Benang Kusut Pengangguran Sumbar
Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Barat 2020 menjadi tumpuan akan hadirnya pemimpin solutif bagi problem pengangguran di daerah itu. Tantangan yang tak mudah di tengah situasi pandemi Covid-19 yang tak jelas ujungnya.
Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Barat 2020 menjadi tumpuan akan hadirnya pemimpin solutif bagi problem pengangguran di daerah itu. Tantangan yang tak mudah di tengah situasi pandemi Covid-19 yang tak jelas ujungnya.
Windy (25) tekun mengirim surat lamaran kerja sekembalinya dari Jakarta, Januari 2020. Dalam sehari ada 2-3 lamaran kerja dia kirimkan via surel ke perusahaan ataupun kantor di Padang dan Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Lamaran itu mulai dari analis laboratorium, admin kantor, customer service, hingga resepsionis. Namun, sejauh ini belum ada panggilan.
Sembari menunggu respons, Windy membantu pekerjaan administrasi di satu sekolah di Kecamatan Koto X Tarusan, Pesisir Selatan. Jika pihak sekolah membutuhkan tenaga tambahan untuk mengetik berkas, ia dipanggil ke sekolah. Tidak setiap minggu Windy mendapat panggilan. Waktu luang diisi dengan membantu pekerjaan ayahnya di toko kelontong dan mainan di Pasar Painan.
Windy lulus dari program S-1 ilmu biologi salah satu universitas di Padang, September 2017. Tiga bulan pascalulus dan tak mendapat kerja di Sumbar, ia terbang ke Jakarta untuk mencari peruntungan. Sempat menjajal pekerjaan kantor selama di Jakarta, ia kembali pulang ke Pesisir Selatan karena orangtua mengkhawatirkannya.
”Sulit mencari kerja di Sumbar. Lapangan kerja terbatas,” kata Windy, Sabtu (26/9/2020).
Kesulitan mencari kerja dialami pula oleh Debi (26), warga Kecamatan Mungka, Limapuluh Kota, Sumbar. Sejak wisuda dari program S-1 sastra Indonesia salah satu universitas di Padang pada Juli 2019, Debi belum menemukan pekerjaan tetap dengan prospek bagus. Selama Juli-Desember 2019, lelaki periang ini sempat bekerja di perusahaan media, tetapi mundur karena beban kerja tak sebanding dengan pendapatan.
”Lowongan kerja tidak ada yang sesuai. Kebanyakan kerja kasar. Gajinya juga tidak sesuai,” kata Debi. Kesulitan mencari lapangan kerja semakin dirasakan saat pandemi Covid-19. Setelah delapan bulan berdiam di rumah, Debi mengambil kerja paruh waktu. Belum genap sebulan dia bekerja sebagai sales mitra dealer sepeda motor di Kecamatan Harau, Limapuluh Kota.
Pengangguran menjadi salah satu masalah krusial di Sumbar. Tidak semua pencari kerja terserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Sebagian angkatan kerja memilih merantau, seperti yang pernah dilakukan Windy, atau bertahan dengan pekerjaan seadanya seperti Debi. Sebagian lainnya menganggur. Kondisinya semakin sulit dengan adanya pandemi Covid-19.
Pengangguran menjadi salah satu masalah krusial di Sumbar. Tidak semua pencari kerja terserap oleh lapangan kerja yang tersedia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, Februari 2020, jumlah angkatan kerja di Sumbar sebanyak 2,81 juta orang, naik 121.010 orang dari Februari 2019. Adapun jumlah penganggur di Sumbar per Februari 2020 sebanyak 146.580 orang, naik 4.340 orang dari Februari 2019.
Tingkat pengangguran terbuka di Sumbar masih di atas rata-rata nasional walaupun persentasenya cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir. Tingkat pengangguran terbuka di Sumbar pada Februari 2018 mencapai 5,55 persen (nasional 5,13 persen), Februari 2019 sebesar 5,29 persen (nasional 5,01 persen), dan Februari 2020 sebesar 5,22 persen (nasional 4,99).
