Kuasa Hukum Anggap Dakwaan terhadap Joko Tjandra Tidak Jelas
›
Kuasa Hukum Anggap Dakwaan...
Iklan
Kuasa Hukum Anggap Dakwaan terhadap Joko Tjandra Tidak Jelas
Penasihat hukum Joko Tjandra menilai dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Joko Tjandra dalam kasus pembuatan surat jalan palsu tidak jelas. Sebab, dakwaan tidak membeberkan proses pembuatan surat jalan oleh Joko Tjandra.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penasihat hukum Joko Tjandra menilai, dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Joko Tjandra dalam kasus pembuatan surat jalan palsu tidak jelas. Sebab, dakwaan tidak membeberkan proses pembuatan surat jalan oleh Joko Tjandra.
Hal itu terungkap di dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi, Selasa (20/10/2020), di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sidang dipimpin oleh hakim ketua Muhammad Sirad. Adapun terdakwa Joko Tjandra mengikuti sidang secara virtual.
Kuasa hukum Joko Tjandra, Soesilo Aribowo, dalam pembacaan eksepsi mengatakan, uraian dakwaan jaksa penuntut umum tentang perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana dinilai tidak jelas. Sebab, dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum sama sekali tidak menguraikan bagaimana dan dengan cara apa terdakwa Joko Tjandra melakukan perbuatan membuat surat palsu.
”Penuntut umum sama sekali tidak menguraikan atau mengungkapkan bagaimana, dengan cara apa, dengan kata-kata apa, terdakwa Joko Tjandra menyuruh membuat surat palsu itu,” kata Soesilo.
Kuasa hukum Joko Tjandra juga mempermasalahkan penulisan nama Joko Tjandra oleh jaksa penuntut umum yang dinilai tidak cermat. Dalam dakwaan tertulis Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan bin Tjandra Kusuma. Menurut kuasa hukum, karena Joko Tjandra beragama Katolik, maka tidak mengenal nama ”bin”.
Selain itu, kuasa hukum menyatakan, pada 3 Juni 2020 hingga 20 Juni 2020, Joko Tjandra tidak pernah bersama-sama dengan Anita Dewi Kolopaking dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo di Mabes Polri.
Anita dan Prasetijo merupakan tersangka lain dalam kasus dugaan pembuatan surat jalan palsu ini.
Demikian pula dengan narasi bahwa Joko Tjandra melarikan diri dari putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung RI tanggal 11 Juni 2009 dengan putusan 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta, kuasa hukum menyatakan Joko Tjandra tidak melarikan diri. ”Pada saat putusan PK Mahkamah Agung itu dijatuhkan, terdakwa Joko Tjandra sudah berada di luar negeri dan tidak mau kembali ke Indonesia untuk menjalani putusan yang bertentangan dengan hukum,” kata kuasa hukum Joko Tjandra.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mendakwa Joko Tjandra dengan Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Sementara itu, dalam sidang eksepsi Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, kuasa hukum Prasetijo, Petrus Bala Pattyona, menyatakan, pembuat surat jalan bukan Prasetijo, melainkan Dodi Jaya. Hal itu dianggap sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP) Dodi Jaya tanggal 4 Agustus 2020.
”Sesungguhnya jelas bahwa yang membuat surat-surat jalan tersebut adalah Dodi Jaya. Dengan demikian, tidaklah tepat tim jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa sebagai orang yang membuat surat jalan palsu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” kata Petrus.