Sebagai upaya menjembatani pelaku usaha dengan dunia digital, Mitra Bukalapak hadir menjangkau para pemilik warung tradisional dan agen individu untuk membantu mereka beradaptasi dengan teknologi secara mudah.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akses teknologi pada masa pandemi Covid-19 tidak hanya dibutuhkan oleh pelaku usaha yang sudah melek secara teknologi, tetapi terlebih oleh mereka yang belum paham dunia digital. Mitra Bukalapak pun hadir menjadi jembatan untuk memudahkan pedagang naik kelas.
Data Bukalapak, secara total sudah ada lebih dari 5,5 juta Mitra Bukalapak yang terdiri dari warung tradisional dan agen individu. Para mitra mencatat kenaikan transaksi tertinggi pada Juli 2020, yakni sekitar 3 kali lipat, dari bulan yang sama pada 2019.
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin menjelaskan, Mitra Bukalapak hadir menjadi jembatan yang memudahkan antara pemilik warung tradisional dan agen individu untuk terkoneksi dengan digital. Melalui upaya ini, Mitra Bukalapak antara lain dapat melayani pembayaran listrik, air, pulsa, dan angsuran kredit secara daring sehingga memberi kemudahan bagi masyarakat sekitar.
”Mitra Bukalapak tidak hanya menjangkau masyarakat di perkotaan, tetapi juga berada di 477 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Kami ingin mereka menjadi pendorong untuk perluasan inklusi keuangan hingga ke pelosok, membawa transformasi yang tidak hanya berfokus di kota besar saja sehingga menutup kesenjangan yang ada lewat teknologi,” ujar Rachmat, Rabu (30/9/2020).
Diskusi ini dibahas dalam Temu Virtual Media: Semua Bisa Untung-Tingkatkan Ekonomi Lewat Jualan Produk Virtual Mitra Bukalapak. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Suhartono; Kepala Perencana Keuangan, Pendiri, dan Direktur Utama QM Financial Ligwina Hananto; dan Mitra Bukalapak, juragan Ahmad.
Pertumbuhan transaksi Mitra Bukalapak, kata Rachmat, didukung model bisnis dan ragam produk virtual yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar domisili para mitra. Mulai dari Fitur Arrum Haji, Tabungan Emas, Jutawan, Bayar Tempo, Top Up E-Money, hingga Setor Tunai untuk mengatasi minimnya akses terhadap produk keuangan yang dihadapi para pelaku usaha mikro.
Melalui siaran pers, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengapresiasi kolaborasi perusahaan teknologi, perbankan, dan keuangan yang diramu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ekosistem ini menjadi kesempatan bagi pelaku usaha agar bisa memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan usahanya.
”Jika semakin banyak masyarakat yang memperoleh kesempatan berusaha yang lebih mudah, aman, dan secara signifikan memberikan kehidupan yang lebih baik, pemberdayaan masyarakat dan pergerakan ekonomi akan berjalan seiring dengan optimalisasi teknologi. Ini yang kita harapkan agar masyarakat bisa adaptif dan tetap menang pada situasi pandemi saat ini,” ujar Ida.
Dukungan juga diutarakan Suhartono yang mewakili Ida dalam diskusi virtual dengan menyampaikan, kehadiran Bukalapak dapat menjadi solusi bagi pelaku usaha memasarkan produknya secara daring. Ke depan, diharapkan ada kolaborasi nyata antara pemerintah dan platform e-dagang agar lebih banyak menyejahterakan masyarakat.
”Selama ini kami (Kementerian Ketenagakerjaan) sudah banyak melatih pelaku usaha sampai mereka bisa memproduksi sendiri, tetapi kemudian tantangannya, mereka sulit mencari pasar. Inilah yang kami harapkan agar ada kolaborasi dengan Bukalapak dan e-commerce (e-dagang) lain untuk membantu pemasaran,” kata Suhartono.
Berkelanjutan
Ligwina Hananto mengatakan, setiap pelaku usaha yang baru memulai usaha saat pandemi atau yang sebelumnya sudah memulai usaha harus memiliki tujuan untuk membuat usahanya tetap berlanjut. Artinya, perlu ada pengelolaan laporan keuangan yang baik.
”Seorang pedagang itu biasanya jika dapat untung langsung habis dan bertahan untuk jangka pendek. Tapi kalau ingin usaha kita berlanjut, artinya kita harus bisa membuat dagang menjadi bisnis, ada laporan keuangan dan jangan sampai omzet kita gunakan seluruhnya untuk keperluan pribadi,” ujar Ligwina.
Pedagang ataupun pebisnis juga harus berubah seiring perubahan perilaku konsumen yang sekarang lebih banyak di rumah. Selain bertransformasi ke dunia digital, pelaku usaha juga harus mengetahui kebutuhan konsumen di tengah pandemi.
”Sekarang orang-orang lebih cenderung memprioritaskan kebutuhan primer dan banyak yang menghabiskan waktunya di rumah. Perubahan ini harus disadari dan disesuaikan pelaku usaha dalam memproduksi barangnya,” kata Ligwina.
Rachmat menambahkan, dalam kondisi pandemi, konsumen lebih banyak bertransaksi di Bukalapak untuk produk kesehatan, alat masak, peralatan rumah tangga, serta tanaman. Produk-produk inilah yang dibutuhkan konsumen dalam masa pandemi.
”Saya melihat tren ini masih akan terus berlanjut ke depan. Semoga dengan adanya Bukalapak dan Mitra Bukalapak, kampanye #SemuaBisaUntung benar-benar bisa dirasakan oleh semuanya dan semakin memudahkan pelayanan bagi masyarakat,” kata Rachmat.
Ahmad Prasetio, salah satu ”juragan” Mitra Bukalapak yang sudah dua tahun bergabung merasakan langsung keuntungan dari berjualan voucer pulsa, token listrik, dan kirim uang secara virtual. Transaksi hariannya bisa mencapai 30-40 transaksi dengan omzet mencapai Rp 3,5 juta per bulan.
”Walaupun saya hanya bisa bergerak melalui kursi roda, saya bisa tetap berjualan dan menambah pemasukan. Hasil penjualan saya melalui aplikasi Mitra Bukalapak ini menjadi andalan untuk pemasukan keluarga,” kata Ahmad.