Menurut Presiden Joko Widodo, pembatasan sosial berskala besar akan merugikan banyak orang. Secara terpisah, Reisa Broto Asmoro membagikan tujuh tips isolasi untuk pasien Covid-19 tanpa gejala.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·5 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Pemerintah daerah diminta untuk lebih mempertimbangkan intervensi berbasis lokal guna menekan laju penularan Covid-19. Pasalnya, pembatasan dengan skala kecil dinilai lebih efektif dibandingkan dengan pembatasan sosial berskala besar di tingkat kabupaten/kota dan provinsi karena bisa merugikan banyak warga.
Untuk keperluan itu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional terus memberikan arahan kepada pemerintah daerah (pemda) agar lebih memilih pembatasan skala kecil dibandingkan dengan pembatasan sosial berskala besar.
”Ini perlu kami sampaikan sekali lagi kepada komite bahwa intervensi berbasis lokal ini agar disampaikan kepada provinsi dan kabupaten/kota,” kata Presiden saat menyampaikan sambutan rapat virtual membahas laporan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Senin (28/9/2020).
Presiden menegaskan, intervensi berbasis lokal yang dilakukan secara berulang lebih efektif untuk menekan penularan Covid-19. Pembatasan berskala kecil dilakukan di tingkat desa, kampung, rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kantor, atau misalnya, pondok pesantren yang ditemukan kasus positif Covid-19.
Pemda diharapkan tidak melakukan pembatasan sosial berskala besar dalam satu kabupaten/kota, apalagi satu provinsi. Pasalnya, pembatasan berskala besar justru akan merugikan banyak warga.
”Mini lockdown (pembatasan skala kecil) yang berulang itu akan lebih efektif, jangan sampai kita generalisir satu kota atau satu kabupaten, apalagi satu provinsi. Ini akan merugikan banyak orang,” ujar Presiden yang memimpin ratas dari Istana Merdeka, Jakarta.
Seusai ratas, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, terkait dengan intervensi berbasis lokal, pihaknya sudah bekerja sama dengan semua komponen masyarakat, termasuk para sukarelawan, untuk edukasi dan kampanye perubahan perilaku agar taat protokol kesehatan. Edukasi dan kampanye masif terutama dilakukan di 10 provinsi prioritas.
”Sebelumnya delapan provinsi prioritas, kami usulkan dua provinsi lagi, yaitu Bali dan Aceh, karena mengalami peningkatan kasus yang cukup tinggi sehingga total 10 provinsi,” kata Doni dalam jumpa wartawan virtual.
Edukasi dan kampanye pentingnya disiplin protokol kesehatan juga dilakukan dengan melibatkan 5.800 wartawan dari semua provinsi. Para wartawan itu bertugas menjalankan program perubahan perilaku serta menangkal berita yang tidak benar karena selama ini relatif banyak informasi yang tidak valid beredar di masyarakat.
”Besar harapan kami teman media yang bergabung bisa sampaikan pesan positif, faktual, terkait perubahan perilaku,” ujar Doni.
Kerja sama untuk mengampanyekan protokol kesehatan juga dilakukan dengan para kader penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan sejumlah tokoh di Provinsi DKI Jakarta. Diharapkan mereka bisa menggerakkan masyarakat agar selalu menaati disiplin kesehatan.
Kampanye protokol kesehatan juga akan dilakukan di moda transportasi publik, seperti arahan Presiden Jokowi. ”Bapak Presiden menekankan agar transportasi publik juga diimbau memasang protokol kesehatan di kendaraan, baik itu truk, angkutan umum, angkutan kota, bus, taksi, maupun lainnya,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu.
Dengan edukasi itu diharapkan masyarakat lebih disiplin menjalankan protokol kesehatan. Tidak hanya itu, edukasi juga diharapkan bisa membuat masyarakat memahami bahwa Covid-19 bukan rekayasa ataupun konspirasi global karena faktanya sudah menelan 1 juta korban jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia sudah merenggut 10.386 jiwa.
Bisa sembuh
Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 terus mengedukasi masyarakat tentang masa kesembuhan pasien Covid-19.
Dalam jumpa wartawan virtual, Senin sore, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, menyampaikan bahwa pasien Covid-19, termasuk mereka yang mengalami gejala berat, bisa sembuh dengan cara penanganan yang tepat.
”Minimal tiga hari tidak lagi demam dan tidak ada gangguan pernapasan. Untuk kasus pasien dengan gejala berat, bisa saja pasien dipindah ke ruang non-isolasi sebelum dipulangkan atau rawat inap biasa,” ujarnya dari Kantor Presiden, Jakarta.
Khusus pasien asimtomatik atau orang tanpa gejala (OTG) baru bisa dinyatakan selesai isolasi mandirinya selama 10-14 hari sejak terkonfirmasi positif. Isolasi mandiri ini pun harus diterapkan dengan disiplin.
Tujuh tips
Reisa pun membagikan tujuh tips isolasi untuk pasien Covid-19 tanpa gejala. Pertama, selalu pakai masker selama menjalani isolasi. Kedua, jika ada gejala sakit, seperti demam, batuk dan bersin, tetap di tempat isolasi dan tidak bepergian ke luar rumah atau tidak meninggalkan tempat isolasi sampai masa isolasi selesai dijalani.
Ketiga, manfaatkan fasilitas telemedis atau konsultasi daring dengan pakar kesehatan. ”Beri tahu petugas medis tentang keluhan, gejala, serta riwayat bepergian dan apabila ada kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19,” tuturnya.
Tips keempat adalah selama di rumah atau tempat isolasi, kamar harus terpisah dari anggota keluarga lainnya, serta selalu jaga jarak 1-2 meter. Selain itu, tidak berbagi peralatan makan, mandi, dan tempat tidur yang sama dengan anggota keluarga yang lain.
Tips kelima, cek kondisi tubuh dengan mengukur suhu, denyut nadi, dan tekanan darah. Berjemur di bawah sinar matahari selama 15-30 menit juga perlu dilakukan setiap pagi hari.
Kemudian tips keenam, terapkan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi makanan bergizi seimbang, olahraga yang rutin dan teratur, tenangkan pikiran dan tenangkan jiwa. ”Terapkan etika batuk dan bersin dengan baik, yakni dengan menutup hidung dan mulut menggunakan siku lengan bagian dalam,” ujar Reisa.
Tips terakhir, jaga kebersihan dan kesehatan di rumah. Bersihkan seluruh permukaan dengan cairan disinfektan yang tepat sesuai peruntukannya.
Reisa mengingatkan, jika isolasi mandiri tidak bisa dilakukan di rumah, isolasi bisa dilakukan di sejumlah fasilitas yang disediakan pemerintah. Untuk bisa mendapatkan fasilitas isolasi dari pemerintah, masyarakat cukup menghubungi dinas kesehatan atau Satgas Penanganan Covid-19 di daerah masing-masing.
Meski pasien Covid-19 bisa sembuh kembali, Reisa mengimbau agar masyarakat tetap waspada dengan tidak menyepelekan penyakit yang disebabkan virus SARS-Cov-2 tersebut. Salah satu caranya, menjalankan 3M sebagai upaya pencegahan, yakni mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.