Alarm dari Kluster Sekolah di Zona Kuning dan Hijau
›
Alarm dari Kluster Sekolah di ...
Iklan
Alarm dari Kluster Sekolah di Zona Kuning dan Hijau
Munculnya kasus positif Covid-19 di sekolah mengindikasikan pembelajaran tatap muka di wilayah berisiko rendah pun belum tentu aman bagi siswa dan guru.
Oleh
MB DEWI PANCAWATI
·4 menit baca
Antusiasme masyarakat atas kebijakan dibukanya kembali aktivitas sekolah di daerah zona kuning menyusul zona hijau perlu diwaspadai. Munculnya sejumlah kasus positif Covid-19 di sekolah mengindikasikan bahwa pembelajaran tatap muka di wilayah berisiko rendah pun belum tentu aman bagi kesehatan siswa dan guru.
Bermunculannya kasus positif Covid-19 di lingkungan pendidikan merupakan dampak dari diizinkannya sekolah di zona kuning dan hijau melakukan pembelajaran tatap muka. Pembukaan sekolah tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yang melakukan penyesuaian terhadap panduan penyelenggaraan pembelajaran tahun ajaran 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.
Catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), 1.410 sekolah di zona hijau dan 1.063 sekolah di zona kuning sudah menjalankan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Meski masih menuai kritik, kebijakan baru tersebut mendapat respons positif dari masyarakat. Hal ini tergambar dari hasil Jajak Pendapat Kompas medio Agustus lalu. Hampir 70 persen responden setuju dengan kebijakan pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning.
Sepertiga responden beralasan, pembelajaran tatap muka lebih efektif ketimbang pembelajaran dari rumah dengan segala kekurangan dan hambatannya. Selain itu, 14 persen responden sepakat dengan sistem belajar di sekolah, dengan syarat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Bahkan 5,4 persen responden berpendapat daerah zona kuning sudah aman.
Kluster sekolah
Meskipun demikian, sepertiga responden secara tegas menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut karena masih khawatir dengan perkembangan kasus Covid-19. Kekhawatiran itu cukup beralasan. Munculnya kasus penularan Covid-19 di lingkungan pendidikan setelah pembelajaran tatap muka kembali dijalankan sudah terjadi. Akhirnya, kegiatan belajar mengajar pun kembali ke pembelajran jarak jauh.
Kasus terbaru terjadi di Kota Tegal, Jawa Tengah, sedikitnya 12 warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru, dan kepala sekolah dari sejumlah sekolah terpapar korona. Sementara di Kabupaten Tegal ditemukan lima kasus positif. Atas temuan ini, dinas pendidikan setempat menghentikan kegiatan belajar mengajar tatap muka di semua sekolah yang sudah digelar sejak Juli dan kembali menjalankan pembelajaran jarak jauh.
Pembelajaran tatap muka di zona kuning maupun zona hijau tidak menjamin kesehatan dan keselamatan bagi anak didik. Hal ini dikhawatirkan oleh hampir 40 persen responden yang tidak setuju dengan dibukanya sekolah di zona kuning dan hijau. Sementara itu, sepertiga responden khawatir jika sekolah kembali dibuka, berpotensi terjadinya penularan di kalangan guru dan siswa.
Potensi sekolah menjadi kluster baru penularan covid-19 juga dikhawatirkan sekitar 13 persen responden. Kluster sekolah juga bisa menjadi pemicu timbulnya kluster keluarga karena selain terancam terpapar di lingkungan sekolah, siswa dan guru juga berpotensi membawa virus dari dan ke lingkungan masing-masing.
Platform warganet ”LaporCovid19” mencatat ada sembilan kluster penularan baru di sekolah selama Agustus di beberapa tempat, yaitu Tulungagung, Lumajang, Tegal, Pati, Rembang, Sumedang, Cilegon, Pontianak, dan Balikpapan. Dari sembilan kluster tersebut, 50 siswa dan 51 guru positif Covid-19.
Terbentuknya kluster sekolah ini diduga karena masih lemahnya penerapan protokol kesehatan dan belum dijalankannya syarat-syarat protokol dengan baik. Sebanyak 3,6 persen responden juga mencemaskan kondisi sarana prasarana di sekolah yang belum memadai untuk menjalankan protokol kesehatan. Di samping itu, 10,8 persen responden meragukan kedisiplinan anak-anak dalam memakai masker, rajin mencuci tangan, ataupun menghindari kerumunan.
Tak hanya soal kluster sekolah. Anak-anak juga berisiko tinggi tertular virus. Data menunjukkan, 10 persen kasus terkonfirmasi positif adalah anak-anak usia 0-18 tahun dengan angka kematian 1,8 persen. Catatan lain, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kematian anak akibat Covid-19 yang tinggi.
Di samping itu, naik turunnya kasus positif Covid-19 masih sangat memungkinkan terjadinya pergeseran zona. Wilayah yang semula masuk zona kuning bisa berubah menjadi zona oranye atau merah.
Data peta zonasi risiko Covid-19 dari laman covid19.go.id per 13 Agustus, terdapat 177 kabupaten/kota yang berada di zona kuning (berisiko rendah) dan 82 kabupaten/kota berada di zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus baru). Namun, data per 27 September menunjukkan, 112 kabupaten/kota berada di zona kuning dan 35 kabupaten/kota di zona hijau.
Oleh karena itu, memutuskan membuka kembali sekolah untuk menjalankan pembelajaran tatap muka perlu dipertimbangkan matang dengan segala risikonya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat 85 persen responden yang setuju jika pembelajaran daring tetap dilakukan sampai paparan virus tidak berisiko.
Kesehatan dan keselamatan anak adalah prinsip yang utama. Lebih baik mencegah anak-anak terpapar virus dari lingkungan sekolah daripada mengorbankan keselamatannya.