Walaupun secara persentase menurun, jumlah penduduk menganggur di Sumbar tidak banyak berubah. Bahkan, jumlah penduduk menganggur dalam setahun ini meningkat meskipun tingkat pengangguran terbuka turun. Jumlah penganggur pada Februari 2018 sebanyak 152.240 orang, Februari 2019 sebanyak 142.240 orang, dan Februari 2020 sebanyak 146.580 orang.
Dengan adanya pandemi Covid-19, jumlah penganggur di Sumbar diperkirakan semakin tinggi. Dinas Tenaga Kerja dann Transmigrasi Sumbar pada Mei 2020 mencatat, sebanyak 10.690 pekerja terdampak Covid-19, yaitu 10.060 orang dirumahkan dan 630 orang di-PHK.
Baca juga : Progres Seksi I Jalan Tol Padang-Pekanbaru Capai 25 Persen
Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2020 didominasi oleh lulusan universitas (S-1/D-4) dan SMK, yaitu masing-masing 8,07 persen dan 7,72 persen. Sementara angkatan kerja berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja. Sebagai contoh, tingkat pengangguran terbuka lulusan SD paling kecil, yaitu 3,37 persen.
Dari total 2.661.480 orang yang bekerja pada Februari 2020, sebanyak 62,05 persen bekerja pada kegiatan informal dan sisanya 37,95 persen bekerja pada kegiatan formal. Lapangan usaha yang paling banyak menyerap pekerja adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan jumlah 33,38 persen dari semua orang yang bekerja.
Tingkat pengangguran terbuka di Sumbar yang relatif tinggi tidak lain dipicu oleh keterbatasan lapangan kerja, salah satunya di bidang industri. Sumbar hampir tidak punya industri yang bisa menyerap lapangan kerja dalam jumlah besar. Industri besar yang ada di Sumbar hanya PT Semen Padang yang berdiri sejak 1910.
”Pertumbuhan industri Sumbar negatif terus. Sementara itu, yang menyerap tenaga berpendidikan dan vokasional itu industri. Tradisi selama ini, lulusan Sumbar mencari pekerjaan ke luar provinsi,” kata Syafruddin Karimi, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.
Selain tingkat pengangguran terbuka, pekerja setengah penganggur juga mesti diperhatikan. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Werry Darta Taifur mengatakan, tingginya angka setengah penganggur menandakan rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, dan berkorelasi dengan kemiskinan.
Pertumbuhan industri Sumbar negatif terus. Sementara itu, yang menyerap tenaga berpendidikan dan vokasional itu industri. Tradisi selama ini, lulusan Sumbar mencari pekerjaan ke luar provinsi.
BPS menyebutkan, setengah penganggur adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan. Di Sumbar, pada Februari 2020, angkanya 8,57 persen dari total 2.661.480 orang yang bekerja.
Selain pengangguran, angka pendapatan domestik regional bruto (PDRB) per kapita Sumbar juga masih kalah dari provinsi tetangga, seperti Riau dan Jambi. PDRB per kapita Sumbar tahun 2019 sebesar Rp 45,288 juta, sedangkan Riau dan Jambi masing-masing Rp 109,757 juta dan Rp 60,065 juta. Dari 10 provinsi di Sumatera, PDRB Sumbar berada di posisi ke-7. Dapat dikatakan, tingkat kesejahteraan penduduk Sumbar lebih rendah daripada provinsi tetangga.
Sementara itu, angka pertumbuhan ekonomi Sumbar mengalami perlambatan setidaknya sejak 2015. Tercatat pertumbuhan ekonomi pada 2015 sebesar 5,52 persen, 2016 sebesar 5,26 persen, 2017 sebesar 5,29 persen, 2018 sebesar 5,14 persen, dan 2019 sebesar 5,05 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 minus 4,91 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tantangan pemimpin
Permasalahan pengangguran dan rendahnya kesejahteraan penduduk Sumbar merupakan tantangan yang tidak mudah bagi siapa pun yang nantinya terpilih menjadi pemimpin dalam Pilkada 2020. Apalagi, dengan adanya pandemi Covid-19, angka pengangguran diperkirakan semakin meningkat dan kesejahteraan masyarakat menurun. Pandemi Covid-19 mesti diatasi dan pertumbuhan ekonomi harus digenjot kembali. Ekonomi yang baik juga bakal menumbuhkan lapangan kerja.
