Kematian akibat Kecelakaan Makin Tinggi, Pengendara Perlu Asah Keterampilan
Jalan raya masih menjadi ancaman bagi keselamatan pengendara. Aspek keterampilan pengendara amat diperlukan untuk mencegah terjadi kecelakaan lalu lintas.
JAKARTA, KOMPAS — Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, fatalitas kecelakaan lalu lintas terus melonjak. Oleh karena itu, penting bagi pengendara untuk mengasah keterampilan berkendara.
Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) Edo Rusyanto kembali mengingatkan dahsyatnya ancaman kecelakaan lalu lintas. Rata-rata angka kecelakaan di Indonesia mencapai 200 kejadian setiap hari.
”Nyawa yang terenggut rata-rata bisa mencapai 80 jiwa setiap hari di seluruh Indonesia,” katanya dalam Diskusi Virtual ”75 Tahun Polri: Sudahkah Kita Merdeka di Jalan Raya” pada Selasa (29/9/2020).
Baca juga : Tinggi, Jumlah Anak Terlibat Kecelakaan di Jadetabek
Merujuk pada data Korps Lalu Lintas Polri dan Badan Pusat Statistik, terjadi peningkatan indeks fatalitas kecelakaan lalu lintas pada 2009 dan 2018. Pada 2009, indeks kecelakaan 8,6, sedangkan pada 2018 meningkat menjadi 12,4. Dalam hal ini, semakin tinggi indeks, semakin tinggi angka kecelakaan.
Angka-angka itu berarti, dari 100.000 penduduk, ada sembilan orang yang meninggal karena kecelakaan pada 2009. Sementara pada 2018, dari 100.000 penduduk, ada 12 orang yang meninggal karena kecelakaan.
”Artinya, 10 tahun sejak pertama kali diterapkannya UU Nomor 22 Tahun 2009, fatalitas kecelakaan lalu lintas meningkat 33 persen,” lanjut Edo.
Anehnya, hal ini berbanding terbalik dengan indeks kejadian kecelakaan lalu lintas yang malah menurun. Pada 2009, indeks kejadian kecelakaan lalu lintas mencapai 9,3. Sementara pada 2018, indeksnya turun menjadi 7,4.
Artinya, setiap 10.000 kendaraan, sembilan di antaranya terlibat dalam kecelakaan pada 2009. Sementara pada 2018, ada tujuh kendaraan yang terlibat kecelakaan dari 10.000 kendaraan.
Edo mengingatkan, kecelakaan lalu lintas dapat memiskinkan keluarga korban meninggal. Hal ini terbukti dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Polri. Data itu menyebutkan 62,5 persen keluarga korban mengalami kemiskinan setelah ditinggalkan oleh korban kecelakaan.
”Jika korban adalah tulang punggung keluarga, praktis anak dan istrinya akan terdampak secara ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan,” ujarnya.
Menurut Kepala Subdirektorat Keamanan dan Keselamatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herman Ruswandi, faktor terjadinya kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan. Sejauh ini, pihaknya telah melakukan upaya untuk menekan tingkat kecelakaan dengan beberapa langkah.
Upaya itu misalnya dengan mengedukasi masyarakat melalui jalur pendidikan formal. ”Kami bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar pendidikan lalu lintas dapat diajarkan kepada pelajar dan mahasiswa,” katanya.
Jika korban adalah tulang punggung keluarga, praktis anak dan istrinya akan terdampak secara ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan.
Petugas di lapangan, lanjut Herman, selama ini juga terus melakukan penegakan hukum kepada pelanggar lalu lintas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam berkendara mengingat kecelakaan kerap dipicu oleh pelanggaran.
”Sekarang kita sudah menerapkan penegakan hukum lewat e-TLE (electronic traffic law enforcement). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah memberikan bantuan finansial sebesar Rp 38 miliar untuk sistem ini,” ujarnya.
Balap liar
Selain itu, Ditlantas Polda Metro Jaya juga terus berupaya mengendalikan balap liar yang kerap memicu terjadinya kecelakaan. Pengawasan yang ketat terus dilakukan di sejumlah lokasi, seperti di kawasan Jalan Asia Afrika dan Gerbang Pemuda, Jakarta Pusat.
