Arungi Arus Pandemi demi Antar Energi
Saat pandemi, awak Kapal Gas Ambalat kini punya tugas ganda. Mereka harus memastikan tangki berisi 2.500 metrik ton elpiji tidak bocor dan virus korona baru tidak masuk kapal.
Saat pandemi, awak Kapal Gas Ambalat kini punya tugas ganda. Mereka harus memastikan tangki berisi 2.500 metrik ton elpiji tidak bocor dan virus korona baru tidak masuk kapal. Kerja keras itu demi memastikan kehidupan banyak manusia Indonesia tetap berjalan di zaman tak mudah ini.
Di antara tongkang batubara, ”raksasa” Kapal Gas Ambalat milik PT Pertamina (Persero) di Pelabuhan Cirebon, Kota Cirebon, Jawa Barat, itu bekerja dalam senyap. Kapal sepanjang 107 meter dan lebar 17,6 meter itu tengah menyalurkan elpiji melalui pipa khusus ke Terminal LPG PT Karya Cemara Indah, Jumat (18/9/2020).
Selama 14 jam masa bongkar muat gas, para awak kapal harus memastikan tidak ada kebocoran gas yang ditandai dengan bau durian. Aroma itu berasal dari bahan khusus karena gas pada dasarnya tidak berbau. ”Satu tabung elpiji 3 kilogram bisa menghancurkan dua rumah. Ini satu kapal bisa jadi firework (kembang api),” ujar kapten Kapal Gas Ambalat, Saiful Bahrul.
Ledakan gas di rumah bisa dicegah dengan memperbanyak ventilasi udara. Namun, upaya pencegahan di kapal lebih kompleks. Telepon seluler, misalnya, wajib dalam mode pesawat terbang, tanpa sinyal. Sinyal rentan memicu ledakan gas.
Oleh karena itu, 22 kru kapal menggelar simulasi kebakaran sebulan sekali. Sistem pun dibangun, seperti alat pendeteksi api hingga pintu yang tertutup otomatis jika ada api. Kapal buatan China ini tidak pernah mengalami kebocoran gas sejak beroperasi tahun 2014 lalu.
Baca juga : Pukulan Berlipat Produsen Minyak
Walakin, pandemi Covid-19 membuat semuanya tak sama lagi. Tugas mereka bertambah. Kru juga harus memastikan virus korona baru tidak masuk ke kapal. Sejak 16 Maret hingga Juli 2020, kapal bersama krunya menerapkan lockdown atau penguncian wilayah. ”Kami enggak ke mana-mana, tidak sentuh bumi,” ucap bapak lima anak ini. Siapa pun dilarang masuk dan keluar kapal.
Saat semua harus dilakukan di atas kapal, pasokan makanan dijamin perusahaan. Seorang koki hadir menyajikan aneka menu makanan beragam agar awak kapal tak bosan.
Untuk kebutuhan mandi hingga cuci piring, kapal memiliki mesin yang mengubah air laut menjadi air tawar berkapasitas 10 ton per hari. Sampah plastik sampai bahan makanan pun dimusnahkan dengan insinerator. Tak ada sampah dibuang ke laut.
Ruangan berukuran 5 meter persegi juga menjadi tempat membunuh kejenuhan. Di sana ada televisi 60 inci untuk menonton video, bermain gim Playstasion 3, hingga karaoke lengkap dengan lampu kerlap-kerlipnya.
Di dekatnya terdapat mushala dan arena angkat beban. Di tengah pandemi, mereka mencoba menyelaraskan kesehatan jasmani dan rohani dalam satu ruangan. Salah satu kru dinobatkan sebagai pelatih karena sering berolahraga. Beberapa kru lain merasa cukup puas olahraga dengan naik turun tangga di empat lantai kapal.
Walakin, pandemi Covid-19 membuat semuanya tak sama lagi. Tugas mereka bertambah. Kru juga harus memastikan virus korona baru tidak masuk ke kapal. Sejak 16 Maret hingga Juli 2020, kapal bersama krunya menerapkan lockdown atau penguncian wilayah.
Kini, meski kapal tidak lagi menerapkan lockdown, protokol kesehatan tetap ketat. Selain kru, siapa pun yang ingin masuk kapal harus menunjukkan surat keterangan hasil tes cepat dengan hasil nonreaktif atau negatif Covid-19 dari tes usap.
Para kru juga tidak diizinkan meninggalkan kapal ada di daerah zona merah Covid-19. Jika ingin pelesiran, kru harus mendapatkan izin nakhoda. ”Walaupun surat itu bisa berlaku tujuh hari, saya minta sehari sebelum ke kapal harus rapid test,” kata Saiful.
”Kalau ada yang positif, seluruh kru diganti dan kapal tidak beroperasi seminggu,” ungkapnya.
Tak terganggu
Pertamina kini memiliki sembilan kapal pengangkut gas. Selain itu, ada juga kapal carter yang jumlahnya mencapai 217 unit. Kapasitas angkut kapal-kapal itu berkisar 1.700 metrik ton (MT) hingga 46.000 MT. Peran mereka vital, jadi bahan bakar laju perekonomian masyarakat.
Kapal Gas Ambalat adalah contoh nyata. Kapasitas tangkinya setara 833.333 tabung gas ukuran 3 kg atau dikenal dengan gas melon. Jika satu keluarga prasejahtera membutuhkan satu tabung gas 3 kg per bulan, Gas Ambalat turut menyalakan 833.333 kompor keluarga tersebut.
