Bantuan, pinjaman, atau apa pun skemanya; utamanya bukan sekadar untuk menyelamatkan entitas maskapai penerbangan, melainkan mempertahankan puluhan ribu pekerja industri penerbangan AS.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
”Kami akan bantu maskapai penerbangan,” demikian ditegaskan penasihat ekonomi utama Presiden AS Donald Trump, Larry Kudlow, kepada Reuters, Rabu (23/9/2020).
Meski tanpa lampu hijau dari Kongres, Gedung Putih tetap menjanjikan bantuan bagi industri penerbangan. Gedung Putih memang juga bersiap mencari terobosan. Itu karena politisi AS dan anggota Kongres pun kini masih fokus mencari pengganti Hakim Agung AS Ruth Bader Ginsburg yang meninggal minggu lalu. Urusan pencarian hakim agung yang baru membuat banyak urusan terabaikan.
Bantuan, pinjaman, atau apa pun skemanya; utamanya bukan sekadar untuk menyelamatkan entitas maskapai penerbangan, melainkan mempertahankan puluhan ribu pekerja. Minggu lalu, beberapa pemimpin perusahaan penerbangan pun mengingatkan Gedung Putih bahwa persetujuan atas bantuan harus ada dalam hitungan hari.
Pada akhir September 2020, periode enam bulan stimulus bagi industri penerbangan dengan nilai 25 miliar dollar AS (sekitar Rp 374,5 triliun) akan berakhir. Stimulus itu disepakati Kongres AS pada Maret 2020 sebagai bagian dari CARES, The Coronavirus Aid, Relief, and Economic Security Act, senilai total 2 triliun dollar AS.
Tanpa bantuan dari pemerintah, mulai 1 Oktober, sebagian maskapai AS akan mulai merumahkan pegawainya. Langkah itu dikhawatirkan menjadi awal dari pemutusan hubungan kerja bagi puluhan ribu pegawai.
Bantuan bagi industri penerbangan AS tetap dibutuhkan karena kondisinya belum membaik. Menurut Airlines for America, volume penumpang turun hingga 70 persen. Satu dari tiga pesawat di AS mengganggur dan industri penerbangan di AS kehilangan 5 miliar dollar AS (sekitar Rp 75 triliun) per bulan.
Apabila disetujui, apakah itu akan menjadi bantuan terakhir? Belum tentu. Akhir dari turbulensi di industri penerbangan sangat bergantung pada kapan berakhirnya pandemi virus Covid-19.
Dengan ketidakpastian itu, salah satu orang terkaya di dunia, Warren Buffett, pada Mei lalu memilih cut loss, melepas seluruh kepemilikannya pada empat maskapai Amerika. Buffett telah melihat suramnya bisnis penerbangan setidaknya dalam jangka pendek.
Buffett telah melihat suramnya bisnis penerbangan setidaknya dalam jangka pendek.
Industri penerbangan AS kini masih beruntung karena Gedung Putih, yang sebentar lagi menghadapi Pemilihan Presiden AS, sedang sensitif dengan isu PHK. Terlebih lagi di sektor penerbangan di mana negeri itu adalah rumah bagi Wright Bersaudara. Tidak heran jika Gedung Putih sigap mengulurkan tangan.
Namun, menariknya, ada maskapai AS yang mencoba menepis uluran tangan pemerintah dengan mencoba melakukan efisiensi sekuat mungkin. Memangkas kapasitas dan rute. Langkah inovatif lain ditempuh maskapai Delta Air Lines, misalnya, yang mengajukan pinjaman dengan program loyalitas pelanggan sebagai jaminannya. Dari maskapai-maskapai inovatif itu, kita dapat belajar.