Pengangkatan Terdakwa sebagai Penjabat Bupati Buton Utara Langgengkan Impunitas
Alilh-alih ditahan, tersangka kekerasan seksual diangkat sebagai penjabat bupati di Buton Utara.
KENDARI, KOMPAS — Penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan terdakwa Wakil Bupati Buton Utara Ramadio diharapkan menjadi atensi Pemerintah Pusat. Alih-alih ditahan, tersangka kini diangkat sebagai penjabat bupati. Hal ini mencoreng keadilan terhadap korban dan bisa melanggengkan impunitas terhadap terdakwa.
Ramadio menjadi tersangka kekerasan seksual terhadap seorang anak berumur 14 tahun di Buton Utara, Sulawesi Tenggara, sejak akhir 2019. Ia didakwa melanggar Pasal 76 F jo Pasal 83 atau Pasal 76 I jo Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pada Jumat (25/9/2020), Ramadio diangkat sebagai Penjabat Sementara Bupati Buton Utara oleh Gubernur Sultra Ali Mazi. Padahal, kasus ini telah dilimpahkan ke kejaksaan sejak Selasa (16/9/2020) dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Muna sejak Senin (21/9). Di satu sisi, seorang mucikari dari kasus ini, yaitu TB, kini telah disidang dan dituntut sembilan tahun penjara di tingkat banding. Kasus ini masih di tahap kasasi.
Yustina Fendrita, Direktur Yayasan Lambu Ina, lembaga yang mendampingi korban, menjelaskan, meski seorang mucikari telah disidang, tersangka hingga saat ini tidak ditahan. Bahkan, beberapa hari lalu, ia diangkat menjadi penjabat Bupati Buton Utara seiring bupati yang mengikuti pilkada.
Baca juga: Polisi Didesak Periksa Pejabat Terlapor di Buton Utara
”Penanganan kasus ini telah berlarut-larut dan hampir setahun sejak kasus ini dilaporkan. Meski mucikari telah disidang, pelaku belum juga ditahan. Bahkan, mendapatkan hak Istimewa, fasilitas negara, sebagai pejabat. Hal ini menunjukkan adanya impunitas ke pejabat publik meski telah ditetapkan tersangka kekerasan seksual,” tutur Yustina dalam konferensi pers virtual bersama Komnas Perempuan, Selasa (29/9/2020).
Beberapa waktu lalu, menurut Yustina, kasus tersangka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Raha. Selama menjadi tersangka dan diperiksa di Polda Sultra, tersangka tidak juga ditahan.
Di satu sisi, kondisi korban mengalami dampak sosial dan psikologis dari kejadian ini. Korban pernah diarahkan oleh tokoh adat di lingkungan korban untuk dinikahkan. Korban juga harus menjalani beragam pemeriksaan karena kasus ini ditarik dari Polres Muna, ke Polda Sultra. Pendampingan terhadap korban terus dilakukan. Korban saat ini juga masuk dalam program perlindungan saksi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Penanganan kasus ini telah berlarut-larut dan hampir setahun sejak kasus ini dilaporkan. Meski mucikari telah disidang, pelaku belum juga ditahan. Bahkan, mendapatkan hak Istimewa, fasilitas negara, sebagai pejabat.
”Karena itu, kami mendesak agar Kejari Raha memperhatikan posisi rentan korban dari kejadian ini dan segera melakukan penahanan terhadap tersangka. Selain itu, mendesak Gubernur Sultra Ali Mazi untuk membatalkan pengangkatan tersangka sebagai penjabat bupati karena ini berpotensi memiliki kuasa lebih dalam penanganan kasus,” tuturnya.
Komisioner Komisi Nasional Perempuan, Siti Aminah, menjelaskan, kasus kekerasan seksual yang melibatkan pejabat publik seperti yang terjadi di Buton Utara ini patut menjadi perhatian bersama. Sebab, ada relasi kuasa yang lebih di dalamnya dan tersangka memiliki kewenangan yang bisa disalahgunakan.
Baca juga: Tingkat Kekerasan Tinggi, Anak Belum Terlindungi
Dengan jabatan publik, terang Aminah, tersangka bisa menggunakan kekuasaan juga jejaring untuk menunda pemenuhan keadilan bagi korban. Selain itu, satu orang mucikari telah menjadi terdakwa dan ditahan, dengan tuntutan di tingkat banding sembilan tahun dan denda Rp 100 juta.
”Di sini kami melihat ada kepentingan korban dalam mendapatkan keadilan dan persamaan di muka hukum seperti apa? Bagaiamana seorang tersangka perantaranya sudah dipidana, tetapi pelaku yang mengeksploitasi anak belum ditahan? Kasus ini juga kental dengan unsur perdagangan anak,” ucapnya.
Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, sejumlah instrumen hukum telah mengatur, baik itu di Undang-Undang Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, hingga instruksi presiden. Meski demikian, jika menyangkut peajabat publik, ada hal yang tidak bisa segera ditangani.