Tidak hanya menempatkan beberapa petugas di lokasi tersembunyi, ada juga petugas lain yang berpatroli. Para petugas bersiaga pada jam-jam rawan yang kerap dimanfaatkan pelaku balap liar, yakni dini hari di akhir pekan.
”Untuk efek jera, kami berikan denda yang besar. Selain itu, kami sita kendaraan selama dua pekan. Kalau hanya edukasi, kami yakin mereka sudah paham sebetulnya,” ujar Herman.
Keterampilan berkendara
Menurut Trainer Director Global Defensive Driving Consultant Aan Gandhi, meski terlihat mudah dan menyenangkan, berkendara sebenarnya adalah aktivitas yang berbahaya. Di sisi lain, manusia merupakan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang tertinggi ketimbang kendaraan dan lingkungan.
”Untuk itu, pengendara harus mempunyai keterampilan sebagai senjata untuk berkendara di jalan raya. Pengemudi harus memiliki keterampilan mengemudi secara antisipatif,” katanya.
Sebagai langkah awal, pengemudi harus memastikan kelaikan kendaraannya sebelum digunakan. ”Pastikan tekanan udara pada ban sesuai standar, tidak ada kebocoran oli, dan semua lampu menyala,” ucapnya.
Setelah itu, atur postur berkendara dengan baik. Jangan terlalu jauh atau terlalu dekat dengan setir mobil. Untuk pengendara mobil, jarak ideal bisa dilihat saat memegang bagian paling atas setir. Pastikan, siku tangan membentuk sudut 30 derajat.
Pengendara harus mempunyai keterampilan sebagai senjata untuk berkendara di jalan raya. Pengemudi harus memiliki keterampilan mengemudi secara antisipatif.
Jika diibaratkan sebagai jarum jam, posisi memegang setir mobil paling ideal, menurut Aan, adalah tangan kiri di arah pukul 09.00 dan tangan kanan di pukul 15.00. Bisa juga, tangan kanan berada di arah pukul 10.00 dan tangan kiri di pukul 14.00. Hal ini akan membuat kekuatan tangan terhadap setir optimal.
Begitu pula pengendara sepeda motor mesti memperhatikan jarak duduk dengan setang sepeda motor. Pastikan siku tangan juga membentuk sudut 30 derajat saat memegang setang. ”Setelah itu, pahami semua fitur kendaraan yang akan digunakan. Pastikan juga semua fitur dapat berfungsi,” kata Aan.
Pengendara juga perlu menjaga pandangan selalu jauh ke depan. Hal ini penting untuk waspada mengenal tanda-tanda bahaya. Kebanyakan pengemudi hanya memandang pada satu titik, yakni pada kendaraan di depannya. ”Selalu jaga jarak aman tiga detik, karena jarak aman tidak bisa dihitung dengan satuan meter,” lanjut Aan.
Pengendara sepeda motor dan mobil juga harus selalu mengecek spion setiap 5-8 detik sekali. Pastikan jangan hanya mengecek satu sisi spion, tetapi semua spion yang dimiliki. Hal ini penting karena kendaraan yang bergerak sangat dinamis.
Menurut Aan, pengemudi juga harus memahami teknik pengereman saat berkendara. Salah satu teknik pengereman yang baik adalah pengereman mesin. Saat menurun, misalnya, gunakan gigi rendah, lalu dibantu rem. ”Pastikan saat mengerem, kaki tidak menginjak pedal kopling. Sebab, tidak akan ada pengereman mesin sehingga kendaraan akan meluncur,” paparnya.
Baca juga : Empat Orang Tewas dalam Kecelakaan Maut di Jalur Gekbrong
Selain keterampilan di atas, Aan juga mengimbau agar pengemudi memastikan tubuh dalam keadaan sehat sebelum mengemudi. Pastikan juga pengemudi dalam keadaan rileks dan nyaman.
”Jangan mengemudi dengan terburu-buru atau dengan perasaan emosional,” tambahnya.