Dalam pemilihan gubernur Sumbar 2020, ada empat pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bersaing. Mereka meliputi Mulyadi-Ali Mukhni, Nasrul Abit-Indra Catri, Fakhrizal-Genius Umar, dan Mahyeldi-Audy Joinaldy. Semuanya diusung partai politik. Konstestasi politik diperkirakan berlangsung ketat karena tiap-tiap pasangan calon punya basis massa masing-masing.
Baca juga : KPU Sumbar Terima Pendaftaran Empat Bakal Paslon Gubernur
Mulyadi-Ali Mukhni punya basis massa di Sumbar bagian utara. Sebagai anggota DPR dengan suara terbanyak dari daerah pemilihan II dengan 12,4 persen tahun lalu, Mulyadi punya basis massa terutama di Agam, Bukittinggi, Limapuluh Kota, Pasaman, dan Pasaman Barat. Wakilnya, Ali, Bupati Padang Pariaman dua periode, juga punya basis massa di daerahnya.
Nasrul Abit-Indra Catri punya basis massa di bagian selatan Sumbar dan sebagian Agam. Nasrul, petahana wakil gubernur, berasal dari Pesisir Selatan dan pernah menjabat bupati dua periode di sana. Nasrul juga intens ke Kepulauan Mentawai selama menjadi wakil gubernur. Adapun wakilnya, Indra, bupati dua periode di Agam, bakal berbagi suara dengan Mulyadi.
Selanjutnya, Fakhrizal-Genius Umar punya basis massa di Pariaman serta beberapa pendukung tersebar di Sumbar. Basis massa di Pariaman dipengaruhi oleh Genius sebagai wali kota. Fakhrizal yang mantan Kapolda Sumbar, bersama Genius, juga punya massa tersebar karena saat hendak maju melalui jalur perseorangan, mereka punya dukungan 130.258 orang yang dianggap memenuhi syarat oleh KPU Sumbar.
Sementara Mahyeldi-Audy Joinaldy punya basis massa di Padang, Payakumbuh, dan Solok. Mahyeldi merupakan wali kota dua periode di Padang. Sementara itu, Payakumbuh dan Solok lebih dipengaruhi oleh faktor PKS yang kuat di kalangan menengah perkotaan. Mahyeldi turut disokong wakilnya, Audy, yang berlatar belakang pengusaha.
Dalam kontestasi ini, pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi, memperkirakan, masyarakat bakal memilih sosok yang diyakini bisa memulihkan perekonomian yang terdampak pandemi Covid-19. ”Kondisi yang sangat menjadi perhatian masyarakat itu ekonomi. Dampak Covid-19 sangat luar biasa di Sumbar. Masyarakat mengharapkan bagaimana itu diperbaiki kembali menjadi kondisi normal. Kedua adalah bagaimana menumbuhkan kembali perekonomian,” katanya.
Menumbuhkan kembali perekonomian bukan perkara mudah bagi para calon kepala daerah mengingat kondisi sebelum pandemi juga sudah melemah. Syafruddin menilai, Sumbar membutuhkan sumber pertumbuhan ekonomi baru, di luar sektor pertanian dan perkebunan yang selama ini mendominasi PDRB. Apalagi, ke depan kapasitasnya semakin berkurang akibat keterbatasan lahan.
”Solusinya, perlu dipikirkan ulang kebijakan ekonomi Sumbar. Mana motornya? Mesin pertumbuhan ekonomi Sumbar apa?” kata Syafruddin.
Jalan terjal bakal menanti siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin Sumbar. Tanpa inovasi untuk menjawab persoalan krusial di Sumbar, tidak mustahil Sumbar bakal ketinggalan dibandingkan daerah lain.