Peran TNI Tangkal Terorisme Masih Mengundang Perdebatan
›
Peran TNI Tangkal Terorisme...
Iklan
Peran TNI Tangkal Terorisme Masih Mengundang Perdebatan
Peran TNI dalam fase penangkalan penanggulangan tindak pidana terorisme masih mengundang perdebatan. Para akademisi masih memiliki persepsi yang berbeda, antara yang boleh terlibat dan tidak boleh terlibat serta rancu.
Oleh
Edna C Pattisina
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran TNI dalam fase penangkalan penanggulangan tindak pidana terorisme masih mengundang perdebatan. Para akademisi masih memiliki persepsi yang berbeda.
Hal ini terlihat dalam diskusi daring yang diadakan Marapi Advisory & Consulting Bekerja Sama dengan Prodi Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Dalam diskusi yang berjudul ”Peran Penangkalan dalam RPerpres Pelibatan TNI”, itu, Eddy OS Hiariej, pakar Hukum Universitas Gadjah Mada, menyatakan tidak perlu ada kekhawatiran dengan perpres tersebut. Pasalnya, memang dibutuhkan keterlibatan TNI. ”Selama dilakukan atas perintah Presiden, dan hanya bisa berkoordinasi dengan Polri (Kepolisian Negara RI) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pelibatan TNI dibolehkan,” kata Eddy.
Selama dilakukan atas perintah Presiden, dan hanya bisa berkoordinasi dengan Polri (Kepolisian Negara RI) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pelibatan TNI dibolehkan.
Ia mencontohkan kasus-kasus pembajakan kapal laut dan pesawat udara yang memang harus diatasi oleh TNI atas perintah Presiden. Pelibatan TNI dalam penanggulang terorisme itu kewajiban TNI karena terorisme tidak hanya menyangkut keamanan nasional, tetapi juga pertahanan nasional.
Hal ini, lanjutnya, terkait dengan kedaulatan sehingga jadi wajib bagi TNI. Draf perpres sudah memberikan porsi yang cukup, mulai dari penangkalan, penindakan, hingga pemulihan. TNI dilibatkan dalam penangkalan karena terkait dengan intelijen yang dalam UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bisa menjadi bukti permulaan. ”Laporan intelijen di sini bisa saja berasal dari TNI,” ujar Eddy lagi.
Sementara Adi Rio Arianto, pengajar Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta dalam materinya menjelaskan, dalam sistem politik Indonesia yang demokratis, upaya penanganan terorisme dapat dibicarakan di ruang publik untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak agar ketentuan hukum yang dibuat menjadi lebih baik.
Sementara akademisi dan Peneliti Marapi Advisory & Consulting Bidang Keamanan dan Pertahanan Beni Sukadis menyatakan, fungsi penangkalan oleh TNI dalam Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Aksi Terorisme rancu dan bermasalah karena tidak dikenal dalam UU No 5/2018.
Meskipun TNI merujuk pada UU No 34/2004 tentang TNI, fungsi penangkalan tidak bisa dilakukan dalam keadaan damai dan berupa operasi mandiri untuk mengatasi aksi terorisme karena peran TNI bersifat terbatas dan berdasarkan perintah otoritas sipil.
”Meskipun TNI merujuk pada UU No 34/2004 tentang TNI, fungsi penangkalan tidak bisa dilakukan dalam keadaan damai dan berupa operasi mandiri untuk mengatasi aksi terorisme karena peran TNI bersifat terbatas dan berdasarkan perintah otoritas sipil,” tutur Beni.
Di UU TNI pun, tambah Beni, tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan operasi militer selain perang yang dilaksanakan atas perintah Presiden dalam situasi tertentu, bukan dalam keadaan aparat penegak hukum masih dapat menjalankan tugasnya. Pelibatan TNI hanya bisa dilakukan atas perintah presiden dan jika berkoordinasi dengan Polri dan bersama-sama BNPT. Prasyarat ini akan menjadi pagar bagi TNI agar tidak bertindak sewenang-wenang.