Muhyiddin Makin Siap
Pemilu Sabah menjadi ujian bagi kekuatan Muhyiddin. Koalisi yang digalangnya memenangi pemilu di negara bagian paling timur Malaysia itu.
KUALA LUMPUR, MINGGU — Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Mohd Yassin mendapat amunisi tambahan jika harus mempercepat pemilu. Koalisi yang dibentuk Muhyiddin memenangi pemilu di Sabah, negara bagian Malaysia yang terletak di Kalimantan.
Dari penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malaysia atas pemilu pada Sabtu (26/9/2020), Gabungan Rakyat Sabah (GRS) meraih 38 dari 73 kursi parlemen Sabah. Koalisi itu terdiri dari Perikatan Nasional (PN) pimpinan Muhyiddin, Barisan Nasional (BN), dan Partai Bersatu Sabah (PBS).
Baca juga : Muhyiddin Dapat Peluang
Lawan mereka adalah Partai Warisan yang disokong Partai Keadilan Rakyat (PKR) dan Organisasi Kemajuan Kinabalu Bersatu (UPKO). Warisan mendapat 29 kursi, PN 17 kursi, BN 14 kursi, PBS 7 kursi, PKR 2, UPKO 1, dan sisanya calon perseorangan. Dibutuhkan sekurangnya 37 kursi di parlemen untuk membentuk pemerintahan Sabah.
Juru bicara PN, Azmin Ali, menyebut hasil pemilu Sabah menunjukkan kepercayaan warga pada pemerintahan Muhyiddin. Pemilu juga menunjukkan bahwa warga Sabah ingin pemerintah daerah semakin erat berhubungan dengan pemerintah pusat. ”Mandat dari warga Sabah membuktikan warga memilih pemerintah yang peduli, menjamin kedaulatan negara bagian, dan keselamatan warga,” ujarnya, Minggu (27/9/2020).
Pemerintahan Sabah di bawah Shafie Abdal bubar beberapa bulan lalu setelah kekurangan kursi di parlemen. Shafie, yang berkoalisi dengan Anwar dan membentuk pemerintahan Malaysia di bawah Mahathir Mohammad pada 2018-2020, memutuskan membubarkan parlemen dan mempercepat pemilu. Ketua Umum Partai Warisan itu tidak mau mengikuti jejak menteri besar di negara bagian lain yang mundur setelah kekurangan dukungan di parlemen.
Baca juga : UMNO Kembali ke Pemerintahan Malaysia
Pemilu di Sabah dianggap sebagai ujian kekuatan politik Muhyiddin. Pakar strategi pada Universiti Teknologi Malaysia, Azmi Hassan, mengatakan bahwa pertaruhan Ketua Umum Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) itu di Sabah telah terbayar. Ia mencatat bahwa Muhyiddin mengindikasikan percepatan pemilu jika GRS menang. ”Inilah pertama kali koalisi partai-partai PN diuji. Dengan hasil pemilu ini, warga Sabah menerima koalisi,” ujarnya kepada Bernama.
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa Malaysia tidak membutuhkan percepatan pemilu saat ini. Sebab, pemerintahan PN pimpinan Muhyiddin masih terus berfungsi. ”Bahkan, jika PN hanya punya mayoritas tipis, mereka tetap bisa memerintah,” ujarnya.
Dorongan UMNO
Wacana percepatan pemilu kembali didorong sejumlah tokoh Organisasi Nasional Malaysia Bersatu (UMNO), partai utama di BN. Sekretaris Jenderal UMNO Ahmad Maslan mengungkap itu selepas Anwar mengumumkan punya lebih banyak penyokong di parlemen dibandingkan dengan Muhyiddin.
Karena itu, Anwar menyatakan dirinya berhak jadi PM dan menggantikan Muhyiddin. Bahkan, Ketua Umum BN sekaligus Ketua Umum UMNO Ahmad Zahid Hamidi menyebut sejumlah anggota parlemen dari UMNO menyokong Anwar. Belakangan, sejumlah politisi UMNO menyangkal mendukung Anwar.
Selepas pengumuman pada Selasa lalu, Anwar berusaha menemui Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI untuk menyampaikan klaimnya. Sayangnya, Raja menolak menemui Anwar dan politisi lain karena alasan kesehatan.
