Reksadana Syariah Berbasis Efek Luar Negeri Kian Diminati
›
Reksadana Syariah Berbasis...
Iklan
Reksadana Syariah Berbasis Efek Luar Negeri Kian Diminati
Dalam masa pandemi Covid-19, produk investasi reksadana syariah berbasis efek luar negeri menunjukkan peningkatan. Produk ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk diversifikasi investasi.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk investasi reksadana syariah berbasis efek luar negeri dinilai dapat menjadi salah satu pilihan alternatif bagi investor di tengah pandemi Covid-19. Diversifikasi portofolio menjadi penting seiring perkembangan dinamika pasar.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat, dana kelolaan reksadana pada Mei 2020 sebesar Rp 474,2 triliun, menurun dari Rp 542,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, dalam periode yang sama, jumlah investor produk investasi reksadana meningkat dari 1,77 juta investor menjadi 2,09 juta investor.
Pada sisi lain, dana kelolaan reksadana syariah berbasis efek luar negeri menunjukkan peningkatan. Dana kelolaan tersebut mampu tumbuh dari Rp 7,28 triliun pada Agustus 2019 menjadi Rp 9,34 triliun pada Agustus 2020.
Head of Unit Trust and Treasures Private Client Product PT Bank DBS Indonesia Mus Hidayat menilai, keadaan ini menunjukkan adanya kecenderungan nasabah Indonesia untuk memiliki investasi di luar negeri. Salah satu alasan utamanya ialah untuk mengembangkan portofolio investasi.
”Walau dana kelola reksadana turun pada 2020, untuk reksadana syariah berbasis efek luar negeri ternyata peminatnya semakin banyak. Makin banyak investor yang menyadari perlunya diversifikasi investasi dari sisi currency (mata uang) ataupun dari sisi geografi untuk menjaga portofolio,” kata Mus, Rabu (23/9/2020).
Paparan ini disampaikan dalam diskusi media yang diadakan Bank DBS Indonesia bertemakan ”Memasuki Iklim Investasi Baru Bersama Bank DBS Indonesia”. Acara ini juga sekaligus menjadi momen peluncuran Mandiri Global Sharia Equity Dollar (MGSED) sebagai alternatif investasi bagi nasabah.
MGSED bertujuan memberikan tingkat pendapatan investasi dalam denominasi dollar AS dalam jangka panjang. Investasi dilakukan dalam portfolio efek syariah luar negeri bersifat ekuitas di dalam daftar efek syariah.
Mus menjelaskan, dengan menyadari adanya kebutuhan nasabah untuk berinvestasi di pasar luar negeri, Bank DBS Indonesia sejak Agustus 2020 turut menghadirkan MGSED guna menambah jajaran produk investasi. Produk investasi ini pun relevan dengan perubahan tren secara global yang masih terus berlanjut.
Beberapa variabel yang membuat tren global terus berkembang, antara lain, adalah inovasi teknologi yang membuat layanan perbankan dilakukan secara digital, sosial demografi yang ditandai pertumbuhan kelas menengah sehingga mengubah perilaku konsumen yang tidak hanya mementingkan kebutuhan pokok, serta revolusi energi yang disadari oleh para konsumen untuk menggunakan energi ramah lingkungan.
”Tren ini bukan tren sesaat, ini akan terus berlanjut dan menata ulang struktur ekonomi ke depan. Inilah yang mendasari Bank DBS untuk memasukkan MGSED ke dalam jajaran produk investasi karena memiliki diferensiasi dalam mata uang dollar AS,” ujar Mus.
Untuk distribusi reksadana MGSED, Mus mengatakan, secara internal penjualan ditargetkan dari Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar dalam satu tahun ke depan. Penjualan produk sejak Agustus 2020 pun tercatat sudah 6,7 juta dollar AS atau sekitar Rp 100 miliar.
Kinerja MGSED
Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi Alvin Pattisahusiwa menyampaikan, MGSED merupakan reksadana yang diluncurkan sejak 2016 dan membawa tema Global Disruption. Dengan tema ini, fokus investasi dititikberatkan pada digitisasi, evolusi finansial, kontribusi sosial, inovasi sektor kesehatan, serta revolusi energi.
Per 31 Agustus 2020, produk MGSED, kata Alvin, dapat menghasilkan return hingga 23,5 persen dalam dollar AS year to date dan mencapai 34,79 persen secara tahunan.
Untuk Asset Under Management (AUM) MGSED hingga akhir 2020 ditargetkan sekitar 100 juta dollar AS atau Rp 1,5 triliun. Sementara AUM Mandiri Manajemen Investasi ditargetkan Rp 58 triliun. Hingga akhir Agustus, AUM MGSED sudah mencapai 39 juta dollar AS atau Rp 568 miliar.
Untuk diketahui, AUM juga bisa disebut dengan Nilai Aktiva Bersih suatu produk reksadana. AUM merupakan indikator ukuran keberhasilan sebuah produk reksadana.
”MGSED mengalokasikan dananya kepada sekitar 30-50 perusahaan yang dianggap memiliki pertumbuhan laba perusahaan secara jangka panjang cukup fenomenal. Memiliki bisnis model yang resiliensi dan pertumbuhan berkelanjutan serta bisa beradaptasi dan berinovasi secara cepat,” ujar Alvin.
Beberapa perusahaan yang ada dalam MGSED, antara lain, adalah Apple Inc, Microsoft Corp, Alibaba Group Holdings, Facebook, serta Nike Inc Class B. Jika dilihat dari sebaran geografisnya, saham terbesar berada di AS (68,34 persen), negara-negara Asia (16,2 persen), negara Uni Eropa (11,25 persen), dan negara lain (4,2 persen).
Penasihat teknis investasi yang dilakukan sepenuhnya dalam mata uang dollar AS itu adalah JP Morgan Asset Management. Penasihat ini memiliki basis riset untuk bisa memilih saham perusahaan apa yang paling diuntungkan dengan tema Global Disruption.
Alvin pun menjelaskan, pada waktu sekarang, terbuka kesempatan untuk berinvestasi pada saham-saham yang berada dalam periode ”diskon”. Diversifikasi investasi harus tetap dilakukan agar mendapatkan keuntungan lebih tinggi ke depan.
”Kita jangan lompat dari pesawat pada saat terjadi turbulensi seperti sekarang. Kita punya tujuan panjang, kita harus tetap investasi, bahkan kalau bisa menambah investasi lebih besar untuk mendapat potensi keuntungan yang lebih baik,” kata Alvin.