Perlu Ekskavasi Lanjutan Situs Patakan Tinggalan Airlangga
›
Perlu Ekskavasi Lanjutan Situs...
Iklan
Perlu Ekskavasi Lanjutan Situs Patakan Tinggalan Airlangga
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Lamongan merasa perlu melanjutkan ekskavasi terhadap Situs Patakan yang merupakan tinggalan purbakala dari masa Airlangga, Raja Kahuripan, abad ke-11.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Lamongan merasa perlu melanjutkan ekskavasi terhadap Situs Patakan yang merupakan tinggalan purbakala dari masa Airlangga, Raja Kahuripan, abad ke-11.
Situs berupa bangunan candi yang disusun dari bata yang terletak di daratan berbukit Dusun Montor, Desa Patakan, Kecamatan Sambeng, Lamongan bagian selatan. Sejak ditemukan pada 2013, telah dilaksanakan empat tahap ekskavasi. Penggalian tahap keempat resmi berakhir pada Minggu (27/9/2020) oleh tim arkeologi terpadu BPCB Jatim serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan.
Menurut arkeolog BPCB Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, yang dihubungi dari Surabaya pada Selasa (29/9/2020), penggalian tahap keempat kian menegaskan Patakan sebagai perlindungan Airlangga setelah serangan dari Dyah Tulodong, Ratu Lodoyong, dari wilayah saat ini Tulungagung bagian selatan, sesuai petikan Prasasti Terep (1032).
”Menurut Prasasti Terep, istana Airlangga di Watan Mas di lereng Gunung Penanggungan hancur oleh serangan pasukan Dyah Tulodong sehingga memaksa Airlangga mengungsi ke Patakan untuk menyusun kembali kekuatan dan pemerintahan,” kata Wicaksono.
Di Patakan inilah kemudian Airlangga mengeluarkan prasasti batu yang menyebutkan penetapan wilayah bebas pajak (sima) sekaligus meminta masyarakat memelihara kompleks bangunan suci Bhatara Ri Sanghyang Patahunan. Prasasti Patakan juga memuat keberadaan warga kilalan, tokoh dewa, pejabat kerajaan, dan Sanghyang Patahunan serta umat atau pengikut yang mampu menjamin keselamatan Airlangga selama di Patakan.
Menurut Prasasti Terep, istana Airlangga di Watan Mas di lereng Gunung Penanggungan hancur oleh serangan pasukan Dyah Tulodong sehingga memaksa Airlangga mengungsi ke Patakan untuk menyusun kembali kekuatan dan pemerintahan. (Wicaksono)
Wicaksono mengatakan, tinggalan yang tersisa saat ini ialah kompleks bangunan suci Buddha atau wihara yang dikelilingi tembok dengan panjang 72 meter dan lebar 71 meter. Tembok merupakan kombinasi batu putih dan bata merah dan tim telah menemukan sisa reruntuhan gerbang di bagian barat.
Di dalam kompleks terdapat dua bangunan yang salah satunya ialah struktur utama candi berbentuk persegi dengan dimensi panjang 17,88 meter, lebar 11,81 meter, dan tinggi 5,2 meter.
”Pada bagian belakang bangunan utama itu kami menemukan lubang dengan ukuran persegi, yakni panjang 64 sentimeter, lebar 65 sentimeter, dan berkedalaman 170 sentimeter,” kata Wicaksono.
Di dalam lubang ada batu tertata rapi yang cukup untuk duduk atau bersila satu orang. Ruang kecil itu mungkin berfungsi seperti bungker atau tempat persembunyian hanya untuk satu orang. Apalagi bangunan utama tidak berpintu dan bertangga seperti candi pada umumnya.
Dengan begitu, lubang pada bagian belakang dipersepsikan sebagai ruang persembunyian. Di bagian atas ditemukan dua bilik terpisah oleh altar yang kemungkinan tempat orang bersemedi.
Bukti material memperlihatkan bangunan utama Patakan dirancang sebagai kompleks suci dengan fungsi kamuflase untuk perlindungan. ”Jika lubang ditutup, yang bersembunyi tidak akan terlihat. Bagi kami ini amat unik karena belum ditemukan di lokasi mana pun,” ujar Wicaksono.
Menemukan fragmen
Selain itu, tim arkeologi juga menemukan fragmen atau pecahan keramik dan uang logam dari Dinasti Song (abad ke-10 sampai ke-13). Sisa tembikar dan uang logam memperkuat dugaan bahwa kompleks itu sebagai bangunan suci yang ditinggali oleh sekelompok orang.
”Amat mungkin bangunan lainnya untuk tempat tinggal ada tetapi karena memakai bahan kayu atau alam seiring usia lapuk dan hancur sehingga tidak bisa ditemukan jejaknya,” kata Wicaksono.
BPCB Jatim berkepentingan melanjutkan ekskavasi mengarah ke pagar keliling untuk memastikan luas kompleks Situs Patakan. Untuk itu, BPCB Jatim akan kembali bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Lamongan guna melaksanakan penggalian setidaknya pada tahun depan (2021).
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan Mifta Alamuddin yang dihubungi secara terpisah mengatakan, penggalian lanjutan untuk Situs Patakan masih diperlukan. Dengan ekskavasi diharapkan semakin terlihat kelengkapan tinggalan Airlangga itu.
Dalam khazanah sejarah, candi termasuk langka di Lamongan. Yang kerap ditemukan ialah makam kuno. Di sisi lain, tinggalan Airlangga tidak sebanyak era-era setelahnya yakni Singhasari dan Majapahit. Padahal, masa Airlangga (1019-1043) telah dikeluarkan setidaknya 33 prasasti yang sebagian di antaranya termasuk Patakan menginformasikan tinggalan bangunan suci di wilayah saat ini Lamongan.
”Situs Patakan membuka pintu mencari jejak tinggalan Airlangga lainnya di Lamongan,” kata Mifta.
Posisi geografis Situs Patakan juga dianggap strategis sebab dibatasi Bengawan Solo di utara dan Bengawan Brantas di selatan. Dengan demikian, kompleks ini hanya bisa diserang dari barat dan timur. Apalagi, Patakan telah menjadi wilayah persembunyian Airlangga untuk kembali menyusun kekuatan, membalas serangan musuh, kemudian bergerak lagi dan mendirikan ibu kota baru yakni Kahuripan kemudian mencapai kejayaan.