Baca juga : UMNO Kembali Desak Pemilu
Sejumlah politisi PKR mendesak Muhyiddin mundur selepas pengumuman Anwar. Di sisi lain, para penyokong Muhyiddin terus mendesak Anwar mengumumkan siapa saja penyokongnya. Mereka tidak percaya klaim Anwar sampai Presiden PKR itu menunjukkan daftar penyokongnya. Sampai sekarang, Anwar belum kunjung menunjukkan daftar itu.
Sementara salah seorang politisi PN menyebut, Muhyiddin akan memilih membubarkan parlemen dan mempercepat pemilu dibanding menyerahkan kursinya begitu saja kepada Anwar. ”Waktu pemerintahan PN dibentuk, Muhyiddin sudah mempersiapkan percepatan pemilu. Sekarang hanya tinggal masalah pembagian kursi (di antara partai koalisi). Dia butuh dua atau tiga bulan, dalam keadaan normal, untuk menyelesaikan itu dan Muhyiddin akan siap menghadapi pemilu,” ujar politisi yang tidak mau diungkap namanya itu kepada The Star.
Baca juga : Perseteruan Politik Malaysia Meletus Lagi
Politisi itu mengatakan, hanya soal waktu sebelum Muhyiddin mengumumkan percepatan pemilu. Muhyiddin akan mencari mandat baru yang lebih kuat untuk mencegah kejutan-kejutan seperti dari Anwar. Keadaan sekarang terlalu berisiko bagi Muhyiddin untuk melanjutkan pemerintahan sesuai jadwal, yakni sampai 2023. ”Perekonomian tidak baik dan pengangguran meningkat,” ujarnya.
Bukan jaminan
Sejumlah pengamat politik Malaysia tidak yakin hasil pemilu Sabah bisa jadi modal kuat bagi Muhyiddin untuk mempercepat pemilu nasional. Kemenangan di Sabah memang bisa memperkuat posisi politik Muhyiddin di parlemen. ”PM bisa menggalang kekuatan karena di tokoh kunci di GRS. Pemilih bisa menilai dia sebagai PM yang mengurus masalah warga selama Covid-19,” kata dosen Universiti Sains Malaysia, Sivamurugan Pandian, kepada Malay Mail.
Masalahnya, wilayah dan komposisi penduduk Sabah berbeda dengan wilayah dan komposisi penduduk Malaysia secara nasional. ”Pemilu di Sabah tidak bisa digeneralisasi untuk (menilai) pemilu di tingkat nasional,” ujarnya.
Pengajar di Universiti Kebangsaan Malaysia, Kartini Aboo Talib Khalid, sepakat dengan Sivamurugan. Pemilu di Sabah hanya mencerminkan kondisi di Sabah yang terpisah dari Semenanjung Malaysia, tempat mayoritas penduduk Malaysia berdiam. ”Semenanjung Malaysia lebih beragam dibanding Sabah, termasuk soal kelas sosial dan orientasi. Meski kemenangan GRS memperkuat kedudukan Mufakat Nasional di pemilu ke-15 (pemilu selanjutnya di Malaysia),” ujarnya kepada Malay Mail.
Salah seorang ketua PPBM, Wan Mohd Shahrir Wan Abd Jalil, menyebut, Muhyiddin menggunakan Strategi Fabian. Ia merujuk pada strategi yang dikenalkan Jenderal Romawi Quintus Fabius Maximus Verrucosus. Alih-alih mengerahkan pasukan besar-besar menghadapi tentara Kartagia pimpinan Hanibbal pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Quintus Fabius memilih strategi gerilya.
Baca juga : Pemerintah Malaysia Bubar
”Anwar dan Mahathir Mohammad adalah pemimpin agresif. Waktu Anwar dan Mahathir berhadapan, mereka berperang sampai sekarang. Muhyiddin berbeda. Dia tidak akan menghadapi musuhnya di pertempuran. Dia akan mencoba menyelesaikan masalah lewat perundingan dan pertarungan panjang sampai musuhnya kelelahan,” tuturnya. (REUTERS)