PBB kembali menekankan pentingnya multilateralisme dalam Sidang Tahunan 2020 ini.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
NEW YORK, SELASA — Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2020 yang dibuka Selasa (22/9/2020) ini tampak ”kosong” karena digelar secara virtual karena pandemi Covid-19. Situasi pandemi ini memunculkan pertanyaan sejauh mana kerja sama global bisa mengatasi persoalan dunia.
Biasanya, Sidang Umum PBB dihadiri sekitar 10.000 orang dari seluruh dunia, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di tengah pandemi sekarang. Untuk kali ini, Midtown Manhattan, New York City, tidak akan direpotkan dengan hiruk-pikuk iring-iringan mobil pemimpin negara. Para pemimpin negara hadir dalam sidang secara virtual. Mereka menyampaikan pidatonya melalui rekaman video.
Pertemuan-pertemuan yang membahas pandemi Covid-19, perubahan iklim, keanekaragaman, dan krisis politik di Libya dan Lebanon tetap berlangsung secara virtual.
Membuka Pekan PBB dengan peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 PBB, Senin (21/9/2020), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyesalkan kurangnya solusi multilateral untuk menyelesaikan tantangan global.
”Tidak seorang pun menginginkan pemerintahan dunia—tapi kita harus bersama-sama meningkatkan tata kelola dunia,” ujar Guterres. ”Dalam dunia yang semakin terhubung, kita memerlukan jaringan multilateralisme di mana keluarga besar PBB, lembaga keuangan internasional, organisasi regional, blok perdagangan, dan lainnya bekerja sama lebih erat dan efektif.”
”Kita juga butuh multilateralisme inklusif yang mengacu pada masyarakat sipil, kota-kota, pengusaha, otoritas lokal, dan anak muda.”
Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak memberikan pernyataan soal multilateralisme yang disorong oleh Guterres. Sebagai tuan rumah, ia juga tidak menghadiri langsung Sidang Umum PBB dan hanya mengutus wakil utusan khusus AS untuk PBB yang mengatakan ”ini waktu yang tepat untuk memertanyakan kekuatan dan kelemahan PBB”.
Bahkan, alih-alih hadir, Duta Besar AS untuk PBB pergi ke Washington untuk mengumumkan ”sanksi PBB” terhadap Iran yang pernah diminta oleh Trump.
Kanselir Jerman Angela Merkel memperingatkan PBB telah ”terlalu sering dipaksa jauh dari idealismenya oleh kepentingan para anggotanya, berulang kali, mencegah badan ini berfungsi sebagaimana mestinya”.
”Tapi, mereka yang percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih baik sendirian, keliru. Kesejahteraan kita adalah sesuatu yang kita bagi bersama, penderitaan kita juga. Kita adalah satu dunia,” ujar Merkel.
Hingga Selasa, pandemi Covd-19 telah menginfeksi 31,3 juta penduduk di dunia yang 965.294 di antaranya meninggal. Dalam beberapa pekan terakhir, kasus baru Covid-19 kembali melonjak di Eropa dan memaksa sejumlah otoritas memberlakukan lagi kebijakan pembatan sosialnya.
Pembatasan sosial itu bisa dilihat di sebagian wilayah Madrid, Spanyol, dan sekitarnya. Warga hanya diizinkan keluar rumah untuk bekerja, pergi ke sekolah, atau pergi berobat. Di luar itu, mobilitas warga dibatasi hanya di sekitar lingkungannya. Taman-taman ditutup dan kafe juga restoran harus tutup pukul 22.00.
Sementara Pimpinan Tenaga Medis Inggris Chris Whitty memperingatkan, Inggris akan melaporkan hingga 50.000 kasus sehari pada Oktober nanti apabila warga tidak serius melakukan pencegahan. Laju infeksi di Inggris naik dua kali lipat setiap tujuh hari.
Dunia kini sangat berharap vaksin, yang sedang diteliti oleh berbagai negara, akan bisa menghentikan pandemi. Akan tetapi, isu nasionalisme vaksin menyusul langkah beberapa negara kaya yang justru mengamankan terlebih dulu pasokan vaksinnya memunculkan kekhawatiran bahwa pandemi bakal berlangsung lebih lama.
Nasionalisme vaksin semakin memperlihatkan ketimpangan akses negara kaya dan miskin. Ini menjadi ujian multilateralisme yang menjadi spirit PBB. (AFP/AP)