Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya mengombinasikan operasi yustisi penegakan disiplin protokol kesehatan, tes usap massal, dan isolasi untuk meredakan wabah Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/ AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya mengombinasikan operasi yustisi penegakan disiplin protokol kesehatan, tes usap massal, dan isolasi untuk meredakan wabah Covid-19 akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Kombinasi tindakan yang agresif seiring dengan arahan Presiden Joko Widodo agar daerah segera dapat mengendalikan wabah Covid-19 yang telah menjadi pandemi global. Jatim merupakan satu dari sembilan provinsi prioritas penanganan wabah Covid-19.
Menurut Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kamis (1/10/2020), di Surabaya, tindakan kuratif bersamaan, yakni operasi, tes, dan isolas,i bertujuan menekan wabah atau pagebluk. Penanganan yang melibatkan Polri dan TNI, secara hukum, diperbolehkan dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Warga yang melanggar dikenai sanksi dan dibawa untuk menjalani tes usap pada saat yang bersamaan (Irvan Widyanto)
Di Jatim juga telah berlaku Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 sebagai perubahan atas regulasi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Aturan ini telah diturunkan menjadi Peraturan Gubernur Jatim Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan Covid-2019.
Operasi yustisi dengan dasar perda dan pergub itu telah berlangsung sejak Senin (14/9/2020) dengan hasil mencengangkan. Kurun setengah bulan atau sampai kemarin, operasi yustisi telah dilaksanakan di 40.745 lokasi di 38 kabupaten/kota.
Tim terpadu mencatat hampir 593.000 pelanggaran. Tim juga mencari pasien Covid-19 tanpa gejala dan menjemput warga yang harus isolasi mandiri tetapi tempat tinggalnya tidak layak untuk melanjutkan tindakan di rumah sakit, hotel, atau gedung yang ditunjuk.
”Selama dua minggu ini, kurva wabah melandai dan pasien yang dirawat atau kasus aktif terus menurun bahkan terendah dibandingkan dengan Jabar, Jateng, dan Jakarta,” kata Khofifah, mantan Menteri Sosial.
Menurut situs resmi infocovid19.jatimprov.go.id yang dikelola Pemprov Jatim, per Kamis ini, kasus aktif atau pasien dirawat sebanyak 3.455 orang. Jumlah itu berkurang 39 orang dari sebelumnya. Wabah telah menjangkiti 44.058 jiwa yang mengakibatkan kematian 3.222 orang. Namun, 37.381 orang berhasil sembuh dari penyakit ini. Di satu sisi, tingkat kematian 7,31 persen, tetapi kesembuhan 84,84 persen.
Khofifah mengatakan, dalam setengah bulan terakhir, tim operasi mampu melakukan tes masif untuk 77.953 sampel. Sebanyak 1 juta tes telah diujikan untuk warga Jatim dengan rincian 943.088 sampel tes cepat dan 329.045 sampel tes usap. Tingkat penularan di Jatim sudah di bawah 1 selama sembilan hari terakhir. Jika situasi bisa dipertahankan sampai dua pekan dan berulang, wabah relatif terkendali.
Rutin razia
Di Surabaya, menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Irvan Widyanto, tim terpadu membentuk swab hunter. Tim di tingkat kecamatan terdiri dari unsur pemerintah, Polri, dan TNI. Tim rutin melaksanakan razia dan operasi yustisi.
”Warga yang melanggar dikenai sanksi dan dibawa untuk menjalani tes usap pada saat yang bersamaan,” kata Irvan yang juga menjabat Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya.
Razia pagi hingga siang, pelanggar dibawa ke puskesmas terdekat untuk tes usap. Razia malam, pelanggar dibawa ke lokasi tes usap terdekat yang masih beroperasi. Jika hasil tes positif, warga dijemput untuk isolasi mandiri atau perawatan.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengingatkan agar pemerintah tidak berpuas diri dan tidak terburu-buru mengklaim wabah telah mereda atau mampu mengendalikannya.
Peningkatan kasus harian yang melandai atau cenderung mengecil harus diamati lebih panjang, misalnya satu-dua bulan. Situasi itu harus dipertahankan satu-bulan berikutnya.
”Selain itu, tes harus semakin masif dan idealnya tingkat kematian menurun hingga nol,” kata Windhu.
Windhu mengingatkan, banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang terjaring operasi yustisi memperlihatkan pengabaian oleh masyarakat. Ini berbahaya karena masyarakat bisa menganggap sepele situasi wabah. Jika ini terjadi, apa pun yang ditempuh pemerintah tak akan berdampak atau diabaikan.