Dengan teknologi, para pelaku usaha rintisan berinovasi untuk mencari solusi di sektor pertanian. Mereka menawarkan jurus digital untuk mematikan problem konvensional.
Oleh
M Paschalia Judith J/Mukhamad Kurniawan
·4 menit baca
Usaha rintisan (start up) berbasis teknologi digital mendisrupsi sektor pertanian Tanah Air dengan menawarkan solusi yang memungkinkan petani terhubung langsung ke konsumen atau pemodal. Teknologi menjadi sarana menyokong petani mengatasi problem klasik dan konvensional.
Rentenir, tengkulak, atau pengijon bisa jadi akan lenyap dari kamus petani. Sebab, petani kini bisa menjangkau pembelinya secara langsung, memilih pemodal yang menawarkan biaya murah, atau memotong rantai distribusi karena fasilitasi perusahaan rintisan melalui aplikasi. Kini, usaha-usaha rintisan dengan target petani, nelayan, atau pembudidaya ikan menjamur dengan subur.
TaniHub Group, misalnya, membuka akses permodalan kepada petani melalui mekanisme urun dana. Petani juga memiliki akses langsung ke pasar. Konsumen dapat membeli hasil panen petani melalui aplikasi yang terpasang pada ponsel. Kemudahan ini dinilai memberdayakan petani.
CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan menyatakan, TaniHub menawarkan perubahan radikal agar kesejahteraan petani lebih baik. Harapannya, petani tidak lagi diidentikkan dengan kemiskinan dan ketertinggalan.
”Pemberdayaan itu berdampak pada perbaikan kualitas panen dan kenaikan pendapatan petani. Hasil panen petani menyentuh harga yang adil (lebih optimal) dan konsumen lebih tertarik membeli. Dengan demikian, menolong petani dapat berdampak positif pada perekonomian secara keseluruhan,” kata Ivan saat dihubungi, Rabu (23/9/2020).
Selain problem klasik pada rantai pasok, ada kegelisahan lain yang membayangi TaniHub. Ivan menilai, tingkat regenerasi petani masih tergolong rendah. Oleh karena itu, kampanye pun digalakkan untuk menggerakkan generasi muda terjun ke pertanian.
Dengan mengatasi problem yang selama ini membelit petani, dia optimistis petani-petani muda akan muncul. ”Kami percaya, teknologi dan inovasi akan membantu petani dalam memperbaiki kesejahteraan mereka. Sektor pertanian akan memiliki prospek cerah sehingga profesi petani akan dilirik lagi oleh generasi muda,” katanya.
Hingga kini TaniHub Group telah bermitra dengan lebih dari 35.000 petani. Berdasarkan penilaian internal, petani mitra TaniHub merasakan kenaikan pendapatan minimal 20 persen dan peningkatan produktivitas sekitar 50 persen. Menurut Direktur TaniSupply Sariyo, infrastruktur telekomunikasi menjadi salah satu penyokong bagi TaniHub untuk melebarkan sayap. Infrastruktur ini penting terutama untuk memperluas manfaat teknologi digital ke daerah-daerah terpencil di pelosok Indonesia.
Solusi digital untuk memupus problem-problem konvensional juga ditawarkan oleh Tanijoy. Para pendiri platform investasi di bidang pertanian meniatkan langkahnya untuk membantu petani mengikis tengkulak yang merugikan petani dan rentenir yang menjerat petani dengan modal berbunga besar.
Tak hanya modal, Tanijoy membantu teknis budidaya di lapangan, membantu sarana prasarana produksi, dan menghubungkan petani ke pasar agar mendapatkan harga optimal.
Sejak berdiri tahun 2017, jumlah total petani di Jawa dan Sumatera yang menerima dampak Tanijoy mencapai 5.000 orang. Pada tahun 2018, Tanijoy merilis platform pendanaan yang menghubungkan petani peminjam dan publik sebagai pendana.
Skema pendanaan yang ditawarkan ke pemodal adalah bagi hasil. Dengan demikian, segenap risiko ditanggung bersama, baik rugi maupun untung. Skema ini dinilai lebih menguntungkan bagi petani yang selama ini masih terjerat perangkap pengijon atau tengkulak. Sebab, selain bagi hasil dari keuntungan bersih, kerja petani dihitung dan dibayar sebagai ongkos produksi.
Demi memastikan proyek berjalan lancar dan hasil panen diterima pasar dengan harga layak, tim Tanijoy memantau proses budidaya dengan melibatkan tenaga pendamping yang kompeten. Tim juga memastikan sarana-prasarana yang dibutuhkan petani tercukupi. Di hilir, tim memastikan hasil panen bisa dijual dengan harga terbaik.
Fluktuasi harga menjadi tantangan bagi wirausaha di bidang pertanian. Apalagi sebagian besar komoditas yang dibudidayakan adalah hortikultura yang harganya selama ini fluktuatif. Selain faktor iklim, fluktuasi juga dipicu oleh permintaan antarwaktu yang beragam. Oleh karena itu, selain di hulu, mitigasi dilakukan di hilir melalui riset pasar. Hasil riset menentukan jenis komoditas yang direkomendasikan untuk ditanam petani.
Turunnya permintaan di tengah pandemi Covid-19 menjadi salah satu tantangan yang dihadapi perusahaan rintisan bidang pertanian. Usaha rintisan RegoPantes yang menghubungkan sekitar 6.500 petani dengan konsumen, misalnya, memperjuangkan pasar di tengah turunnya permintaan. Head of RegoPantes Wilda Romadona menyebutkan, penurunan permintaan dari mitra restoran mencapai 80-90 persen. ”Kami takut petani tidak mau menanam lagi dan tak memiliki modal. Jika hal ini terjadi, kita mau makan apa,” katanya.
Sementara itu, Founder dan CEO Eden Farm David S Gunawan menyatakan, usaha rintisannya memperkuat peran teknologi di sektor pertanian di tengah pandemi. Pusat pasokan menjalin kerja sama langsung dengan petani untuk menentukan pola tanam, kepastian harga jual, dan jaminan jumlah hasil panen yang diambil setiap hari.
Dengan teknologi, para pelaku start up itu berinovasi untuk mencari solusi. Mereka menawarkan jurus digital untuk mematikan problem konvensional.