Keputusan Presiden Jokowi mengangkat dua bekas anggota Tim Mawar mendapat protes dari para pegiat HAM. Presiden diminta untuk meninjau ulang keputusan tersebut.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para korban pelanggaran hak asasi manusia, terutama keluarga aktivis yang hilang tahun 1997-1998, merasa sakit hati dengan pengangkatan dua bekas anggota Tim Mawar menjadi pejabat di Kementerian Pertahanan. Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 166/TPA Tahun 2020 menerima usulan Menteri Pertahanan mengangkat enam pejabat yang dua di antaranya anggota Tim Mawar.
”Kami seperti diinjak berkali-kali. Luka kami seperti disiram air cuka,” kata Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Zaenal Muttaqin, Minggu (27/9/2020).
Kami seperti diinjak berkali-kali. Luka kami seperti disiram air cuka. (Zaenal Muttaqin)
Presiden mengangkat Brigadir Jenderal Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemenhan dan Brigjen Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemenhan. Dadang dan Yulius merupakan anggota Tim Mawar yang sempat diadili, divonis bersalah, dan dihukum masing-masing 1 tahun 4 bulan dan 20 bulan penjara oleh Pengadilan Militer II-08 Jakarta dalam kasus penculikan aktivis. Namun, keduanya mengajukan banding. Vonis tersebut dianulir.
Zaenal mengungkapkan kekecewaannya terhadap Presiden Joko Widodo yang ia dukung dalam Pemilu 2014 dan 2019. Dukungan itu dulu diberikan karena melihat Jokowi berkomitmen menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu. Namun, yang ia dapat hanya kekecewaan.
”Angkat Prabowo (Prabowo Subianto) menjadi menteri (pertahanan) itu penghinaan untuk kami. Kami semakin tahu bahwa pidato kemenangan Jokowi yang mengatakan tanpa beban itu artinya dengan tanpa beban meletakkan orang-orang Prabowo di tampuk kekuasaan, mengambil kebijakan untuk rakyat Indonesia,” kata Zaenal.
Ia mengingatkan, sudah 22 tahun para korban dan keluarga korban penculikan menuntut hak-haknya. Selama itu tidak ada kemajuan yang berarti. Tim Mawar khusus dibentuk untuk operasi penculikan dan penghilangan paksa aktivis prodemokrasi 1997-1998.
Melalui tim Kopassus ini, 22 aktivis diculik. Sembilan orang di antaranya kembali dalam keadaan hidup dengan berbagai praktik penyiksaan yang dialami. Sementara 13 aktivis lainnya, yaitu Yani Afrie, Sony, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugerah, Widji Thukul, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Naser, belum kembali hingga saat ini.
Langkah ini dinilai akan mempersulit penuntasan kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis serta berbagai pelanggaran HAM masa lalu.
Novel Matindas selaku manajer kampanye Amnesty International Indonesia mengatakan, meski kedua bekas anggota Tim Mawar itu akhirnya dibebaskan pengadilan tinggi militer, hal tersebut tetap menjadi catatan rekam jejak yang buruk.
Amnesty International Indonesia, katanya, melihat keputusan tersebut sebagai pelanggaran komitmen presiden dalam upaya penegakan HAM. Langkah ini dinilai akan mempersulit penuntasan kasus penculikan serta penghilangan paksa aktivis dan berbagai pelanggaran HAM masa lalu.
”Jokowi jelas membuat bangsa ini mundur ke belakang. Dia melanggar janjinya. Apa ini balas jasa untuk para pahlawan reformasi,” kata Novel.
Arif Nur Fikri dari Kontras juga mempertanyakan dasar pengangkatan kedua bekas anggota Tim Mawar tersebut. ”Apa Presiden Jokowi tidak melihat track record mereka,” katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari LBH Jakarta, Public Virtue Institute, Imparsial, SETARA Institute, Pil-Net, ELSAM, PBHI, Amnesty Internasional, LBH pers, dan ICW mengeluarkan pernyataan kekecewaannya. Mereka menilai Joko Widodo ingkar janji dalam penuntasan pelanggaran HAM berat 1997-1998.
Koalisi menuntut Presiden untuk mengevaluasi menteri pertahanan yang membuat beberapa kebijakan yang kontraproduktif dalam pemajuan HAM dan proses reformasi sektor keamanan.
Koalisi itu menuntut Presiden untuk mengevaluasi menteri pertahanan yang membuat beberapa kebijakan yang kontraproduktif dalam pemajuan HAM dan proses reformasi sektor keamanan. Presiden juga dituntut untuk mencopot semua pihak yang tergabung dalam Tim Mawar.
”Usut tuntas semua pelanggaran HAM masa lalu demi beri keadilan kepada korban,” kata Nelson
Sementara itu, juru bicara Kemenhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, saat dikonfirmasi mengenai kritik atas pengangkatan Dadang dan Yulius sebagai pejabat Kemenhan, tak bersedia memberikan tanggapan.