseroan terbatas,” katanya.
Pengaturan ketentuan pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja masuk dalam Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Ini menandakan, secara paradigmatik pemerintah ingin menempatkan pendidikan dan kebudayaan masuk rezim investasi dan kegiatan berusaha. Ditambah lagi, sejumlah sanksi administratif dan pidana sebagai akibat dari penyalahgunaan perizinan penyelenggaraan pendidikan, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan vokasi dihapus.
Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa Darmaningtyas mengatakan, saat ini tata kelola satuan pendidikan yang bernapas komersial sudah terjadi meski belum terang-terangan. Begitu RUU Cipta Kerja disahkan, komersialisasi pendidikan akan mempunyai payung hukum.
”Jalur terakhir yang akan ditempuh koalisi adalah judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Sejauh ini, kami berharap Presiden mendengarkan masukan kami untuk mengeluarkan kluster pendidikan dan kebudayaan dari RUU Cipta Kerja,” katanya.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Evy Mulyani mengatakan, Kemendikbud berkomitmen mempelajari catatan kritis dan rekomendasi Koalisi Organisasi Pendidikan. Sementara itu, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Golongan Karya, Ferdiansyah, belum merespons saat dimintai konfirmasi terkait persoalan ini.