Sejauh ini, pandemi tidak mengganggu kerja Kapal Gas Ambalat. Awalnya, elpiji impor dari Qatar dan Iran dibawa ke Tanjung Sekong, Banten, dan Tanjung Semangka, Lampung. Gas Ambalat lalu datang ke Tanjung Sekong mengambil elpiji, lalu kembali ke Pelabuhan Cirebon. Perjalanan pergi-pulang mencapai 40 jam.
”Dalam sebulan, kami bisa empat kali ke Tanjung Sekong. Tidak ada kendala karena kami menyisir pantai, bukan tengah laut,” ujar Saiful yang delapan bulan terakhir menakhodai Gas Ambalat.
Setelah menyalurkan gas dari kapal ke terminal elpiji PT Karyatara Cemara Indah (KCI), sekitar 40 truk siap mengantarnya ke stasiun pengisian bahan elpiji setiap hari. Lalu, elpiji didistribusikan ke agen hingga toko. Sebagian besar untuk kebutuhan warga Jateng. Jika dibutuhkan, LPG juga disalurkan ke daerah-daerah di pantura Jabar.
Baca juga : Skema Tertutup Subsidi Elpiji
Unit Manager Communication Relations and CSR Marketing Operation Region III PT Pertamina Eko Kristiawan mengatakan, konsumsi elpiji subsidi 3 kg pada September di Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) rata-rata 605 MT. Jumlah ini meningkat dibandingkan Januari-Februari yang rata-rata 565,2 MT.
”Elpiji rumah tangga ini juga sering kali digunakan untuk menunjang kegiatan industri kecil menengah, seperti pedagang makanan, horeka, pertanian, serta pelaku industri lainnya,” katanya.
Eko jelas tidak keliru. Bahkan, saat pandemi ini, bisa jadi penggunanya semakin banyak. Wirausaha UMKM menjadi tumpuan sebagian orang saat pekerjaan tak mudah didapat.
Delvi Ramdanti (22) bisa jadi yang memanfaatkan kerja keras Ambalat. Akibat pandemi, ia kehilangan pekerjaannya di toko gawai. Dia lantas memilih menjual aneka makanan yang sebelumnya dimasak menggunakan elpiji 3 kg.
Usaha kecil-kecilan dengan pemasukan Rp 50.000 per hari itu diharapkan bisa membantu lima anggota keluarganya. Ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga sudah berpulang beberapa tahun lalu.
Akan tetapi, usahanya masih belum berjalan mulus. Ketersediaan dan harga gas subsidi belum stabil. ”Sekarang, harganya Rp 23.000 per tabung. Padahal, biasanya Rp 18.000 per tabung,” ucapnya.
Hal itu jelas bukan perkara mudah. Sejak diperkenalkan 1968, elpiji selalu menjadi incaran. Selain praktis, elpiji juga dinilai lebih bersih untuk memasak. Apalagi, saat program konversi minyak tanah ke elpiji 2007. Ketersediaan pasokan jadi hal utama.
Akan tetapi, cadangan 102 triliun kaki kubik milik Indonesia bukan angka yang besar. Jumlah itu hanya 1,5 persen dari total cadangan gas bumi di seluruh dunia saat ini. Lagi pula, dari konsumsi elpiji nasional 7 juta metrik ton per tahun, 5 juta metrik ton di antaranya hasil impor (Kompas, 27/2/2020). Padahal, beberapa dekade lalu, Indonesia biasa mengekspor elpiji, seperti ke Filipina.
Baca juga : Ancaman Nyata Kelangkaan Energi Fosil
Tetap belajar
A smooth sea never made a skilled sailor (Arus tenang lautan tidak akan membentuk pelaut yang tangguh).
Kutipan legendaris tokoh sentral Perang Dunia II, Franklin Delano Roosevelt, itu tercetak hitam tebal di dinding kapal anjungan. Kalimat penuh kebanggaan itu seakan dibuat untuk terus memompa semangat para penghuni Kapal Gas Ambalat.
Kini, saat badai pandemi datang, motivasi dari kalimat itu kembali diuji. Pergerakan para krunya yang serba terbatas bukan alasan untuk bersantai, tetapi jadi kesempatan untuk terus belajar.
Dila Wira Wati (22), kadet bagian dek kapal, bisa jadi selaras dengan kalimat inspiratif itu. Dila adalah mahasiswa angkatan 2017 di Politeknik Bumi Akpelni, Semarang, Jateng. Seperti mahasiswa tingkat akhir lain, perempuan berjilbab ini harus merasakan melaut selama setahun. Kali ini, perjalanannya tidak biasa. Dia berlayar bersama Kapal Gas Ambalat saat pandemi.
Akan tetapi, tak selamanya ”badai” membawa nestapa. Lebih kerap berada di kapal membuatnya punya banyak waktu untuk belajar. Sembilan buku habis ia baca. Mulai dari buku pengembangan diri Sapiens karya Yuval Noah Harari hingga buku tentang kelautan menjadi santapannya. Dia juga punya kesempatan lebih banyak belajar dari seniornya demi menjadi mualim kapal yang tangguh, terutama saat pandemi ini.
Kini, tantangan pemenuhan kebutuhan elpiji nasional dihadang arus pandemi. Para kru Kapal Gas Ambalat juga dituntut beradaptasi. Namun, apabila bisa diarungi, semuanya bakal jadi modal besar agar tetap tangguh menghadapi masa depan yang mungkin jauh lebih berat.
Baca juga : Bukan Gatot Kaca Mencari Energi untuk Negeri