Sistem resi gudang diharapkan bisa jadi solusi bagi petani kopi. Petani khawatir kopi tak terserap dan harganya anjlok karena permintaan cenderung turun saat ini, sementara panen besar sudah di depan mata.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak pandemi yang menekan permintaan kopi oleh pasar domestik dan global mengancam hasil panen dan pendapatan petani kopi Tanah Air. Pemerintah berencana mengembangkan sistem resi gudang sebagai alternatif menjaga kualitas dan harga kopi serta menyediakan pendanaan bagi petani.
Pemanfaatan sistem resi gudang (SRG) ini menjadi opsi pemerintah ketika ikhtiar mencari pembeli (off-taker) dari pemerintah, swasta, ataupun badan usaha milik negara tidak membuahkan hasil.
Menurut Asisten Deputi Pertanian dan Perkebunan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Dewi Syarlen, Kamis (24/9/2020), pemerintah tetap berupaya membantu petani dengan mencari pembeli untuk menyerap hasil panen kopi. Panen diperkirakan berlangsung pada September 2020-Januari 2021.
Akan tetapi, jika ikhtiar itu tidak berhasil, sistem resi gudang diharapkan bisa jadi solusi alternatif. Meski tidak bisa langsung diserap pasar, komoditas yang disetor dan dikelola di gudang akan tetap terjaga kualitasnya.
”Ketika permintaan dan harga mulai stabil, petani dan koperasi juga bisa ikut mendapat nilai tambah. Petani juga bisa memanfaatkan sistem resi gudang untuk mengajukan pinjaman, tanpa perlu menyiapkan jaminan apa pun,” kata Dewi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/9/2020).
Sistem resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang dikelola oleh pengelola gudang bersertifikat yang terdaftar di Badan pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Dokumen resi gudang itu dapat digunakan petani sebagai agunan atau jaminan untuk mendapat bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan (bank maupun nonbank) tanpa perlu memberi jaminan lain selain komoditas miliknya yang tersimpan di gudang SRG.
Komoditas yang disimpan di gudang SRG harus bermutu baik dan mampu bertahan dalam jangka waktu tertentu. Syarat dasarnya, memiliki daya simpan paling sedikit tiga bulan, memenuhi standar mutu tertentu, dan memenuhi jumlah minimum komoditas yang tersimpan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2020, terdapat 18 jenis komoditas yang bisa disimpan di gudang SRG. Komoditas itu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, dan ayam karkas beku.
Dewi mengatakan, Kemenkop dan UKM akan menggandeng Kementerian Perdagangan dan PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) bekerja sama memanfaatkan resi gudang untuk komoditas kopi. PT KBI bahkan diharapkan bisa menjadi pengelola sekaligus pembeli off-taker yang akan mengelola komoditas kopi berorientasi ekspor.
”Kami akan berdiskusi lintas kementerian untuk segera mencari solusi yang membantu penyerapan. Dalam waktu dekat kemungkinan para menteri akan berdiskusi tentang ini,” kata Dewi.
Dewi mengatakan, PT KBI didapuk sebagai pengelola untuk memberikan jaminan yang lebih kuat kepada lembaga pembiayaan, khususnya perbankan. Meskipun ada resi gudang yang dikelola oleh koperasi, perbankan umumnya membutuhkan jaminan lebih kuat dari pemerintah di tengah ketidakpastian pandemi.
Peran penting
Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan dan pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, menilai, SRG memainkan peran penting untuk menyangga berbagai komoditas. Namun, perkembangan SRG selama ini cenderung berjalan lambat. Pandemi dan kondisi permintaan yang menurun saat ini bisa menjadi momentum untuk membenahi tata kelola gudang SRG.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah memperbanyak pengelola dan fasilitas pergudangan yang memadai di daerah sentra produksi agar mudah dijangkau petani. Apalagi, ancaman hasil panen tidak hanya terjadi pada kopi, tetapi juga komoditas pangan lainnya seperti sayur dan buah.
Pandemi dan permintaan yang turun bisa jadi momentum membenahi tata kelola gudang SRG.
”Pemerintah daerah harus jadi bagian solusi, khususnya di daerah sentra produksi. Apabila belum ada gudang SRG yang memadai, bisa menggandeng pengelola swasta, dengan sertifikat SRG dikeluarkan oleh pemerintah,” kata Khudori.
Ketua Koperasi Pedagang Kopi Ketiara Aceh Tengah Rahmah mengatakan, pengelola resi gudang juga menghadapi persoalan pembiayaan saat pandemi. Dari empat resi gudang untuk komoditas kopi arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, hanya satu yang masih aktif beroperasi.
Rahmah mengatakan, permintaan atas kopi Gayo turun tajam. Saat ini, masih ada 350 ton kopi Gayo yang tidak terserap di gudangnya. Dengan panen besar di depan mata dan permintaan yang anjlok, petani kopi di Aceh pun akan kembali memanfaatkan sistem resi gudang.
Namun, petani dan koperasi membutuhkan subsidi bunga yang lebih ringan dari perbankan untuk mengajukan pembiayaan lewat resi gudang. ”Petani merasa sulit kalau harus membayar dengan bunga 13 persen. Tidak sanggup kalau harus setinggi itu. Kami berharap bisa ada skema subsidi bunga yang lebih ringan,” katanya.
Bunga rendah
Direktur Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Priyastomo mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan skema untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada petani dan koperasi dengan memanfaatkan dokumen resi gudang sebagai jaminan. Selain kopi, ada 17 komoditas lain yang dapat dibiayai lewat skema subsidi resi gudang (SSRG) sesuai Permendag No 33/2020.
Plafon yang disediakan adalah 70 persen dari nilai resi gudang dengan batasan pinjaman maksimal Rp 75 juta per petani. Tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 6 persen dengan jangka waktu maksimal 6 bulan yang tetap mengacu pada jatuh tempo resi gudang. BRI sejauh ini telah menyalurkan subsidi resi gudang sebesar Rp 40,9 miliar kepada 66 kelompok tani di beberapa wilayah.
”Saat ini lebih istimewa karena, sampai Desember ini, ada subsidi bunga lebih besar dari pemerintah. Namun, kalau petani butuh pembiayaan di atas Rp 75 juta, bisa dilayani dengan kredit resi gudang komersial, dengan suku bunga komersial,” kata Priyastomo.