AS Cabut Sudan dari Daftar Negara Pendukung Teroris
›
AS Cabut Sudan dari Daftar...
Iklan
AS Cabut Sudan dari Daftar Negara Pendukung Teroris
Amerika Serikat akan mencabut Sudan dari daftar negara pendukung teroris setelah Khartoum setuju memberikan dana kompensasi bagi warga AS yang menjadi korban serangan teroris.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Senin (19/10/2020), mengumumkan bahwa AS akan mencabut Sudan dari daftar negara pendukung terorisme segera setelah Khartoum menyisihkan anggaran 335 juta dollar AS sebagai kompensasi untuk warga AS dan keluarganya yang menjadi korban serangan milisi Al-Qaeda di kedutaan AS di Kenya dan Tanzania tahun 1998.
”Berita bagus! Pemerintahan baru Sudan, yang membuat kemajuan besar, setuju untuk membayar 335 juta dollar AS kepada korban terorisme dan keluarganya,” cuit Trump di Twitter. ”Begitu diberikan, saya akan mencabut Sudan dari daftar negara pendukung terorisme.”
Meski Trump tidak menyebut keterkaitan dengan Israel dalam pengumumannya tersebut, seorang pejabat AS menyebutkan bahwa kesepakatan AS-Sudan itu bisa menjadi awal bagi Sudan untuk mulai menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, seperti yang sudah dilakukan oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain sebelumnya.
Pemulihan hubungan antara Israel dan negara Arab lainnya akan menjadi pencapaian diplomatik bagi Trump menjelang pemilihan umum 3 November mendatang.
Sudan dimasukkan ke dalam daftar negara pendukung terorisme sejak 1993 karena Washington yakin bahwa pemerintahan Omar al-Bashir mendukung kelompok-kelompok milisi. Banyak kalangan di Sudan berpandangan, penetapan Sudan dalam daftar pendukung teroris sudah kedaluwarsa. Penyebabnya, Bashir sudah dilengserkan dari kekuasaannya tahun lalu. Selain itu, Khartoum juga selalu kooperatif dalam penanganan terorisme.
Situasi tersebut menyulitkan pemerintahan transisi Sudan untuk mengakses pendanaan luar negeri.
Dikeluarkannya Sudan dari daftar negara pendukung teroris akan membukakan pintu negara Afrika itu pada pinjaman luar negeri dan bantuan asing untuk memulihkan perekonomiannya. Selain itu, pinjaman dan bantuan asing tersebut juga untuk menyelamatkan transisi demokrasi di negara itu setelah unjuk rasa tahun lalu menggulingkan Presiden Omar al-Bashir. Sudan kini dipimpin oleh pemerintahan militer-sipil.
”Terima kasih banyak Presiden Trump!” cuit Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok. ”Kami sangat menantikan notifikasi resmi kepada Kongres pencabutan Sudan dari daftar negara pendukung terorisme.”
Hamdok menambahkan, pendanaan dan investasi asing merupakan pintu gerbang pemulihan ekonomi Sudan. Negara ini memiliki lebih dari 60 miliar dollar AS utang luar negeri. ”Ini perjalanan panjang. Ini membutuhkan perencanaan yang serius dan kerja keras untuk mencapai keuntungan maksimal dari peluang ini,” katanya.
Banyak pihak di Sudan mengatakan bahwa keberadaan Sudan dalam daftar negara pendukung teroris sudah tidak relevan sejak Bashir sudah digulingkan tahun lalu.
Sebuah sumber di pemerintahan AS menyebutkan, negosiasi AS-Sudan selama ini fokus pada keinginan Washington agar Khartoum menyiapkan dana kompensasi yang akan diberikan kepada korban serangan Al-Qaeda terhadap Kedutaan Besar AS di Kenya dan Tanzania tahun 1998.
Sumber di pemerintahan Sudan menginformasikan bahwa Khartoum siap memberikan dana kompensasi kepada korban serangan Al-Qaeda di kedutaan AS di Kenya dan Tanzania.
Sementara Trump bisa mencabut sendiri Sudan dari daftar pendukung teroris, aturan Kongres dibutuhkan untuk memastikan dana kompensasi sampai kepada keluarga korban serangan teroris. Juru bicara warga AS yang tewas dalam serangan bom di Nairobi, Edith Bartley, mendesak Kongres untuk segera menindaklanjutinya.
Jonathan Schanzer dari Foundation for Defense Democracy yang berbasis di Washington mengatakan, mencabut Sudan dari daftar negara pendukung teroris merupakan pencapaian yang penting. Hal ini karena Khartoum telah membantu memerangi kelompok-kelompok ekstrem selama hampir dua dekade dan telah menghilangkan pengaruh Iran dari Sudan sejak 2012.(REUTERS/AP)