Demonstrasi Penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Berlanjut di Surabaya
›
Demonstrasi Penolakan...
Iklan
Demonstrasi Penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Berlanjut di Surabaya
Demonstrasi kalangan buruh, petani, dan mahasiswa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja berlanjut di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020), dan berlangsung dengan tertib.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Demonstrasi kalangan masyarakat menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja berlanjut di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020).
Aksi oleh Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jatim itu merupakan bagian dari rangkaian unjuk rasa yang akan dilaksanakan sampai dengan Jumat (23/10/2020). Demonstrasi pada Selasa itu berlangsung di depan Gedung Negara Grahadi.
Diperkirakan 1.000 demonstran yang menamakan diri Getol Jatim unjuk rasa dengan cara yang simpatik di depan Grahadi. Sebelum sampai di Grahadi, massa berkumpul di depan Kebun Binatang Surabaya pada pukul 14.00. Selanjutnya, mereka berjalan dan tiba di Grahadi menjelang pukul 16.00.
Dalam aksi ini, kami mengawasi dan meminta teman-teman untuk mengikuti arahan petugas karena merupakan aksi damai. (Habibus)
Aksi di Grahadi berakhir selepas pukul 18.00. Massa menyuarakan aspirasi secara tertib. Mereka tidak ingin kejadian sebelumnya, yakni demonstrasi pada Kamis (8/10/2020) di Grahadi yang diwarnai perusakan aset negara dan sarana umum (rambu, taman, trotoar, dan lampu), berulang karena penyusupan oleh kalangan orang yang berniat membuat keonaran.
Juru bicara Getol Jatim, Habibus Shalihin, dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mengatakan, demonstrasi tetap menyuarakan tuntutan pembatalan RUU Cipta Kerja. ”Dalam aksi ini, kami mengawasi dan meminta teman-teman mengikuti arahan petugas karena merupakan aksi damai,” kata Habibus.
Untuk mencegah tindakan merusak, demonstran memilih duduk di Jalan Gubernur Suryo, depan Grahadi. Dengan demikian, mereka dapat mencegah perkembangan situasi menjadi tidak terkendali. Jika ada yang berniat merusak, akan mudah untuk dipantau oleh aparat Polri yang berjaga dengan duduk bersila di depan pengunjuk rasa.
Juru bicara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jatim, Nurudin Hidayat, mengatakan, dalam aksi pada Selasa itu tidak bertujuan untuk audiensi dengan Pemprov Jatim. Massa Getol Jatim sudah memilih mosi tidak percaya sehingga tidak diperlukan pertemuan dengan pemerintah.
”Kami menuntut RUU Cipta Kerja dibatalkan,” kata Nurudin.
”Jogo Suroboyo” damai
Beberapa saat sebelumnya, Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal M Fadil Imran saat Deklarasi Jogo Suroboyo Damai di Balai Kota Surabaya mengatakan, petugas akan menindak tegas dan keras pengunjuk rasa yang bertindak anarkistis.
”Kami tidak ingin kejadian sebelumnya berulang sehingga siap bertindak tegas,” kata Fadil.
Untuk pengamanan aksi di Surabaya pada Selasa itu, Polda Jatim turut mendukung Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya mengerahkan 4.000 personel terpadu. Pengamanan juga didukung oleh anggota TNI dan aparatur pemerintah yakni Satuan Polisi Pamong Praja.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengingatkan, situasi wabah Covid-19 belum teratasi sehingga masyarakat diminta untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. Terkait dengan keinginan kalangan masyarakat berunjuk rasa, Risma meminta agar tidak melibatkan anak-anak atau pelajar.
Saya mengimbau kepada warga untuk menjaga seluruh kampung dan sarana umum agar tidak berulang kejadian sebelumnya. (Tri Rismaharini)
Dari aksi sebelumnya ternyata ada satu murid SD dan 57 siswa SMP yang terlibat dalam demonstrasi yang merusak. Meski tidak dikenai hukuman, banyak pihak amat menyayangkan keterlibatan anak-anak dalam unjuk rasa meski mereka tidak mengetahui atau memahami substansi aksi alias ikut-ikutan dan dimanfaatkan.
”Saya mengimbau kepada warga untuk menjaga seluruh kampung dan sarana umum agar tidak berulang kejadian sebelumnya,” kata Risma.
Risma mengingatkan, sarana umum yang rusak pada aksi Kamis (8/10/2020) telah diperbaiki. Namun, perlu diketahui, seluruh biaya penanganan kerusakan ditanggung oleh pemerintah yang bersumber dari pajak masyarakat. Dengan demikian, masyarakat perlu diingatkan bahwa jangan sampai berulang aksi massa yang berujung perusakan karena masyarakat juga yang menanggung segala dampaknya.