Novak Djokovic memiliki motivasi tinggi untuk merebut gelar juara Perancis Terbuka. Hasil undian yang cukup ringan dan dominasinya tahun ini membuka peluang petenis nomor satu dunia ini untuk mewujudkan ambisinya.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Perjalanan Novak Djokovic menuju Roland Garros tahun ini mirip seperti ketika dia menjuarai Perancis Terbuka 2016. Namun, petenis nomor satu dunia itu tak ingin dominasinya empat tahun lalu membayanginya pada musim 2020 ini.
Sebelum tampil pada Perancis Terbuka, 27 September-11 Oktober, yang menjadi Grand Slam terakhir pada 2020, Djokovic meraih lima gelar juara dari enam turnamen, termasuk di antaranya juara Grand Slam Australia Terbuka dan turnamen beregu putra Piala ATP di Australia. Pada Piala ATP, Djokovic dan rekan-rekannya membawa Serbia juara.
Dalam masa pemanasan menuju Roland Garros, Djokovic meraih gelar dari turnamen tanah liat, Roma Masters. Hasil itu menempatkannya sebagai petenis dengan gelar ATP Masters 1000 terbanyak, yaitu 36 gelar, melampaui Rafael Nadal dengan 35 gelar.
Empat tahun lalu, juga ketika berada pada puncak peringkat dunia, perjalanan petenis yang saat ini berusia 33 tahun itu tak kalah fenomenal. Dia menjuarai Australia Terbuka dan empat turnamen Masters 1000.
Dominasinya juga diperlihatkan melalui statistik menang-kalah. Sebelum tampil di Roland Garros tahun ini, Djokovic 32 kali menang dari 33 pertandingan. Pada 2016, dia memiliki catatan menang-kalah, 36-3.
Satu-satunya kekalahan pada tahun ini adalah ketika dia tersingkir pada babak keempat Grand Slam Amerika Serikat Terbuka di Flushing Meadows, New York, 31 Agustus-13 September. Dia tersingkir dengan cara didiskualifikasi saat berhadapan dengan petenis Spanyol, Pablo Carreno Busta. Bola pukulannya ke belakang lapangan setelah kehilangan servis, yang seharusya diarahkan pada petugas pemungut bola, mengenai leher seorang hakim garis.
Meski dilakukan dengan tak sengaja, sanksi diskualifikasi tetap diterapkan karena Djokovic dinilai melanggar kode etik. Dalam pertandingan tenis, salah satu kode etik yang harus ditaati atlet adalah tak membahayakan orang lain (lawan, wasit, penjaga garis, penonton, pemungut bola) meski tak disengaja.
Meski syok dalam beberapa hari setelah kejadian tersebut, Djokovic telah melupakannya demi bisa fokus kembali pada turnamen berikutnya, termasuk Perancis Terbuka. Selain dalam misi mendekati dua rivalnya, Roger Federer (20 gelar) dan Nadal (19), dalam perolehan gelar dari Grand Slam, Djokovic, yang telah 17 kali juara Grand Slam, juga ingin menambah satu-satunya gelar dari Perancis Terbuka yang didapat empat tahun lalu.
Perolehan gelarnya di Paris tertinggal dari tiga Grand Slam lain. Djokovic meraih tiga gelar di AS Terbuka, lima dari Wimbledon, serta delapan dari Australia Terbuka.
Misinya di Roland Garros pada masa pandemi Covid-19 ini dimulai dengan kemenangan atas petenis Swedia berusia 22 tahun, Mikael Ymer, pada babak pertama, Selasa (29/9/2020) sore waktu setempat atau Selasa tengah malam WIB. Djokovic menang, 6-0, 6-2, 6-3, dan akan berhadapan dengan Ricardas Berankis (Lituania) pada babak kedua.
Musim 2016 jelas telah mewujudkan impian saya. Saya menjuarai Perancis Terbuka yang telah lama dinantikan. Gelar itu sangat bermakna. Namun, setiap tahun adalah tahun yang berbeda dengan tantangan berbeda.
”Saya pikir telah memulai penampilan dengan sangat baik. Menang 6-0 pada set pertama adalah cara terbaik untuk memulai Grand Slam. Saya menikmati pertandingan hari ini. Fisik, mental, dan emosi saya bagus. Semoga saya bisa mencapai tahap lebih jauh di sini,” katanya.
Beda tantangan
Becermin pada 2016, dominasinya pada tahun ini dan hasil undian yang cukup ringan, Djokovic pun berpeluang menjadi tunggal putra pertama yang bisa menjuarai setiap Grand Slam, minimal dua kali dalam era Terbuka (sejak 1968).
Kesempatan serupa juga dimiliki Nadal. Namun, dia selalu gagal menambah satu-satunya gelar dari Australia Terbuka 2009. Pada era sebelumnya, hanya ada dua tenis dengan minimal dua gelar dari setiap Grand Slam, yaitu Roy Emerson, yang meraih 12 gelar pada rentang 1961-1967, dan Rod Laver (11 gelar) pada 1960-1969.
”Musim 2016 jelas telah mewujudkan impian saya. Saya menjuarai Perancis Terbuka yang telah lama dinantikan. Gelar itu sangat bermakna. Namun, setiap tahun adalah tahun yang berbeda dengan tantangan berbeda. Anda telah menjadi orang dan petenis yang berbeda meski banyak kesamaan dengan tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Meski demikian, ayah dari dua anak itu tak memungkiri bahwa dia memiliki target yang lebih tinggi. Sebelum AS Terbuka, Djokovic mengatakan ingin menjadi petenis dengan gelar Grand Slam terbanyak, sekaligus berada di puncak peringkat dunia terlama. Dengan 287 pekan menjadi petenis nomor satu dunia, dia pun tinggal mengejar pencapaian Federer telah 310 pekan berada di tempat tersebut.
”Saya kembali ke sini setiap tahunnya karena punya harapan akan meraih sukses lagi, membawa pulang kembali trofi. Jika tak punya motivasi seperti itu, saya tak akan berada di sini. Dalam benak saya, hanya ada target-target untuk menjadi yang terbaik dan saya bekerja keras untuk itu,” katanya dalam laman resmi Perancis Terbuka. (AP)