Kasus Covid-19 Tembus 70.000, Warga Jakarta Perlu Lebih Waspada
›
Kasus Covid-19 Tembus 70.000, ...
Iklan
Kasus Covid-19 Tembus 70.000, Warga Jakarta Perlu Lebih Waspada
Dengan lebih 70.000 kasus positif, masing-masing orang dari 10 juta warga Jakarta setidaknya mengenal langsung satu orang yang sudah maupun sedang terinfeksi covid-19. Warga Jakarta akan sering mendengar kabar buruk.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan jumlah total kasus postiif Covid-19 di DKI Jakarta telah menembus angka 70.000 orang, pandemi ini dinilai mencapai sebuah tahapan baru. Diyakini setiap warga setidaknya mengenal satu orang yang pernah ataupun sedang menderita penyakit tersebut. Namun, Covid-19 yang terasa semakin dekat ini pun tidak serta-merta akan memicu kewaspadaan masyarakat.
Angka 70.000 ini dianggap penting karena dengan asumsi jumlah penduduk Jakarta sebanyak 10,5 juta (proyeksi BPS 2020), artinya rasio kasus adalah 1 kasus setiap 150 orang (1:150). Di sisi lain, angka 150 orang juga menjadi usulan antropolog Inggris Robin Dunbar mengenai batasan kemampuan manusia menjalin relasi yang stabil.
Artinya, secara rata-rata setiap warga Jakarta akan mengenal secara langsung satu orang yang sudah maupun sedang terinfeksi, kata salah satu pendiri gerakan masyarakat Pandemic Talks, Fidza Radiany, pada Senin (28/9/2020).
”Hal ini akan mengarah ke sebuah situasi yang mengkhawatirkan, yaitu kabar-kabar buruk akan semakin sering didengar orang Jakarta. Akan ada banyak berita dari inner circle kita yang terpapar dan meninggal akibat Covid-19. Artinya, ancaman Covid-19 juga semakin mendekati kita,” kata Fidza saat dihubungi dari Jakarta.
Berdasarkan data terbaru Satuan Tugas Penanganan Covid-19, total kasus positif sejak Maret di DKI Jakarta adalah 71.339 orang. Pertama kali menembus angka 70.000 pada Sabtu (26/9/2020) ketika ada penambahan 1.257 kasus baru menjadi 70.184 orang.
Kabar-kabar buruk akan semakin sering didengar orang Jakarta. Akan ada banyak berita dari inner circle kita yang terpapar dan meninggal akibat Covid-19. Artinya, ancaman Covid-19 juga semakin mendekati kita.
Ia berharap, dengan semakin seringnya setiap orang mendengar kabar mengenai relasi yang terinfeksi Covid-19, kewaspadaan dan kesadaran untuk disiplin protokol kesehatan juga meningkat. Bukan justru abai karena menjadi peristiwa yang kian lazim.
”Seharusnya akan membuat warga Jakarta semakin waspada, bukan malah abai karena familier. Ingat, meski familier, obat Covid-19 belum ada dan jika sakit, RS sudah semakin penuh,” kata Fidza.
Kepala Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan, dengan asumsi seperti itu, prevalensi Covid-19 di DKI Jakarta mencapai hampir 7 permil, angka yang tergolong tinggi. Sepengetahuannya, influenza yang mudah menular pun angkanya tidak sampai 1 permil.
Hal yang disayangkannya adalah perilaku masyarakat yang belum berubah meski penyebaran Covid-19 kian meluas. ”Angka 7 permil ini cukup besar, mendekati 1 persen. Kalau seperti ini, menurut saya, kita semua sudah harus semakin hati-hati,” kata Miko.
Psikolog klinis Alfath Hanifah Megawati setuju bahwa semakin dekat ancaman, maka semakin besar kemungkinannya akan memengaruhi kondisi psikologis seseorang. Namun, Ega, biasanya ia disebut, reaksi yang dihasilkan pun akan bermacam-macam bergantung kondisi si pasien Covid-19.
Jika pasien mengalami kondisi buruk, itu tentu akan menginduksi rasa takut bagi orang terdekatnya, sekaligus menjadikan Covid-19 sebagai ancaman yang nyata yang dekat.
Namun, jika pasien tersebut tidak menganggap Covid-19 sebagai sesuatu yang buruk, maka orang terdekatnya justru akan menjadikan Covid-19 bukan suatu ancaman.
Nasihat lingkar dekat
Untuk itu, peran orang-orang terdekat seperti keluarga ataupun teman menjadi krusial memberikan anjuran untuk hidup higienis dan mematuhi protokol kesehatan.
Ega mengatakan, semakin dekat lingkar relasi ini juga akan semakin besar pengaruhnya bagi seseorang. Oleh karena itu, nasihat untuk mengikuti protokol kesehatan akan semakin mudah diikuti jika disampaikan orang yang memiliki hubungan dekat.
”Namun, perlu diperhatikan juga bahwa cara penyampaian nasihat ini akan juga sangat berpengaruh,” kata Ega.
Menurut dia, dalam pemberian nasihat ini tidak baik untuk memaksa maupun menghakimi. ”Lebih baik dipaparkan saja bagaimana pendapat kita tentang kondisi saat ini,” kata Ega, yang juga menjadi Associate Psychologist Ibunda.id.
Lalu, berikan contoh. Menurut Ega, sebaik-baiknya pembelajaran adalah dengan memberikan contoh. Ketiga, mendampingi. Bukan hanya menghimbau tapi juga menanyakan kesulitan mereka, termasuk membantu mereka melalui kesulitan tersebut.
”Perlu hati yang tenang dan kepala yang dingin dalam mengomunikasikan pentingnya mengubah kebiasaan hidup menjadi lebih sehat. Yang perlu diingat, perubahan kebiasaan perlu proses, dan tidak mudah bagi siapa pun,” ujarnya.