Jurnalis Perlu Memiliki Kesadaran Perlindungan Data Pribadi
›
Jurnalis Perlu Memiliki...
Iklan
Jurnalis Perlu Memiliki Kesadaran Perlindungan Data Pribadi
Profesi wartawan menuntut kemampuan terkait keamanan digital. Kemampuan ini perlu dilatih. Selain itu, individu jurnalis perlu ditumbuhkan kesadaran pentingnya perlindungan data pribadi.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Media massa berperan membantu meningkatkan literasi perlindungan data pribadi kepada masyarakat. Peran ini bisa optimal jika kesadaran keamanan siber terbangun di setiap individu jurnalis.
Hal itu mengemuka dalam webinar nasional Bersama Menjaga dan Meningkatkan Kompetensi Keamanan Digital yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Gojek, Rabu (30/9/2020), di Jakarta.
Tanpa kesadaran digital, alih-alih berperan mengedukasi publik soal keamanan siber, media massa malah menjadi ancaman publik.
”Tanpa kesadaran digital, alih-alih berperan mengedukasi publik soal keamanan siber, media massa malah menjadi ancaman publik,” ujar Redaktur Pelaksana Kompas.com Heru Margianto.
Dia mengatakan, ancaman kejahatan siber semakin marak. Media massa juga jadi sasaran. Beberapa jurnalis belakangan menjadi korban tindakan teror melalui doxing atau penyebarluasan informasi pribadi. Kasus tersebut bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua jurnalis.
Mereka harus berhati-hati memasukkan data pribadi baik saat transaksi daring maupun unggah postingan di media sosial. Berdasarkan pengalamannya, dia mengklaim enggan mengunggah konten bersifat pribadi, seperti foto keluarga, di media sosial.
Kebijakan redaksional saat ini adalah meminta seluruh anggota tim cek fakta menerapkan anonimitas. Hasil berita yang telah melalui proses cek fakta akan diunggah tanpa mengikutsertakan nama pekerja.
”Kami hanya menuliskan ’Tim Cek Fakta’ sebagai byline,” kata Heru.
Upaya perlindungan data pribadi narasumber bisa dilakukan setelah jurnalis punya kesadaran. Misalnya, setiap berita terkait keamanan siber dapat disertai informasi pedoman melindungi data pribadi. Cara ini sama seperti jurnalis menulis berita terkait kasus bunuh diri. Wartawan bersangkutan menambahkan informasi pusat konseling atau organisasi masyarakat yang peduli pada tindakan pencegahan bunuh diri.
Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan memandang wartawan harus memahami isu keamanan siber secara mendalam sebelum memberitakan. Mereka perlu memiliki kompetensi dan kapasitas.
Di tengah maraknya ekonomi digital, media massa perlu memberitakan perkembangan positif. Akan tetapi, di sisi lain, media massa perlu menyampaikan berbagai risiko perlindungan data pribadi dan ancaman kejahatan siber lainnya kepada masyarakat.
Makin masif
Menurut catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), serangan siber atau serangan digital semakin masif terjadi dua tahun ini dan menguat satu tahun terakhir. Data Southeast Asia Freedom of Expression Network Mei-Juni 2020 menunjukkan, terdapat 23 kasus serangan digital kepada media, wartawan, dan aktivis (Kompas, 25/8/2020).
Mengutip hasil riset Kaspersky, peneliti di Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada, Tony Seno Hartono, menyebutkan, terdapat 192.591 serangan phising menimpa pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia selama triwulan I-2020. Jumlah serangan itu lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun 2019, yakni 158.492 serangan. Phising adalah penipuan dengan mengelabui korban sehingga pelaku bisa mencuri akun.
Selain phising, dia mengatakan, terdapat beragam bentuk kejahatan siber yang mengancam data pribadi dan di antaranya mengatasnamakan publik figur.
Vice President Information Security Gojek Hana Abriyansyah mengatakan, penipuan dengan pendekatan rekayasa sosial masih menjadi salah satu ancaman kejahatan siber populer. Hal itu bukan hal baru.