Kematian Tembus 10.000 Jiwa, Pemerintah Ingatkan Protokol Kesehatan
›
Kematian Tembus 10.000 Jiwa,...
Iklan
Kematian Tembus 10.000 Jiwa, Pemerintah Ingatkan Protokol Kesehatan
Lebih dari enam bulan pandemi, kematian akibat Covid-19 menembus angka 10.000 jiwa. Pemerintah kembali mengingatkan masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari enam bulan pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, kematian akibat paparan virus SARS-CoV-2 menembus angka 10.000 jiwa, tepatnya 10.105 kasus. Selain meminta untuk meningkatkan kewaspadaan, pemerintah mengharapkan komitmen masyarakat untuk selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Angka kumulatif kasus kematian karena Covid-19 itu diumumkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam jumpa wartawan secara virtual, Kamis (24/9/2020).
”Kumulatif jumlah kasus meninggal adalah 10.105 atau 3,9 persen di mana angka rata-rata kematian dunia sebesar 3,05 persen,” kata Wiku dari Kantor Presiden, Jakarta.
Jika angka kematian akibat Covid-19 lebih tinggi dari rata-rata dunia, angka kesembuhan juga masih di bawah rata-rata dunia. Laporan yang diterima Satgas Penanganan Covid-19, pada hari Kamis, angka kesembuhan bertambah 3.895 sehingga secara kumulatif total kesembuhan menjadi 191.853 atau 73,2 persen, masih di bawah angka rata-rata kesembuhan dunia yang mencapai 73,77 persen.
Penambahan kasus positif Covid-19 pun masih cukup tinggi, yakni mencapai 4.634 kasus. Temuan baru itu menambah jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 menjadi 262.022 dengan kasus aktif sebanyak 60.064 kasus.
Wiku menjelaskan, masih tingginya kasus positif baru terkait dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020. ”Kami masih melihat penambahan kasus positif yang cukup tinggi, dan ini juga terkait dengan pilkada,” katanya.
Sampai saat ini masih banyak pasangan calon kepala daerah yang menggelar acara yang menimbulkan kerumunan di tengah pandemi. Semestinya sebagai calon pemimpin, semua calon kepala daerah betul-betul melindungi rakyat dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menjadi ajang penularan Covid-19.
Satgas Penanganan Covid-19 mengapresiasi langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) merevisi peraturan KPU (PKPU) demi mencegah penularan Covid-19 dalam pilkada. Melalui PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, KPU melarang seluruh kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Mulai dari rapat umum, kegiatan kebudayaan seperti pentas seni dan konser musik, kegiatan sosial seperti bazar, hingga perlombaan sepenuhnya dilarang dilakukan oleh peserta pilkada.
Tak hanya itu, PKPU juga mengatur sanksi tegas bagi calon kepala daerah yang melanggar dan mengabaikan protokol kesehatan. Sanksi yang diberlakukan berupa peringatan tertulis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi maupun kabupaten/kota, penghentian dan pembubaran kegiatan kampanye, serta larangan bagi peserta pemilu untuk melakukan kampanye yang sama selama tiga hari.
Wiku kembali menegaskan bahwa perang melawan Covid-19 tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Dibutuhkan komitmen dan kerja sama seluruh masyarakat dan juga calon kepala daerah untuk memutus mata rantai Covid-19 dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Semakin lengah
Selain pilkada, tingginya penambahan kasus Covid-19 disebabkan masih banyak masyarakat belum disiplin menerapkan protokol kesehatan. Kondisi itu, menurut Wiku, juga diperparah dengan perilaku masyarakat yang masih sering berkerumun.
Tak hanya itu, Satgas Penanganan Covid-19 juga melihat masyarakat semakin lengah dan mengabaikan protokol kesehatan. ”Masyarakat seolah tidak memiliki empati meski telah menyaksikan begitu banyak korban yang muncul setiap hari,” ujarnya.
Ketakutan sebagian besar masyarakat yang memiliki gejala untuk melakukan pengetesan juga dianggap sebagai penyebab tingginya kasus positif Covid-19. Selain stigma negatif kepada warga yang positif Covid-19, kekhawatiran akan biaya tinggi untuk pengetesan juga diyakini menjadi penyebab sulitnya mengontrol laju penularan.
Karena itu, Satgas Penanganan Covid-19 mengimbau masyarakat tidak memandang negatif kepada mereka yang positif Covid-19 karena bukan penyakit memalukan. ”Siapa pun yang terkena Covid-19 harus kita bantu dan kita sembuhkan. Tidak usah khawatir terhadap biaya perawatan karena seluruhnya ditanggung oleh pemerintah, baik dengan BPJS maupun tidak dengan BPJS,” ujar Wiku.
Satgas Penanganan Covid-19 juga meminta masyarakat bekerja sama dengan pemerintah karena pemerintah tak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kolaborasi bersama untuk menekan angka penularan di masyarakat.
”Kami mohon jangan menunggu sampai 5.000 (kasus per hari) untuk disiplin protokol kesehatan,” kata Wiku.
Tak ada jaminan
Secara terpisah, Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Rohim Ghazali mengatakan, pemberlakuan protokol kesehatan ketat tidak akan menjamin pilkada aman dari penyebaran Covid-19. Sebab, pada pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah, awal September lalu, saja telah terjadi 243 kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Tidak ada jaminan para calon kepala daerah akan selalu menjalankan protokol kesehatan. Hal itulah yang menjadi salah satu pertimbangan PP Muhammadiyah menyerukan penundaan pilkada.
Karena itulah Rohim menegaskan akan menggugat pemerintah jika pilkada serentak menjadi kluster penularan baru Covid-19. ”Kami akan menggugat pemerintah jika setelah pilkada, Covid-19 mengalami peningkatan,” tegas Rohim.