Kepolisian Perancis Gerebek 40 Lokasi Pascapembunuhan Seorang Guru Sejarah
›
Kepolisian Perancis Gerebek 40...
Iklan
Kepolisian Perancis Gerebek 40 Lokasi Pascapembunuhan Seorang Guru Sejarah
Warga Perancis diingatkan pada kasus majalah satire ”Charlie Hebdo”. Seorang guru Sejarah dibunuh setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad SAW di ruang kelas. Aparat kepolisian tengah memburu semua yang terlibat.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
PARIS, SELASA — Kepolisian Perancis menggerebek setidaknya 40 lokasi di Paris dan menangkap orang-orang yang terlibat dalam kasus pembunuhan seorang guru Sejarah, Samuel Paty, gara-gara ia menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW saat mengajar di ruang kelas. Menteri Dalam Negeri Perancis Gerald Darmanin berjanji akan mengejar dan menangkap semua musuh republik.
Sampai sejauh ini, Senin (19/10/2020), sudah 15 orang ditahan, 4 orang di antaranya diduga membantu pelaku membunuh Paty. Seperti remaja usia 18 tahun asal Chechnya yang membantu mengidentifikasi Paty (47) dengan imbalan uang. ”Pemerintah akan memperketat pengawasan terhadap institusi dan lembaga amal yang diduga berjejaring dengan jaringan Islamis,” kata Darmanin.
Pemerintah mulai mengerahkan kepolisian untuk mencari para pelaku sehari setelah puluhan ribu orang turun ke jalan untuk memberikan penghormatan kepada Paty sekaligus mempertahankan hak kebebasan berekspresi, Minggu. Paty diserang dan dibunuh dengan dipenggal kepalanya oleh pengungsi Chechnya kelahiran Moskwa berusia 18 tahun, Jumat (16/10/2020).
Ia dibunuh dalam perjalanan pulang ke rumahnya seusai mengajar di sebuah SMP di daerah Conflans-Sainte-Honorine, 40 kilometer dari Paris. Sebelumnya, pada bulan ini, Paty memperlihatkan kartun Nabi Muhammad SAW di hadapan murid-muridnya dalam kelas tentang kebebasan berekspresi.
Foto Paty dan sebuah pesan berisi pengakuan ditemukan di ponsel pembunuhnya, Abdullakh Anzorov. Anzorov datang ke Perancis bersama keluarganya dari Chechnya, sekitar 10 tahun lalu. Empat anggota keluarga Anzorov juga ditahan polisi.
Ingatkan ”Charlie Hebdo”
Kasus Paty ini mengingatkan kembali akan kasus pembunuhan 12 orang, termasuk kartunis, di kantor majalah satir, Charlie Hebdo, pada 2015. Para korban ditembak karena menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.
Pada kasus Paty, ketika mengajar di kelas kewarganegaraan, ia menunjukkan contoh salah satu kasus kartun yang kontroversial, yakni kartun Nabi Muhammad SAW. Namun, sebelumnya, ia memperbolehkan anak-anak yang beragama Islam keluar dari kelas. Pelajaran itu lalu menimbulkan keributan. Ayah dari salah satu murid Paty kemudian mengajak orang melawan Paty. Kini, orangtua murid tersebut ditahan.
Pemerintah Perancis menyebut dua kelompok yang akan ditutup, yakni Perlawanan Kolektif terhadap Islamofobia di Perancis, yang mengklaim memantau serangan terhadap Muslim, dan organisasi kemanusiaan bernama BarakaCity. Dalam salah satu unggahan di media sosial, BarakaCity menuding Darmanin keterlaluan dan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Selain dua kelompok itu, Darmanin juga menutup masjid di daerah pinggiran kota Pantin karena imam masjid itu dicurigai ikut mengajak masyarakat untuk mengintimidasi Paty dan menyebarkan alamat sekolah tempat Paty mengajar. Seiring dengan itu, pemerintah juga menyelidiki situs neo-Nazi Perancis yang menyebarkan foto jasad Paty tanpa kepala yang sebelumnya sudah diunggah pembunuh Paty di media sosial Twitter.
Guru-guru Perancis sejak lama mengeluhkan suasana tegang ketika berbicara tentang agama dan identitas di kelas. Kasus Paty ini dikhawatirkan akan membuat guru-guru takut membahas isu-isu sensitif lagi. ”Selama ini guru sering harus menyensor sendiri apa yang boleh dan tidak boleh disampaikan. Sekarang makin susah lagi,” kata mantan pengawas pendidikan Perancis, Jean-Pierre Obin.
Namun, guru Sejarah SMP di Cergy, Jonathan Renoir (26), menolak untuk takut. Ia beralasan, membicarakan hal-hal yang kontroversial di kelas itu juga penting sebagai bagian dari pembelajaran dan pengetahuan untuk bekal anak-anak di masa depan.
Kecaman dari tokoh Muslim
Peristiwa pembunuhan Paty ini pun dikecam para tokoh dan pemimpin Muslim yang ikut menyampaikan dukacita di depan sekolah Paty. ”Apa yang terjadi itu jelas bukan ajaran Islam. Pembunuhan itu dilakukan orang yang jahat dan tidak ada urusan dengan agama Islam,” kata Kemadou Gassama, salah seorang imam di Paris.
Bagi Hassen Chalghoumi, Presiden Imam Konferensi Perancis sekaligus imam masjid di daerah Drancy, Paris, Paty mati syahid demi hak kebebasan berbicara. Ia juga memperingatkan semua kalangan untuk mewaspadai kelompok-kelompok ekstremis dan mengimbau orangtua agar tidak membenci dan menyebarkan kebencian terhadap Perancis.
”Paty adalah orang bijaksana yang mengajarkan toleransi, peradaban, dan penghargaan terhadap sesama manusia,” kata Chalghoumi yang ditemani beberapa pemimpin Muslim saat memberikan karangan bunga ke sekolah Paty.
Chalghoumi juga mengingatkan, sudah saatnya bagi masyarakat Muslim sadar akan adanya ancaman ekstremis. Kelompok-kelompok ekstremis di Perancis diketahui sangat terorganisir dan memahami sistem hukum yang berlaku. ”Kita harus mengakhiri wacana menjadi korban di negara ini. Kita punya hak yang sama di Perancis, sama seperti warga lainnya,” kata Chalghoumi. (REUTERS/AFP)