Sejak kasus Covid-19 ditemukan di negeri ini, Maret 2020, berarti sudah lebih dari tujuh bulan kita menjalaninya. Kedisiplinan dan konsistensi sangat diperlukan. Tidak boleh sedikit pun lengah.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Tren kasus terkonfirmasi Covid-19 per hari pada Oktober ini mulai terlihat melandai. Kesembuhan pun terus meningkat. Pertanda baik itu perlu terus ditingkatkan.
Namun, pertanda baik itu tidak boleh membuat bangsa ini lengah dan mengendurkan berbagai upaya pengendalian Covid-19. Pembatasan sosial berskala besar telah diperketat, seperti di DKI Jakarta dan sekitarnya. Akan tetapi, unjuk rasa yang tanpa mengindahkan protokol kesehatan juga merebak di banyak daerah. Kampanye pemilihan kepala daerah pun kian marak. Apabila kondisi ini tidak dikendalikan, bukan tidak mungkin kasus terkonfirmasi Covid-19 per hari meningkat dan kembali meninggalkan angka kesembuhan.
Penyadaran warga menjadi kunci. Upaya preventif berupa promosi kesehatan dan pencegahan penularan infeksi Covid- 19, seperti pengetesan, pelacakan, dan isolasi, juga harus terus menjadi fokus pengendalian Covid-19. Tanpa penguatan upaya di ”hulu”, penularan terus bertambah. Persoalan di ”hilir” membeludak, layanan kesehatan pun bakal kewalahan.
Satgas Penanganan Covid-19 berencana menggencarkan komunikasi publik untuk memperkuat upaya penyadaran dan pencegahan hingga tingkat individu. Penyampaian pesan pun akan lebih melibatkan ahli sosial, termasuk pakar linguistik. Pesan yang dikirim akan disampaikan dalam sejumlah bahasa dengan pendekatan budaya lokal (Kompas, 18/10/2020).
Langkah ini tentu perlu kita apresiasi. Membangun kesadaran warga untuk hidup sesuai dengan protokol kesehatan di era Covid-19 sungguh membutuhkan strategi komunikasi publik yang canggih agar benar-benar mengena, tetapi juga masif.
Penelitian perilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, 7-14 September 2020, menunjukkan ada 17 persen responden yang menyatakan sangat tidak mungkin dan tidak mungkin tertular Covid-19.
Temuan ini menunjukkan bahwa pemahaman warga belum merata. Padahal, pandemi ini menuntut kesadaran semua. ”No one is save until everyone is” demikian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan warga bumi di era pandemi.
Secara umum, WHO terus mengampanyekan tujuh hal. Pertama, mencuci tangan secara teratur dengan sabun. Kedua, menjaga jarak sekitar 1 meter dengan orang yang bersin atau batuk. Ketiga, menghindari menyentuh wajah. Keempat, menutup mulut dan hidung ketika batuk serta bersin. Kelima, tinggal di rumah saat merasa tidak sehat. Keenam, mengurangi merokok atau kegiatan lain yang dapat melemahkan paru-paru. Ketujuh, berupaya menjaga jarak fisik dengan menghindari perjalanan tidak perlu dan menjauhi kerumunan.
Tantangannya adalah semua protokol itu harus dilakukan dalam jangka waktu lama. Sejak kasus Covid-19 ditemukan di negeri ini, Maret 2020, berarti sudah lebih dari tujuh bulan kita menjalaninya. Kedisiplinan dan konsistensi sangat diperlukan. Tidak boleh sedikit pun lengah. Padahal, kemauan dan kemampuan setiap orang beradaptasi berbeda-beda. Keterdesakan ekonomi, fasilitas yang minim, kian mempersulit lagi. Perlu saling menyadarkan, perlu juga saling membantu.