Abaikan Gencatan Senjata, Kontak Senjata Berlanjut di Nagorno-Karabakh
›
Abaikan Gencatan Senjata,...
Iklan
Abaikan Gencatan Senjata, Kontak Senjata Berlanjut di Nagorno-Karabakh
Pertempuran itu memperpanjang konflik di Nagorno-Karabakh yang sudah berlangsung sejak 1988.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
BAKU, SELASA — Pertempuran di Nagorno-Karabakh memasuki hari ketiga pada Selasa (29/9/2020). Jumlah korban tewas dan cedera masih simpang siur. Sementara negara-negara lain dilaporkan mulai mengirimkan milisi ke lokasi pertempuran.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan menyebutkan, pertempuran terjadi di Fuzuli, Cebrayil, Agdere, dan Terter. Baku mengklaim, 550 militan Artsakh, negara yang diproklamasikan secara sepihak oleh etnis Armenia yang mendominasi Nagorno-Karabakh, tewas. Klaim itu ditolak oleh Artsakh dan Armenia.
Sementara Artsakh hanya menyebut 58 militannya tewas dalam pertempuran pada Minggu dan Senin kemarin. Mereka juga menyebutkan, sedikitnya 200 militan terluka, mayoritas cedera ringan dan sudah kembali ke medan tempur.
Pasukan Azerbaijan berhadapan dengan milisi Artsakh yang dibantu Armenia dalam pertempuran yang meletus sejak Minggu pagi. Pertempuran itu memperpanjang konflik di Nagorno-Karabakh yang sudah berlangsung sejak 1988.
Pada 1991, pecah perang pertama antara milisi etnis Armenia di kawasan yang secara internasional diakui sebagai wilayah Azerbaijan itu dan tentara Azerbaijan.
Etnis Armenia yang mendominasi Nagorno-Karabakh menolak wilayah mereka digabungkan dengan Azerbaijan. Setelah perang, etnis Armenia memproklamasikan kemerdekaan dan pembentukan negara Artsakh.
Sampai sekarang tidak ada satu pun negara mengakui negara itu. Bahkan, Armenia yang terus mendukung Artsakh pun tidak mengakui negara yang berada di wilayah Azerbaijan itu.
Selama hampir 30 tahun terakhir, lebih dari 30.000 orang tewas karena konflik berkepanjangan itu. Menyikapi pertempuran terbaru, Belgia, Estonia, Perancis, Jerman, dan Inggris mendesak pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Selasa ini.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menolak seruan sejumlah negara agar Baku menahan diri. Ia malah memerintahkan mobilisasi massal.
Apalagi, Aliyev mendapat sokongan penuh dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Bagi Ankara, masalah utama di Nagorno-Karabakh adalah kehadiran pasukan Armenia di sana.
Erdogan mendesak Armenia segera menarik pasukan dari daerah Azerbaijan yang didudukinya. ”Waktu mengakhiri krisis kawasan yang dipicu oleh pendudukan Nagorno-Karabakh. Kawasan akan melihat perdamaian setelah Armenia menarik dari tanah Azerbaijan yang mereka caplok,” ujarnya.
Aliyev juga mengkritik Rusia, Amerika Serikat, dan Perancis yang gagal menyelesaikan masalah itu. Padahal, tiga negara itu telah membentuk kelompok sejak 1992 untuk menyelesaikan masalah Nagorno-Karabakh. Menurut dia, Baku terpaksa menggunakan senjata untuk mempertahankan haknya.
Sejak hari pertama pertempuran, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan telah meminta komunitas internasional mencegah keterlibatan Turki. Kementerian Luar Negeri Armenia menuding Turki mengirim bantuan ke Azerbaijan.
”Pakar militer Turki bertempur bersama (pasukan) Azerbaijan yang memakai senjata Turki, termasuk pesawat tempur dan pesawat nirawak. Situasi di lapangan menunjukkan, warga Nagorno-Karabakh menghadapi persekutuan Azerbaijan-Turki,” demikian pernyataan resmi Kemenlu Azerbaijan.
Ankara juga dituding mengirimkan milisi dari Suriah utara ke Nagorno-Karabakh. Pemantau HAM Suriah (SOHR) menyebut, para militan dijanjikan bayaran 2.000 dollar AS per bulan untuk membantu Azerbaijan di Nagorno-Karabakh.
Juru bicara Erdogan, Omer Celik, menyangkal tudingan itu. Ia menyebut tudingan itu hanya kebohongan yang disebarkan Armenia. (AP/REUTERS)