Bagi Indonesia, penggunaan tes cepat antigen menguntungkan karena mempercepat dan memperluas pelaksanaan tes Covid-19.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kabar gembira dari Organisasi Kesehatan Dunia, yang pekan lalu mengeluarkan Daftar Penggunaan Darurat pertama untuk tes diagnostik cepat berbasis antigen.
Senin (28/9/2020), Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan kesepakatan antara WHO dan mitranya, antara lain Global Fund, Bill & Melinda Gates Foundation, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika, serta produsen uji diagnostik cepat Abbott dan SD Biosensor, untuk penyediaan 120 juta tes cepat antigen dengan harga murah selama enam bulan bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Tes untuk mengidentifikasi keberadaan virus itu dapat memberikan hasil dalam waktu 15-30 menit. Jauh lebih cepat dibandingkan dengan tes reaksi berantai polimerase transkripsi terbalik (RT-PCR). Tes yang dikembangkan kedua produsen itu disebut sangat portabel, andal, dan mudah dijalankan sehingga memungkinkan perluasan pengujian, terutama di negara yang tak memiliki banyak laboratorium atau petugas terlatih untuk melaksanakan tes PCR.
Bagi Indonesia, penggunaan tes cepat antigen menguntungkan karena mempercepat dan memperluas pelaksanaan tes Covid-19. Tracing (pelacakan kasus) lebih efektif sehingga isolasi dan treatment (pengobatan) bisa lebih cepat sebelum penderita ataupun orang tanpa gejala menularkan virus ke sekitarnya. WHO merekomendasikan pemeriksaan minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu. Jika penduduk Indonesia berjumlah 269,6 juta jiwa, artinya 269.600 orang harus diperiksa setiap minggu, atau 38.514 orang per hari.
Sampai 29 September 2020, di Indonesia ada 343 laboratorium pemerintah atau swasta yang melaksanakan tes, baik PCR maupun tes cepat molekuler. Yang diperiksa pada hari itu 37.158 spesimen dari 27.891 orang. Perbedaan jumlah itu karena satu kasus dapat diambil lebih dari satu kali dan lebih dari satu jenis spesimen (usap hidung, tenggorokan ataupun dahak). Presiden Joko Widodo menetapkan target pemeriksaan 30.000 orang per hari. Sejak 1 April hingga 29 September 2020, baru 1.962.754 orang dites di Indonesia.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurut laman CDC Amerika Serikat, tes antigen untuk SARS-CoV-2 umumnya kurang sensitif, yakni 84-97,6 persen, dibandingkan dengan RT-PCR, memungkinkan hasil negatif palsu. Namun, spesivitasnya 100 persen sehingga tidak ada positif palsu.
Panduan Tata Laksana Pemeriksaan Antigen Rapid Test SARS-CoV-2 yang diterbitkan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia pada 12 Agustus 2020 menyebutkan perlu laboratorium dengan fasilitas biological safety cabinet (BSC) 2 untuk pemeriksaan antigen.
Oleh karena menyangkut sampel virus, perlu diperhatikan keamanan petugas dan limbahnya. Saat ini beredar sejumlah tes cepat antigen dengan sensitivitas bervariasi, 30-84 persen. Untuk itu, penting konsisten menggunakan tes antigen yang direkomendasikan WHO.