logo Kompas.id
Pertanian dan Petani...
Iklan

Pertanian dan Petani Terpinggirkan

Mungkin sudah menjadi ”suratan tangan” tak ada petani yang bercita-cita agar anaknya jadi petani. Seseorang menjadi petani umumnya karena tak ada pilihan lain.

Oleh
Sapuan Gafar
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/9ysdBlBYeByOOA4ECggu5uEMns0=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F1c7be21c-e24b-4441-9793-049e52778584_jpg.jpg
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para buruh penggarap istirahat siang di lahan pertanian ubi yang digarap bersama-sama di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/9/2020). Setiap buruh penggarap lahan asal Cibeureum ini bekerja dengan upah Rp 20.000 per hari dengan jam kerja dari pukul 06.00 hingga pukul 12.00 siang.

Seorang kawan yang menerima warisan sawah beririgasi teknis di daerah Purwodadi, Pasuruan, mengeluh sambil setengah marah tentang keadaan pertanian dan petani yang terjadi sekarang.

Katanya, punya tanah sawah malah jadi beban. Apabila sawah dikerjakan sendiri, sulit mencari tenaga kerja mandiri. Yang ada, kelompok buruh tani dari luar yang meminta cara borongan, mulai dari mengolah tanah, tanam, menyiang, sampai memanen. Disewakan ”sistem paro” sering terserang hama dan penyakit, akhirnya menjadi rugi. Apabila sawah dibuat ”bera”, tetap harus bayar PBB.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000