Anjuran model kampanye melalui medsos atau daring belum menjadi pilihan ideal karena di banyak daerah layanan sinyal telekomunikasinya masih buruk.
Oleh
FRANS SARONG
·3 menit baca
Secara nasional, 270 daerah di Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah atau pilkada, Rabu (9/12/2020). Rinciannya, 9 daerah menggelar pemilihan gubernur, 37 daerah pemilihan wali kota, dan 224 daerah lainnya pemilihan bupati. Hampir 107 juta pemilih tetap akan memastikan hak politik mendukung jagonya, melalui 304.927 tempat pemungutan suara (TPS).
Menyiasati penularan pandemi Covid-19 yang belum juga mereda, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan ketentuan baru yang antara lain melarang model kampanye berbasiskan gemuruh massa. Contohnya seperti rapat umum, kampanye akbar, pentas seni, konser musik, bazar, jalan santai, perlombaan, termasuk kemeriahan massa menumpang HUT partai. Rincian larangan itu secara jelas diatur melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, yang secara resmi sudah diundangkan pada Rabu lalu (Kompas, 25/9/2020).
Larangan model kampanye berbasis gemuruh massa itu menuntut langkah kreatif para pasangan calon (paslon) agar substansi pesan materi kampanye sampai dan dipahami warga pemilih. Salah satu pilihannya adalah agar semaksimal mungkin memanfaatkan media sosial (medsos) atau media dalam jaringan (daring). Pilihan model kampanye seperti itu tentu saja ideal dengan asumsi akses jaringan internet atau sinyal saluran telepon selulernya memadai hingga pelosok desa. Namun, kondisi di daerah, termasuk daerah pilkada, belum semuanya memadai sebagaimana diasumsikan.
Di NTT
Dari 224 daerah pilkada pemilihan bupati secara nasional, termasuk sembilan di antaranya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sembilan kabupaten dimaksud adalah Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Sabu Raijua, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Malaka, Sumba Timur, dan Sumba Barat. Khusus pilkada di NTT, ada 27 pasangan paslon yang ikut bertarung. Posisi mereka sebagai bupati dan wakil bupati nantinya akan ditentukan melalui 3.996 TPS.
Entah di daerah pilkada lainnya. Di NTT, anjuran model kampanye melalui medsos atau daring belum menjadi pilihan ideal. Alasannya karena masih banyak bagian wilayah daerah, terutama perdesaan, yang akses internet atau daya sinyal telepon selulernya belum memadai.
Sebut misalnya daerah Pilkada Sumba Timur di Pulau Sumba. Dilaporkan, 12 dari 22 kecamatan di kabupaten itu jaringan internet atau telepon selulernya masih sangat terganggu. Ke-12 kecamatan itu umumnya menyebar di wilayah selatan, seperti antara lain Ngadu Ngala, Tilu Pahar, Mahui, dan Kahau Maeti.
Persoalan sama mencuat dari TTU, juga kabupaten pilkada di Timor. Didukung 24 kecamatan, akses internet atau sinyal telepon seluler di kabupaten itu juga belum memadai. Kendala itu terjadi hampir merata di perdesaannya. Namun, yang terasa sangat mengganggu di wilayah beberapa kecamatan, seperti Mutis, Biboki Feotleu, Insana Fafinesu, dan Naibenu.
Selanjutnya sebut satu contoh lagi daerah pilkada di Flores. Sebagai misal Manggarai, gangguan akses telepon seluler dan internet yang terus memburuk sudah terjadi setidaknya selama tiga bulan belakangan ini. Dilaporkan, gangguan itu tidak hanya melanda wilayah pertdesaan, tetapi juga hingga kota kabupaten di Ruteng. Selain itu, setidaknya ada dua dari 12 kecamatan di Manggarai yang sejauh ini masih tergolong blank. Kedua kecamatan dimaksud adalah Cibal Barat dan Reo Barat.
Momentum politik seperti pilkada mengharapkan partisipasi pemilih secara signifikan. Juga diharapkan menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk memilih paslon terbaiknya. Namun, harapan itu hanya akan terwujud jika warga, sebelum menjatuhkan pilihannya, mengenal secara baik rekam jejak dan program para paslon yang bertarung. Pengenalan para paslon itu dimungkinkan melalui ajang kampanye.
Dengan begitu, yang langsung terbayang adalah keterbatasan jangkauan kampanye metoda daring atau medsos di sebagian wilayah daerah pilkada di NTT. Mengatasi kendala itu, mungkin KPU perlu berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo untuk pemulihan akses internet atau sinyal telepon seluler, khusus di wilayah yang sinyalnya buruk. Upaya konkretnya seperti pengadaan Wi-Fi atau pemasangan perangkat terkait lainnya. Pilkada masih lebih sebulan lagi sehingga solusi darurat itu masih dimungkinkan karena kendala kampanye daring itu dilaporkan terutama melanda NTT dan sejumlah provinsi lain di Indonesia bagian timur.