Sebab, tambah Aminah, di UU Pemerintahan Daerah, pemeriksaan dan penahanan pejabat daerah, dalam hal ini bupati/wakil bupati, harus mendapatkan izin tertulis dari Mendagri. Hal ini berarti ada pengistimewaan untuk tersangka yang merupakan kepala daerah.
Oleh karena itu, Aminah melanjutkan, pemerintah pusat harus melihat dan memberi atensi khusus terkait hal ini. Kementerian Dalam Negeri harus mengevaluasi pengangkatan tersangka sebagai penjabat bupati dan DPR RI untuk menghapus persetujuan pemerintah pusat untuk penahanan pejabat daerah.
Pelaksana Harian Kabid Humas Polda Sultra Komisaris Besar La Ode Proyek menyampaikan, kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sultra pada Rabu (16/9/2020). Pihak Polda Sultra, Polres Muna, dan Kejari Muna bersama-sama membawa pelimpahan berkas ini ke Kejati Sultra.
Terkait tidak ditahannya tersangka, Proyek menyampaikan, hal itu berdasarkan pertimbangan tersangka adalah pejabat publik yang harus melalui izin Mendagri. ”Pada intinya kasus ini sudah kami limpahkan ke kejaksaan,” ucapnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sultra Herman Darmawan menyampaikan, kasus ini telah ditetapkan lengkap atau P21, bahkan segera masuk ke persidangan. Pada Senin (21/9/2020), kasus ini telah dilimpahkan dari kejaksaan ke Pengadilan Negeri Muna.
”Menurut Informasi sidangnya sudah ditetapkan pada Kamis (1/10/2020) ini,” ucapnya.
Menurut Herman, Kejati Sultra hanya melakukan koordinasi tahap dua terkait kasus ini karena juga ditangani Polda Sultra. Sidang dilakukan di Muna dan tuntutan ada di pihak Kejaksaan Negeri Muna.
Kasus yang menjerat Ramadio, yang saat ini sebagai Penjabat Bupati Buton Utara, dilaporkan sejak akhir September 2019. Ayah korban menjelaskan, ia mendapat laporan jika anaknya menjadi korban asusila oleh seorang pejabat tinggi Buton Utara. Anak gadis satu-satunya itu memang menetap di kampung mereka di Kabupaten Buton Utara (Butur), sementara ia dan istrinya di Kota Baubau.
”Saya langsung pulang ke kampung dan melapor ke Polsek Bonegunu, Buton Utara. Sehabis itu menuju Polres Muna bersama anak saya. Di situ anak saya dimintai keterangan, sejumlah pakaian diambil untuk jadi bukti, dan ada tetangga jadi saksi,” kata ayah korban. Polres Muna membawahkan wilayah hukum Kabupaten Buton Utara.
Ayah korban menceritakan, peristiwa yang menimpa putrinya itu berlangsung sebanyak dua kali. Pertama kali, putrinya yang masih duduk di bangku sekolah menengah ini dilecehkan pada Juni atau pada bulan Ramadhan lalu. Seorang tetangganya, berinisial TB, mengajak putrinya ke rumahnya dengan alasan membantu membuat kue, sekitar pukul 18.00.
Sementara itu, Komnas Perempuan mencatat, kasus kekerasan seksual yang dilakukan pejabat publik terus meningkat. Selama 2018-2019, jumlah kasus yang melibatkan pejabat publik mencapai 115 kasus. Sebanyak 76 kasus dilakukan oleh ASN, melibatkan aparat Polri 20 kasus, guru 16 kasus, dan anggota militer 12 kasus.
Dihubungi terpisah, Wakil Bupati Ramadio tidak menjawab pesan yang dikirimkan, juga tidak menjawab telepon. Sementara itu, Sekretaris Daerah Sultra Nur Endang Abbas menjabarkan, pengangkatan Wakil Bupati Ramadio sebagai penjabat Bupati Buton Utara sesuai amanat UU Pemda. Secara otomatis, wakil bupati akan menjabat sebagai bupati jika kepala daerah mengikuti rangkaian pilkada.
”Di situ dijelaskan status wakil bupati bukan seorang terdakwa atau tidak ditahan. Sekarang, kan, posisinya masih tersangka dan tidak ditahan,” kata Endang.
Baca juga: Anak-anak Indonesia Diperdagangkan
Meski demikian, Endang melanjutkan, pihaknya akan segera menindaklanjuti hal ini jika status tersangka telah berubah menjadi terdakwa. Nomor registrasi terdakwa akan dikirimkan ke Kemendagri untuk ditindaklanjuti dan mencari pejabat pengganti.
”Pada intinya, jika ada status baru atau beliau ditahan, kami segera menindaklanjuti. Kami Sudah antisipasi hal ini dan semua unsur pemerintah tetap berprinsip untuk menyelesaikan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan,” ucapnya.