Studi dari University of Florence, Italia, menyatakan bahwa karantina wilayah berdampak ke kondisi penderita gangguan makan yang memburuk. Mereka didorong untuk menemui ahli.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi berdampak pada munculnya gangguan psikologis bagi sebagian orang, termasuk pada penderita gangguan makan atau eating disorder. Penderita diminta untuk segera mengubungi pakar kesehatan jika gangguan makan semakin parah.
Hal itu disarikan dari studi jangka panjang oleh para peneliti di University of Florence, Italia. Studi dilakukan terhadap dua kelompok. Pertama, kelompok penderita anoreksia atau bulimia sebanyak 79 perempuan. Kedua, kelompok orang sehat dalam pengawasan sebanyak 97 perempuan. Mereka berusia 18-60 tahun.
Studi ini dilakukan dalam tiga periode. Periode pertama pada Januari-September 2019, yaitu saat kelompok penderita anoreksia atau bulimia menerima pengobatan. Perode kedua pada November 2019-Januari 2020. Periode terakhir pada 22 April-3 Mei 2020 atau saat Pemerintah Italia menerapkan penutupan (lockdown).
Studi di periode terakhir dilakukan secara daring. Kelompok penderita gangguan makan diketahui tidak ada yang terinfeksi Covid-19. Mereka juga menjalani pengobatan melalui layanan telemedis. Hasil studi dipublikasi melalui laman Perpustakaan Daring Wiley, Jumat (28/8/2020).
Hasil studi menyatakan, penutupan memengaruhi hasil pengobatan para penderita gangguan makan. Penderita dilaporkan mengalami binge eating. Binge eating adalah kondisi ketika seseorang makan dalam jumlah besar, sulit menahan dorongan untuk makan dan selalu merasa bersalah setelahnya. Kondisi ini tidak dialami kelompok orang sehat.
Penderita bulimia yang mencapai masa remisi sebelum pandemi dilaporkan kambuh saat penutupan. Di sisi lain, kecenderungan penderita anoreksia untuk berolahraga kian buruk. Kecenderungan ini demi menebus ”kesalahan” setelah makan.
”Beberapa pasien anoreksia juga mengalami sejumlah gejala yang mengarah ke bulimia,” kata salah satu peneliti, Giovanni Castellini, pada studi.
Kondisi ini dipengaruhi oleh gangguan psikologis akibat pandemi. Publik dilaporkan mengalami emosi negatif karena khawatir tertular Covid-19 dan khawatir terhadap kematian anggota keluarga.
Publik juga mengalami kecemasan, kesedihan, amarah, dan kesepian selama pembatasan sosial. Adapun pandemi Covid-19 dinilai sebagai pengalaman traumatis sehingga menimbulkan gejala gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD).
Para penderita gangguan makan diharapkan segera mencari pertolongan profesional begitu merasakan gejala. Jika pertemuan tatap muka tidak mungkin, layanan kesehatan jarak jauh atau telemedis bisa dimanfaatkan.
”Teknologi menyediakan layanan telemedis dan pengobatan daring. Ini membantu dokter untuk memelihara hasil intervensi sebelumnya sekaligus memantau faktor lingkungan yang berpotensi merusak (intervensi medis),” kata Castellini.
Beberapa pasien anoreksia juga mengalami sejumlah gejala yang mengarah ke bulimia.
Pengaruh daring
Selain tekanan akibat pandemi, penyebab memburuknya gangguan makan ditengarai karena pengaruh media sosial. Terlebih, publik kian akrab dengan media sosial selama harus diam di rumah.
Citra tubuh yang ditampilkan di media sosial kerap sempurna dan langsing. Bagi sebagian orang, itu memberi pengaruh toksik akan citra tubuh ideal. Hal tersebut memicu kekhawatiran beberapa orang tentang bentuk tubuhnya.
Menurut pakar kesehatan jiwa dari lightHOUSE Indonesia Weight Control Center, Dyani Pitra Velyani, gangguan makan umumnya dialami orang yang terobsesi memiliki berat badan ideal. Padahal, bentuk tubuh ramping tidak menjamin kondisi fisik sehat dan kuat.
”Orang yang mengalami gangguan makan kebanyakan akan menutupi atau menyangkal kondisi mereka, bahkan tidak menyadarinya,” katanya dikutip dari laman lightHOUSE.
Ahli gizi Titi Sekarindah saat dihubungi, Sabtu (26/9/2020), mengatakan, penderita anoreksia dan bulimia perlu segera mendapat pertolongan dari ahli, baik psikiater maupun ahli gizi. Selain itu, pendampingan keluarga pun diperlukan.
”Keluarga perlu memberi tahu bahwa anoreksia atau bulimia membuat seseorang sakit. Mereka yang menderita gangguan makan bisa sangat kurus dan kurang gizi. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun, tulang keropos, hingga rambut rontok,” ujar Titi.